Bahayanya Asap Knalpot Kendaraan
Oleh Gede H. Cahyana
Hakikatnya, semua ruas jalan sangat berbahaya dari sudut
pencemar udaranya. Walaupun demikian, traffic light atau persimpangan dan areal
parkir adalah lokasi padat kendaraan per satuan waktu sehingga di sinilah
terjadi konsentrasi pencemar. Di traffic light pada saat yang sama, ada
sebagian kendaraan bergerak dan sebagian lagi berhenti dan secara hampir
bersamaan menekan pedal gas untuk beranjak. Pada kondisi demikian, terjadi
semburan asap yang disertai dengan jelaga dan konstituen lain seperti CO, CO2
dan timbal (Pb).
Hal senada terjadi di tempat parkir khususnya tempat
parkir di dalam gedung seperti hotel, kantor atau mall. Sering untuk masuk atau
keluar dari tempat parkir di dalam gedung perlu waktu lebih dari setengah jam.
Ini sangat berbahaya, karena semua mesin mobil dalam keadaan hidup, bergerak perlahan
atau diam sama sekali ditambah dengan kepadatan orang yang berebut oksigen
untuk bernafas. Bahaya makin mengancam jika exhaust
fan tidak berfungsi atau ventilasi sangat minim. Pada keadaan ini kadar CO
di dalam ruang tersebut dapat mencapai lebih dari 80 ppm. Sebagai catatan, jika
kadar CO di udara 10 ppm maka kadarnya di dalam darah adalah 2% COHb yang
dampaknya diberikan pada tabel 1. Hal ini harus menjadi perhatian para
pengelola gedung bertingkat (mall, hotel) yang memiliki tempat parkir berlapis-lapis.
Timbal dan
CO
Sumber timbal yang berhamburan dari knalpot adalah BBM
yang diberi ‘antiknock additives’
berupa alkil-Pb (tetraetil atau tetrametil lead) untuk meningkatkan nilai
oktannya. Hal ini diperparah oleh teknik mengemudi yang tidak pas pada keserasian
menekan pedal gas. Dengan mekanisme gerak Brown, sedimentasi, impaksi dan
intersepsi, partikulat timbal terakumulasi di tanah, rumput, padi dan sayuran
yang tumbuh di tepi jalan. Waspadalah pada pemanfaatan sepetak tanah di tepi
jalan yang sarat kendaraan untuk kebun sayur karena kaya dengan timbal terutama
di Jakarta, Bandung dan Surabaya. Ternak seperti sapi, domba, kambing yang
makan rumput tersebut juga dapat menjadi mata rantai bioakumulasi dan biomagnifikasi di tubuh
manusia.
Selain Pb, ada ‘trace metal’ yang juga berasal dari
kendaraan bermotor seperti Fe, Cu, Zn dan Cd. Sumbernya adalah pipa, kabel,
ban, jok, bodi dan cat yang terlepas akibat abrasi mekanis atau benturan,
tabrakan dan gesekan. Kepadatan arus kendaraan pada saat sibuk seperti pagi dan
sore makin menambah frekuensi paparan polutan karena volume kendaraan
proporsional terhadap kadar metal/logam. Tanah memiliki kapasitas pertukaran
kation yang tinggi sehingga mudah terkontaminasi oleh logam.-logam tersebut.
Perajin gerabah yang sumber tanahnya di tepi jalan padat kendaraan hendaknya
menaruh perhatian pada hal ini.
Sedangkan gas CO yang karakternya tidak berwarna, tidak
berbau, tidak berasa, sedikit larut dalam air, stabil dan dapat berubah menjadi
gas CO2 jika ada O2 tereksitasi dapat menjadi penyebab
keracunan akut. Untungnya, kadar gas CO di udara kering dan bersih, sangat
kecil sekitar 10-5 % volume,
jauh dibandingkan dengan kadar CO2 (0,032%), O2 (21%) dan
gas N2 (78%). Ini berarti dalam keadaan normal, tidak akan ada dampak
yang ditimbulkan oleh gas CO pada manusia.
Tetapi pada kondisi yang tidak normal misalnya karena
pembakaran tidak sempurna dari mesin yang menggunakan BBM maka kadar gas CO
dapat berlipat jutaan kali. Diperoleh bahwa gas CO adalah pencemar utama atmosfir
daerah perkotaan (48%) yang diikuti oleh gas SO2 (15%), NOx (15%) dan HC (16%)
yang nilainya bervariasi di setiap daerah. Dari sekian banyak kontributor gas
CO, ternyata sektor transportasi adalah penyumbang terbesar (70% - 85%).
Dampak
Kesehatan
Masalah utama asap kendaraan bukan hanya jelaga tetapi
beberapa unsur dan senyawa kimia seperti timbal, Cd, Ni, Cu, Fe, Mn dan gas
(CO, CO2, SOx dan NOx). Seperti dinyatakan di atas, sayur-sayuran di tepi jalan
dapat terkontaminasi pencemar terutama oleh timbal, Cu dan Ni. Selain di hati
dan pankreas, timbal dapat terakumulasi pada tulang dengan mengganti posisi
unsur yang penting untuk penyusun tulang yaitu kalsium (Ca). Keracunan kronis
ini muncul setelah polisi atau sopir dan pengguna jalan lainnya memasuki masa
tua/pensiun yang justru dikala kondisi tubuh sudah melemah dan kemampuan
berkurang.
Sedangkan gas CO dapat merusak metabolisme aerobik
manusia karena daya ikat (afinitas) terhadap Hb (hemoglobin, protein yang
berfungsi sebagai alat transpor zat organik dan anorganik) lebih besar daripada
oksigen. Kemampuannya untuk mengganti ikatan oksigen-hemoglobin (O2Hb)
inilah yang menyebabkan gas CO menjadi sangat toksik/beracun. Reaksinya adalah
O2Hb + CO à COHb + O2.
Secara kuantitatif, dengan persamaan Haldane dapat dibuat hubungan antara carboxyhemoglobin (COHb),
Oxyhemoglobin (O2Hb), tekanan parsial gas CO dan tekanan parsial O2. Pada manusia, saat temperatur badan
normal dan pH darah sekitar 7,4 maka nilai K
@ 245. Kualitas keracunan gas CO tergantung pada kadar,
lama paparan dan aktivitas saat terpajan apakah lari, jalan atau sedang duduk.
Hal ini berhubungan dengan laju pernafasan (volume per waktu) gas yang masuk ke
paru-paru.
Diyakini tidak ada dampak kesehatan berarti pada kadar
COHb yang kurang dari 2% di dalam darah. Tetapi lebih dari itu, berdampak buruk
pada sistem saraf pusat orang yang bukan perokok. Kadar COHb pada para perokok
antara 5%-10% sedangkan pada orang bukan perokok berkisar antara 0,5% sampai
1%. Perokok mempunyai toleransi yang lebih tinggi terhadap CO daripada bukan
perokok tetapi sama sekali bukan berarti para perokok lebih aman daripada bukan
perokok sebab ada aspek kesehatan lain yang merugikan perokok.
Bahaya keracunan Pb dan CO mengancam polisi, sopir,
petugas terminal, pedagang dan pengguna jalan lainnya. Mereka potensial
terpajan Pb dan CO karena waktunya kontinu, arus sangat padat dan sering
terjebak kemacetan. Kondisi diperparah oleh udara calm yang kecepatannya kecil dan tergantung pada topografi yakni
ada perbedaan antara daerah pegunungan (Bandung) dengan dataran rendah
(Jakarta, Surabaya) yang tiupan anginnya kencang sehingga terjadi dispersi gas
CO di udara.
Tabel 1. Dampak kesehatan akibat gas CO di dalam darah.
Kadar
COHb, %
|
Efek
|
< 1,0
|
tidak ada efek yang terlihat
|
1,0 - 2,0
|
perubahan tingkah laku
|
2,0 - 5,0
|
sistem syaraf pusat, penglihatan
|
5,0 - 10,0
|
perubahan pada jantung dan paru-paru
|
>10,0
|
sesak nafas, lelah, pingsan, meninggal
|
Untuk mengurangi emisi gas CO dan timbal, telah dicoba
beberapa cara seperti program langit biru (masih berlanjut dengan tindakan
konkrit?) dan bahan bakar tanpa timbal (BB2L). Tetapi yang realistis adalah
pembatasan jumlah kendaraan bermotor dan mengutamakan transportasi massal
seperti trem, kereta api dan bis. Jangan apriori, bisa dibuat dengan konsep
yang matang dulu. Untuk preventif, areal parkir (khususnya yang di gedung)
harus berventilasi baik dan jangan pernah tidur (tidur-tiduran) di dalam mobil
pada saat mesin dihidupkan.
Juga perlu dipikirkan peralatan yang praktis dan
nyaman bagi petugas polisi, sopir dan pengguna jalan lainnya agar tidak
terkontaminasi dan kendali mutu sayuran agar bebas polutan. Itu semua mengarah
pada ketahanan dan kesehatan fisik seseorang yang bermuara pada ketahanan
bangsa. ***
Kalau orang yang rutin di jalan, masker harus wajib dikenakan!
BalasHapusuntuk amannya mesti siap masker apalagi di kota2 besar yg sering macet
BalasHapus