• L3
  • Email :
  • Search :

12 Agustus 2014

Robin Williams, Fenomena Depresi Selebritis

Robin Williams, Fenomena Depresi Selebritis
Oleh Gede H. Cahyana

Robin Williams, aktor terkenal Hollywood dinyatakan meninggal karena bunuh diri. Beritanya luas tersebar dan menimbulkan kesedihan bagi penggemarnya. Sekian tahun silam, hal serupa terjadi juga pada penggemar Michael Jackson, Whitney Houston dan sejumlah lagi artis yang lain. Temuan forensik menyatakan, mereka mengonsumsi narkoba (misalnya kokain, ganja, dll), selain kecanduan minuman keras (alkohol). Pada saat yang sama, mereka pun memiliki masalah sosial di lingkungan rumah dan komunitasnya, seperti perkumpulan artis, arisan, olah raga (golf, layar, kapal pesiar, dll).

Menurut Stewart Wolf dan John G. Bruhn, kehidupan sosial sangat besar pengaruhnya pada kasus stres dan depresi di kalangan masyarakat umum, apalagi selebritis. Dalam laporan risetnya, Bruhn menyatakan, “… family and community support is disappearing. Most of the men who have hearth attacks here were living under stress and really had nowhere to relieve that pressure …. These people have given up something and it’s killing them.”  Sebelum itu, yaitu tahun 1961, Bruhn justru memperoleh hasil yang oposif dan menyatakan bahwa masyarakat Roseto terbaik kehidupan sosialnya sehingga disebut kota ajaib (miracle city).

Kemampuan merilis stres dan relaksasi dalam komunitas sosial, baik di kantor maupun di rumah, juga di perkumpulan sosial - ekonomi - budaya lainnya, menjadi kunci dalam pengendalian diri. Sikap egois, seperti kata aktor Todd Bridges, teman Robin Williams, dapat menjadi salah satu pemantik bunuh diri (racun diri). "Itu tindakan yang sangat egoistis," cetus Todd Bridges. "Mintalah kepada Tuhan untuk membantu Anda. Percayalah pada kekuatan doa." Seorang Todd pun, percaya pada kekuatan doa, menurut agamanya. Doa, dalam kehidupan ini, adalah representasi kegiatan sosial (jamaah) pada saat di gereja misalnya, atau di masjid. Kekerapan ibadah di gereja atau di masjid bagi muslim, bisa menjadi senjata ampuh menangkis depresi. Ibadah adalah manifestasi kehidupan sosial atau jamaah, saling membutuhkan antarsesama, antarumat dalam satu agama. 

Variasi kehidupan sosial begitu tampak nyata di kalangan selebritis. Selebritis kerapkali bertingkah aneh agar makin terkenal atau minimal tetap terkenal, misalnya gonta-ganti pacar, kawin-cerai, selingkuh, membuat kericuhan di mall, cafĂ©, atau media sosial dengan berbagai pose foto yang vulgar “menantang”. Inilah awal depresi. Sehat fisiknya, tetapi sakit psikisnya. Definisi sehat menurut organisasi kesehatan dunia, WHO (World Health Organization), sehat adalah state of complete physical, mental, and social well-being, not merely the absence of disease or infirmity. Sehat ialah keadaan sejahtera sempurna jasmani, rohani, dan sosial, tak hanya tanpa adanya penyakit atau kelemahan saja. Agar bisa disebut orang sehat harus dipenuhi tiga syarat: jasmani, rohani, dan sosial.

Sejumlah gangguan jiwa yang bisa mengawali depresi antara lain:

1. Cemas. Rasa ini muncul karena kehilangan makna hidup. Secara fitri kita punya kebutuhan akan makna hidup yang hanya bisa dimiliki oleh pejuang yang menyumbangkan sesuatu untuk orang lain. Orang-orang cemas biasanya mengikuti trend dan tuntutan sosial yang belum tentu benar. Sesekali saja dia merasakan kenikmatan sekejap yang palsu. Akibatnya terjadilah gangguan jiwa.

2. Sepi. Ini muncul karena hubungan silaturahmi sudah tak tulus lagi tapi memakai topeng-topeng sosial yang palsu sehingga hubungan menjadi gersang, mengidap rasa sepi yang kronis padahal berada di keramaian. Tak bisa menikmati senyum orang lain sebab dianggap topeng belaka seperti ketika dia tersenyum kepada orang lain. Pujian dipandangnya sebagai basa-basi belaka.

3. Bosan. Inilah akibat rasa cemas dan sepi yang berkepanjangan. Hidupnya tak bergairah. Jiwanya kosong, mirip orang yang bermobil mewah tapi jiwanya becak; berponsel tapi memakai bahasa isyarat tangan. Makan makanan merek luar negeri tapi wawasan gizinya masih oncom (tak berarti oncom tak bergizi, ini sekadar misal). Harta, tahta, dan jabatannya tinggi tapi jiwanya hampa. Semua atribut, simbol, gelar, baju, sepatu, dasi, mobil, cincin, arloji, rumah, dan banyak lagi yang lain tampak modern namun pikirannya tidak menguasai ilmu-teknologi. Di pentas nikmat sekejap, sampai di rumah dia cemas dan sepi kembali.

4. Perilaku menyimpang. Kalau rasa cemas, sepi dan bosannya terus menggayut, maka dia mudah melakukan perilaku buruk tanpa sadar seperti merampok padahal dia tak butuh uang, memperkosa tanpa tahu siapa yang diperkosa, membunuh tanpa ada sebab kenapa harus membunuh sehingga hidupnya menjadi semrawut.

5. Psikosomatik. Empat hal di atas jika terus terjadi dapat menyebabkan sakit fisik, sakit lantaran faktor jiwa dan sosial. Menjadi psikosomatik. Yang sakit jiwanya, tapi dalam ujud sakit fisik. Makanya tak heran dia selalu mengeluh jantungnya berdeba-debar tanpa sebab, merasa lemah, tak enak badan atau tidak bisa konsentrasi dan sakit maag (tukak lambung). Akhir dari akumulasi tersebut adalah depresi yang tidak bisa lagi berbalik pulih (irreversible) dan berakhir dengan bunuh diri, racun diri, over dosis narkoba.

Semoga kejadian serupa tidak terjadi di Indonesia. *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar