Nasihat K.H.
Abdullah Syukri Zarkasyi (Alm)
Pada pk. 15.50 WIB, hari Rabu, 21 Oktober 2020, 4
Rabi’ul Awwal 1442 H, berita duka menyebar di medsos. KH. Dr. Abdullah Syukri
Zarkasyi, M.A wafat di Gontor. Sebelum sakit, beliau selalu berkeliling pondok
kemudian duduk di kantor dan membaca buku, koran, atau yang lainnya. Saya
kerapkali duduk-duduk di koridor masjid Atiq sambil menatap aktivitas beliau di
paviliun kantor. Sesekali saya pindah ke bawah pohon asam, sesekali
berjalan-jalan menuju gedung pertemuan dan Tunis, berdiri di dekat jaros sambil
menyaksikan santri lalu-lalang.
Dalam sakitnya, Pak Kyai Syukri berupaya ikut hadir dalam
kegiatan santri seperti PG dan Haflatul Wada’, baik di PO maupun di Mantingan.
Padahal kegiatan ini sungguh melelahkan, bisa berlangsung sampai lewat tengah
malam. Beliau juga sering dipandu dan ditemani saat terapi berjemur di lapangan
hijau yang bisa dilihat dari Bapenta dekat kantin Al Azhar (sebelum dipindahkan ke
Gedung Satelit) atau terapi di halaman Gedung Rabithah.
Keluarga besar PMDG kehilangan seorang kyai, seorang
guru, sosok mahaguru dalam dunia pendidikan pesantren di Indonesia dan Asia
Tenggara. Santri PMDG ada yang berasal dari Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei,
dll.
Allahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fu'anhu… Aamiin ya Allah.
A. Kaliber Seorang Pemimpin
Yang membuat
kaliber itu adalah:
1. Disiplin
2. Pengalaman
3. Kemauan
4. Keterpanggilan
Kapasitas dalam memahami pondok tersebut dapat diukur
dari 4 hal:
1. Pengalaman
2. Kemauan
3. Pemahaman terhadap kepondokmodernan
4. Keterpanggilan
Maka untuk menumbuhkan keterpanggilan tersebut dapat
diarahkan, diajar, dibiasakan diberi uswah yang baik, seperti: penampilan,
ketertiban, kantor Pimpinan bisa dilihat oleh santri termasuk juga open
manajemen.Kaliber seseorang untuk 4 hal: memahami tugas,
melaksanakan tugas, menghayati tugas dan mengembangkan tugas. Semakin tinggi
kalibernya, maka semakin tinggi pula nilai pemahaman, palaksanaan, penghayatan
dan pengembangan tugas tersebut.
Perlu
diketahui bahwasanya sistem di lembaga manapun tergantung pelaksananya dan
pemimpinnya. Maka kalau menjadi pemimpin, harus berkaliber tinggi. Berbicara
masalah kaliber, kaliber seseorang bermacam-macam, ada yang kalibernya tinggi,
ada yang sedang-sedang saja dan ada yang rendah, semua itu diukur dari 4 hal:
1.
Pengalamannya dalam melakukan sesuatu.
2.
Pemahamannya tentang yang ia lakukan
3. Kemauannya
dalam melakukan hal tersebut
4.
Keterpanggilan untuk melakukan hal tersebut.
Keterpanggilan
ini harus ada pada diri seseorang karena untuk motivasi dan pemahaman. Dalam
hal ini ada 3 macam, diantaranya:
1. Disuruh
mengerjakan tugas mengatakan “insyaallah siap”, tapi hanya untuk mencoba-coba
saja.
2. Disuruh
mengerjakan tugas mengatakan “siap”, karena terpanggil untuk mendapatkan
sesuatu.
3. Disuruh
mengerjakan tugas mengatakan “kalau disuruh siap, kalau tidak, tidak apa-apa”,
sekedar mengerjakan saja.
Dari 3 orang
tersebut, yang paling bagus adalah kriteria yang ke 3. Dia memiliki
keterpanggilan dalam melaksanakan tugas.
Orang yang
mempunyai pola pikir tinggi, etos kerja tinggi tetapi disiplinnya rendah maka
orang tersebut perlu dipaksa. Dalam membuat pemimpin, ada 5 teori khusus,
yaitu: pengarahan, penugasan, pembiasaan, pelatihan dan uswah hasanah yang
tidak terlepas dari kedisiplinan.
Dalam mendidik
ada 3 macam pendekatan yaitu:
1. Pendekatan
ideal
2. Pendekatan
program
3. Pendekatan
manusiawi
Kemauan itu
harus dibarengi dengan keinginan dan keterpanggilan. Karena motivasi
keterpanggilan sangat mempengaruhi jiwa seorang pemimpin/pengasuh. Kalau
motivasi keterpanggilannya tinggi, daya serap nasehat dan kepondokmodernannya
juga tinggi. Sebaliknya, kalau motivasi keterpanggilan itu rendah, maka daya
serapnya juga rendah.
Daripada
menjadi ekor kakap, lebih baik menjadi kepala ikan teri. Ini perumpamaan yang
sering K.H. Abdullah Syukri sampaikan kepada alumni yang diminta untuk
meneruskan sebuah Pondok yang hampir jatuh, karena dia itu hanya akan diperalat
saja. Lebih baik membangun Pondok Pesantren sendiri meskipun kecil daripada
meneruskan Pondok yang akan jatuh yang ujung-ujungnya hanya diperalat.
Pendidik itu
lebih baik daripada pemimpin, karena pendidik itu pasti pemimpin tetapi
pemimpin itu belum tentu pendidik. Wibawa seorang pemimpin bukan hanya dari
teknik atau cara memimpin namun juga dari jiwa dan seni kepemimpinannya.
B. Nyali Seorang Pemimpin
Kalian itu
nyalinya masih rendah: nyali bertindak, nyali mengambil keputusan dan
nyali mengambil inisiatif. Kalau tidak berbuat atau bertindak karena
keterbatasan kekuasaan, ini tidak jadi masalah. Asal jangan karena keterbatasan
inisiatif. Maka untuk meningkatkan nyali ada 3 cara:
1. Menguasai permasalahan.
2. Menyelesaikan permasalahan.
3. Terampil dalam menyelesaikan masalah, meskipun awalnya
hanya dengan mencoba-coba menyelesaikan masalah, lama-lama dia akan terampil
dalam menyelesaikannya.
Seorang pemimpin itu harus: ditakuti, disegani dan
diikuti. Kalau tidak demikian, maka dia akan diremehkan dan tugas yang
diperintahkan olehnya bisa jadi tidak munaffadz. Cuma pelaksanaan tugas oleh bawahannya
karena ikhlas atau takut atau segan? Sekarang tinggal bagaimana pemimpin itu
memahamkan bawahannya tentang tugas yang dikerjakan itu, agar nilai ikhlasnya
tinggi.
C. Transformasi Kepondokmodernan
Seorang
Pemimpin harus mampu mentransfer nilai-nilai kepada orang lain dengan
memperhatikan 3 hal. Dalam ibarat lain, ketika menyampaikan sesuatu ke orang
lain harus ada 3 hal yang perlu diperhatikan agar apa yang disampaikan itu bisa
diterima dengan baik:
1. Sistematika penyampaian
2. Retorika penyampaian
3. Materi yang disampaikan.
Penanaman kepondokmodernan adalah kunci kesuksesan dan
kemajuan Pondok. Makanya pada waktu kemisan guru-guru Pimpinan Pondok selalu
menyampaikan tentang kepondokmodernan, agar guru-guru itu tahu kemana arah
Pondok ini dan agar semuanya mengerti dan faham terhadap Pondok, beliau tidak
membicarakan dirosah islamiyyah karena dirosah islamiyyah bisa
melupakan kesadaran dan kefahaman seseorang terhadap Pondok. Namun, bisa saja
Kepondokmodernan itu sesekali dihubungkan dengan dirasah Islamiyah (ada
dalil dari al-Qur’an dan hadits).
Motivasi dalam diri seseorang bisa menambah dan
mengurangi kepondokmodernannya. Maka untuk menimbulkan motivasi ini, jiwa dan
filsafatnya harus sama dengan Pondok. Kalau tidak sama, dia tidak akan
termotivasi dalam melaksanakan tugas di Pondok, akhirnya kefahaman dan
kesadarannya terhadap Pondok pun sangat minim.
Maka berbicara atau menyampaikan sesuatu itu harus dari
dalam jiwa, bukan sekedar dari mulut saja. Dengan demikian akan masuk omongan
kita ke orang tersebut. Namun setruman terhadap filsafat, nilai dan sistem
tergantung kepada:yang memberi setruman dan siapa yang disetrum itu.
Kalau orang yang disetrum tidak senang dengan kita atau tidak seide dengan
Pondok, setruman itu pun tidak akan masuk.
Salah satu upaya Pimpinan Pondok membina guru-guru adalah
dengan memberika setruman tentang kepondokmodernan di Masjid Atiq setelah
sholat Maghrib, kemisan, pemanggilan ke rumah pimpinan, di ajak keliling pakai
mobil pimpinan dan lain sebagainya.
Yang sulit itu adalah membuat pengasuh-pengasuh Pondok
cabang yang mengerti Gontor, yang se-ide dan searah dengan Gontor, serta yang
mau dikaderkan menjadi pengasuh cabang tidak banyak. Kalau cuma membuat
guru/ustadz, mudah saja.
Setiap kegiatan di Pondok ini diisi dengan visi, misi dan
nilai kepondokmodernan, meskipun dengan ucapan takbir “Allahu
akbar” seperti sebelum bekerja atau sebelum ngecor, kelihatannya remeh
tetapi ini penting untuk membangkitkan semangat santri-santri, mendidik mental
dan menanamkan motivasi serta filsafat hidup yang baik dalam diri mereka.Gontor
itu maju karena menganggap penting hal-hal yang remeh.
Pimpinan Pondok atau siapapun dalam menyampaikan
pengarahan harus memakai i’dad maddiy dan ma’nawiy (sepenuh
hati) supaya masuk ke hati para Guru-guru KMI dan Santri, seperti menjelaskan
tentang kepondokmodernan, falsafah hidup pondok, kedisiplinan, sunnah pondok
(pergi ke masjid harus pakai peci, baju dimasukkan, dll).
Untuk memahami pondok secara keseluruhan maka harus
menyatu dengan pondok (integrated), yaitu:
1. Menyatu idenya
2. Menyatu progamnya
3. Menyatu jiwanya
4. Menyatu filsafat hidupnya.
D. Kekuatan Pondok
Kalau kita
kuat maka kita akan menguatkan orang lain, kalau kita menguatkan orang lain
maka orang lain akan menguatkan kita dan Allah pasti lebih menguatkan kita.
Kekuatan itu kita pakai yang mana akan menjadikan kita semakin kuat sedang yang
membuat kekuatan itu adalah kemauan. Kekuatan kita ini terletak pada:
1. Keikhlasan.
2. Ajaran-ajaran Gontor di KMI.
3. Disiplin pola fikir dan kegiatan.
Segala sesuatu di Pondok ini harus dengan disiplin yang
tinggi, bukan cuma disiplin ke masjid dan disiplin masuk kelas, tetapi juga
disiplin pola pikir, sikap dan tingkah laku. Kehebatan lembaga manapun di dunia
ini tergantung kepada disiplin. Termasuk di Pondok ini, disiplin adalah salah
satu faktor yang membuat Pondok kuat dan maju.
Salah satu yang membuat Pondok ini kuat adalah karena
Pondok ini mandiri, orang yang didalamnya pun mandiri. Mandiri disini adalah
mandiri dalam kebersamaan, bukan mandiri pribadi. Seperti Koperasi Pelajar,
Percetakan Darussalam, UKK, KUK dan unit-unit usaha lainnya adalah mandiri, tetapi
mandirinya untuk kebersamaan, salah satu pimpinan tidak ada yang menguasai unit
usaha itu untuk kepentingan pribadinya dengan dalih-dalih mandiri.
Al Qur’an yang kita baca dan perbuatan baik yang kita
laksanakan akan berupa makhluk yang mana makhluk-makhluk itu akan menolong
orang yang melakukanya nanti di kuburan dan di akhirat, maka gontor dengan
sekian banyak santri yang berbuat baik dan membaca alQur’an akan menimbulkan
sebuah kekuatan yang sangat dahsyat. Apabila ada Santri atau Guru yang melanggar
disiplin (mencuri) cepat atau lambat akan ketahuan.
E. Perang
Orientasi Pendidikan dan Pengajaran
Di Gontor ini perang orientasi pendidikan dan pengajaran.
Para Pimpinan Pondok sangat memperhatikan pendidikan, akhirnya beliaulah yang
menang. Jadi di pondok ini diperbanyak kegiatan ekstrakurikuler (Panggung
Gembira, Drama Arena, OPPM, Kepramukaan, Rayon, Latihan Pidato, bahkan di
ujianpun ada pendidikan) yang agak mengesampingkan pengajaran. Kegiatan ini
tidak apa-apa mengganggu pelajaran karena pendidikan di Gontor ini untuk
menimbulkan atau mendidik karakter building sehingga menimbulkan sikap, tingkah
laku dan pola pikir yang baik.
Di Pondok ini, kita harus menciptakan persaingan yang
sehat, baik itu antar santri, antar rayon maupun antar asatidz. Seperti
persaingan dalam belajar dan dalam perlombaan-perlombaan. Untuk menciptakan
persaingan sehat tersebut kuncinya adalah pengasuh harus mengadakan pendekatan
manusiawi, pendekatan program dan pendekatan ideal. Maka cara menggerakkan
Pondok ini kadang-kadang pemimpin harus terjun langsung.
Umur 12 tahun sampai 20 tahun adalah masa-masa paling
manjur untuk dididik mentalnya. Adapun umur di bawah itu juga tidak cocok untuk
pendidikan mental, karena mereka lebih senang bermain. Sedangkan umur mahasiswa
ke atas, lebih cenderung kepada pengajaran.
Pendidikan di Gontor harus dengan “Uswatun
Hasanah” berupa miliu, sedangkan miliu itu berupa figur,
keadaan/lingkungan, ketertiban dan penampilan yang serba prima. Pimpinan
menggunakan jas, peci, berpakaian rapi ini adalah uswah hasanah.
Kantor pimpinan terbuka agar:
1. Guru dan Santri bisa melihat apa yang dikerjakan
Pimpinan
2. Pimpinan
bisa melihat apa kegiatan santri
3. Open manajemen
F. Sistem di
Gontor
Di Pondok ini
banyak terdapat sistem. Ada sistem KMI, sistem pembuatan i’dad, penandatanganan
i’dad, muroqobatul fushul, tabkir, sistem mengajar, pengarahan direktur KMI,
sistem guru, sistem panitia ujian dan lain-lain. Ada juga sistem Pengasuhan
Santri, seperti: sistem mengatur kamar guru (penempatan guru yang sudah S1
tidak bisa disamakan dengan guru di bawahnya), pelajaran sore (KMI tidak boleh
ikut campur masalah pelajaran sore, karena itu wilayah Pengasuhan). Untuk apa
kelas 6 disuruh mengajar pelajaran sore? Agar mereka tahu cara mengajar,
belajar yang baik adalah mengajar.
Kalau
Pondok-pondok alumni yang ada masih loyal kepada nilai, sistem dan disiplin
Gontor, pasti maju.
Suatu hari,
Ust. Syukri pernah ditanya oleh seseorang “Ustadz koq selalu kelihatan
awet muda? Apa kuncinya?”.Jawaban beliau adalah “Kita harus selalu
optimis dan berfikir sederhana, yaitu apa yang mampu dikerjakan kita kerjakan
dan yang belum mampu dikerjakan nanti dulu”. Jawaban seperti ini
benar-benar direkam oleh orang tersebut dan dia amalkan, akhirnya dia berhasil.
Maka kita yang
ada di Gontor ini harus terintegrasi (menyatu) dan sejalan dengan Gontor,
mengerjakan segala macam kegiatan harus sungguh-sungguh li i’lai kalimatillah
sehingga Allah SWT pasti akan memberi ilham dan petunjuk kepada kita.
(Catatan ini
ditulis oleh Ust. Syamsul Efendi, ustadz di Gontor 1 bagian Pengasuhan Santri,
23 Maret 2011).