• L3
  • Email :
  • Search :

18 November 2022

November 1828

November 1828

Setiap November, setiap tahun tentu saja, teringatlah saya pada sebuah film pada masa 1979-1980-an awal. Film ini dibuat oleh Teguh Karya, sutradara kondang pada masa itu. Di Tabanan Bali, film diputar di bioskop Bali Theatre dan Kridha Teathre, dua buah bioskop di kota kecil tempatku tinggal. Hanya dua bioskop itu di Kabupaten Tabanan. Tiketnya waktu itu Rp75,00 untuk kelas dua, Rp100,00 untuk kelas satu dan Rp125,00 untuk VIP atau balkon. Harga semangkok bakso ukuran normal waktu itu adalah Rp25,00. Harga BBM kurang lebih Rp150,00 per liter bensin premium.


Saripati film November 1828 adalah Perang Diponegoro (1825-1830) atau lebih dikenal dengan Perang Jawa. Waktu itu konflik terjadi antara penjajah Belanda versus rakyat dan keraton Yogyakarta. Intrik politik terjadi di dalam keraton sehingga banyak mata-mata dan spionase berkembang pesat di dalam dan di luar keraton. Sentot Alibasjah Prawirodirdjo menjadi tokoh utama yang dikejar Belanda, hendak ditangkap. Beliau adalah orang yang dipercaya oleh Pangeran Diponegoro. Tidak seorang murid pun di Indonesia yang tidak pernah mendengar nama Diponegoro. Apalagi sudah dijadikan nama-nama jalan protokol di berbagai kota di Indonesia.

November 1828 mendapatkan pernghargaan sebagai film terbaik pada Festival Film Indonesia tahun 1979 di Palembang. Film sejarah P. Diponegoro tersebut memukau pemirsa. Sebelumnya, sudah pernah dibuat film perihal Pangeran Diponegoro pada tahun 1972 dengan judul Pahlawan Goa Selarong. Dekade 1970-an hingga 1980-an menjadi pertumbuhan secara geometrik film Indonesia. Pada masa itu, FFI menjadi acara yang ditunggu-tunggu di TVRI. Hanya satu stasiun televisi pada masa itu, yaitu TVRI. Pesawat TV pun masih sedikit sehingga orang-orang nonton bersama di rumah orang lain atau tetangga yang ada pesawat TV-nya. Listrik juga belum merata sehingga banyak pesawat TV yang dihidupkan dengan aki (accumulator). Aki ini harus disetrum (di-charge atau dicas istilah umumnya) setiap tiga hari atau bergantung penggunaannya.

Selain Teguh Karya Sang sutradara, film ini juga menjadi bernas lantaran aktor dan aktrisnya seperti Slamet Raharjo, El Manik, Rahmat Hidayat, Maruli Sitompul, Yenny Rachman, dan Sunarti Rendra. Mereka memerankan tokoh-tokoh yang menghidupkan film menjadi film perjuangan rakyat Jawa melawan penjajah Belanda. Di dalam kecamuk perang itu pun hadirlah para pengkhianat bangsa yang bertekuk lutut di hadapan koin emas dan perak, para mata-mata yang diasuh oleh Belanda demi jabatan perdikan dan kademangan. Yang menarik dan menjadi khas, ternyata karakter orang-orang pada masa Pangeran Diponegoro itu sama dengan karakter orang-orang sekarang, karakter banyak amtenaar, ponggawa daerah dan pangreh praja.

Adapun pembela rakyat adalah Kromoludiro, pengikut setia Pangeran Diponegoro yang ditangkap Belanda atas informasi yang diberikan oleh pengkhianat Demang Jayengwirono. Kromoludiro menyatakan bahwa pademangan yang berisi banyak maling tidak akan bisa mendirikan kabupaten. Jika kabupaten banyak memiliki maling, tidak akan mampu mendirikan kepatihan. Apabila kepatihan terdiri atas banyak maling, tidak akan bisa membuat kesultanan yang kukuh. Jika penduduk lebih banyak menjadi maling, maka Pulau Jawa ini lebih baik tenggelam saja ke dasar laut. 

November 1828 adalah satu abad sebelum Soempah Pemoeda pada 28 Oktober 1928. Terbentang empat generasi sejak Pangeran Diponegoro angkat senjata melawan Belanda sampai kesadaran pemuda Indonesia muncul dalam gerakan pemuda: Jong Celebes, Jong Ambon, Jong Sumatranen Bond, Jong Java, Jong Islamieten Bond, dll. Enam tahun lagi, tahun 2028, adalah peringatan dua ratus tahun perang patriotik rakyat Jawa melawan penjajah Belanda. 

Akankah hadir pemimpin kharismatik seperti Pangeran Diponegoro, Sentot Alibasjah Abdul Mustafa Prawirodirdjo, Kyai Modjo versi abad ke-21 ini?

Jer Basuki Mawa Bea, cita-cita luhur memerlukan pengorbanan. *

Jumat, 18 November 2022.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar