• L3
  • Email :
  • Search :

17 Desember 2024

Air Minum yang Memiskinkan

Air Minum yang Memiskinkan
Gede H. Cahyana
Pengamat Air dan Sanitasi UKRI
 
Mantan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan bahwa air minum kemasan (amik) menjadi salah satu sebab pemiskinan kelas menengah. Pemiskinan terjadi karena pergeseran konsumsi air minum dari air sumur atau air ledeng menjadi amik. Keajegan mengonsumsi amik menggerus pendapatan (income) secara signifikan. Selapis di bawahnya, masih di kelas menengah, terjadi peralihan ke air minum kemasan ulang (amiku). Kantor, sekolah, kampus, perusahaan besar biasanya menyediakan amik dalam botol plastik atau botol galon. Sedangkan kantor kecil menyediakan amiku dari depot air isi ulang.
 
Pemiskinan tersebut bisa dianalisis secara sederhana. Misalkan sebuah keluarga terdiri atas empat orang. Konsumsi rerata air minumnya 2 liter per orang sehari. Totalnya menjadi 8 liter sehari. Satu botol gallon berisi 18,925 liter (dibulatkan 19 liter). Air gallon tersebut akan habis dalam waktu 19/8 atau 2,4 hari. Dalam sebulan dibutuhkan 30/2,4 botol atau 12,5 botol. Harga rerata Rp15 ribu per botol gallon sehingga sebulan menjadi Rp187.500. Misalkan harga beras yang biasa dibeli kelas menengah-bawah adalah Rp12.000 per kilogram maka pembelian amik setara dengan 16 kilogram beras sebulan.
 
Pergeseran konsumsi terjadi karena kualitas air sumur atau air ledeng belum memuaskan. Belum memenuhi persyaratan Permenkes nomor 2/2023. Air sumur lebih banyak dikonsumsi oleh rakyat miskin. Di kawasan kumuh misalnya, air sumur bercampur rembesan septic tank sehingga mengandung bakteri E. coli, zat organik, zat beracun, deterjen. Air bekas cucian baju, beras, ikan, sayur dibuang di sekitar sumur sehingga rembesan masuk ke sumur. Di kampung padat penduduk air sumurnya bersebelahan dengan selokan. Air sumur tersebut juga digunakan untuk warung nasi, kuah sayur, atau racikan minuman anak-anak.
 
Sinyalemen Bambang Brodjonegoro dan kondisi riil air sumur adalah isu kritis yang patut dipertimbangkan dalam penyiapan makanan bergizi gratis agar air yang digunakan adalah air minum aman.
 
Air atau Pangan
Pada tahun 2023 FAO UN menyatakan bahwa Water is Life. Water is Food. Leave No One Behind. Orang mampu bertahan hidup tanpa makan daripada tanpa minum air. Secara spiritual air lebih utama daripada pangan dan energi. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup (Qur’an, al Anbiyya: 30). Agama Hindhu mengenal tirtha nirmala, tirtha kamandalu, amrta njiwani (Sansekerta). Legenda puisi Philip Larkin: If I were called in, to construct a religion, I should make use of water. Pindar berkata, ”Water is the best of all things.” Pasal 8 ayat 2 UU No. 17/2019 tentang Sumber Daya Air memberikan prioritas hak rakyat atas air dengan hirarki: (a) kebutuhan pokok sehari-hari (b) pertanian rakyat dan (c) kegiatan usaha melalui SPAM.
 
Tridaya air, pangan, energi (APE) sudah ditetapkan oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai poin kedua Asta Cita Kabinet Merah Putih (KMP). Tridaya yang saling berkaitan tersebut bisa menjadi sumber daya bagi yang lain dan bersifat dapat-balik (reversible). Produksi pangan membutuhkan air. Energi membutuhkan air khususnya PLTU (uap). Sebaliknya air bisa menghasilkan energi, yaitu PLTA (air). Transportasi pangan membutuhkan energi listrik atau fosil. Pengolahan air baku, transmisi dan distribusi membutuhkan energi listrik untuk pompa, reaksi zat kimia, dan peralatan mekanikal.
 
Namun demikian, Tridaya memiliki potensi konflik. Sejarah konflik air minum dan pertanian, peternakan, perikanan terjadi di banyak daerah, di dalam dan di luar negeri, dari zaman Babylonia sampai sekarang. Pertanian menggunakan air 72%, domestik 12%, industri 16% dari total air tawar yang tersedia (FAO UN, 2023). Konflik tersebut menjadi bukti bahwa air adalah objek vital nasional yang perlu dikelola dengan metode baru.
 
Evaluasi Program
Kesehatan manusia tidak hanya bergantung pada makanan bergizi tetapi juga air minum. UNEP melaporkan, 5 – 10 juta orang meninggal per tahun akibat penyakit yang berkaitan dengan air. Air minum mayoritas rakyat Indonesia, yaitu air sumur dangkal atau bukan jaringan pipa (BJP) belum berkualitas aman. BJP tersebar dari desa di gunung dan bukit hingga kampung nelayan di pantai. Kondisi BJP tidak baik-baik saja. Air sumur tidak terlindungi berbahaya bagi kesehatan rakyat. Maka perlu perluasan akses air minum aman BJP agar kesehatan masyarakat meningkat, bisa menghemat energi sehingga menguatkan kemampuan membeli pangan.
 
Perluasan juga perlu dilakukan pada jaringan pipa (JP) yang dikelola oleh BUMD AM agar mencapai target riil nasional 30% pada tahun 2024. Sungguh paradoks, hampir 80 tahun merdeka tetapi capaian JP sangat rendah. Riilnya pasti lebih rendah lagi apabila pipa bocor dan pipa tua penuh kerak endapan juga dievaluasi. Berapa persen target penambahan JP yang ingin dicapai oleh KMP selama lima tahun ke depan? Mampukah Indonesia memiliki total JP 50% pada HUT ke-100 (Indonesia Emas 2045)? Berapa persen target penambahan BJP yang terlindungi? Apakah KMP memberikan prioritas pada pembangunan JP ataukah BJP? Selain pembangunan baru, perlu juga program rehabilitasi JP yang bocor untuk mengurangi rekontaminasi di pipa distribusi.
 
Menilik isu tersebut maka program pembangunan air minum yang sudah dilaksanakan selama ini perlu dievaluasi. Satu di antara beberapa cara evaluasi diri adalah analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, threats). Hasilnya lantas dirumuskan menjadi peta-jalan (road-map) air minum nasional yang meliputi perencanaan, perancangan, pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, monitoring dan evaluasi. Kemudian diturunkan menjadi peta-jalan dalam skala kabupaten-kota atau provinsi.
 
Untuk membuat peta-jalan tersebut diperlukan metode baru. Apabila pembangunan sektor air minum hanya business as usual seperti berlangsung selama ini maka lima tahun ke depan tidak akan signifikan hasilnya. Hanya angka-angka capaian yang bias dan tidak riil. Sejak Orde Baru sampai sekarang pembangunan sektor air minum dan sanitasi terpisah dalam lokus kementerian sehingga bersifat departemen sentris atau ego-sektoral. Kementerian Kesehatan melaksanakan program air minum yang terpisah dan parsial dari Kementerian Pekerjaan Umum. Begitu pula dinas-dinas di kabupaten-kota di setiap provinsi. Koordinasi administratif juga memakan waktu di Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan. Belum melibatkan peran Kementerian Desa & Daerah Tertinggal dalam pemanfaatan dana desa untuk air minum.

Penyatuan kerja atau kerja sama (bukan sama-sama bekerja secara terpisah) diperlukan agar proses untuk mencapai air minum aman (JP dan BJP) lebih cepat dan biayanya terjangkau rakyat miskin. Hindarilah poor management hurts the poor most. Dengan demikian, rakyat tidak harus membeli amik kecuali saat rapat atau piknik saja. Penyatuan kerja tersebut bisa dalam bentuk dewan atau Badan Air Minum Indonesia.
 
Akhir kata, sebuah renungan. Kalau pandai meniti buih (permukaan air), selamat badan ke seberang. Kata Einstein, “Jangan mengharapkan hasil berbeda dengan cara/usaha yang sama!” *


 
ReadMore »