• L3
  • Email :
  • Search :

4 Oktober 2007

PAM di Perdesaan

Dimuat di Majalah Air Minum edisi 143, Agustus 2007.
Akankah kita mampu memenuhi target MDGs di sektor air minum pada tahun 2015? Apa saja peran masyarakat untuk membantu pemerintah dalam penyediaan air minum (PAM)?

Sektor air minum ialah hajat yang terus tumbuh, tak hanya di kota-kota tapi juga di desa-desa. Masalahnya, sedikit masyarakat yang paham cara memanfaatkan sumber airnya sehingga bergantung terus pada bantuan pemerintah. Padahal swadaya lebih potensial dalam pengelolaan air dan hanya perlu sedikit urusan dengan dinas-dinas, khususnya yang terkait dengan mata air (spring).

Faktanya, ada banyak sumber mata air tetapi lokasinya terpencil. Ada yang jauh, ada yang di bawah permukiman, ada juga yang tersebar di beberapa tempat sehingga kecil-kecil debitnya. Kalau mata airnya di bawah desa tentu perlu dipompa, perlu listrik atau generator set (genset). Bisa juga dibuatkan pembangkit listrik mikrohidro jika debitnya memenuhi syarat. Selain itu dapat dipasang pompa yang mampu menaikkan air tanpa listrik, yaitu pompa hydram (hydraulic ram automatic). Hanya saja, perolehan airnya 30 - 40% dari total air yang masuk ke pompa tersebut.

Komponen Sistem
Masyarakat sebetulnya mampu mendapatkan air minum secara swadaya. Tanpa bantuan konsultan pun dan tanpa harus menunggu bantuan teknis dan finansial dari pemerintah, warga perdesaan mampu memperoleh air minum secara ekonomis dan memenuhi aspek hidrolika dengan perhitungan sistem dan biaya yang minimal. Tak perlulah pendidikan setara sarjana karena sebatas kalkulasi matematis yang sederhana dengan pola pemipaan yang juga sederhana, tak banyak loop seperti dalam sistem PAM di perkotaan.

Jamak diketahui, sistem penyediaan air minum (SPAM) dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu sumber, instalasi, transmisi dan distribusi. Dari sisi rekayasa PAM yang meliputi aspek sumber daya air, teknologi instalasi, pola pemipaan dan hidrolikanya tentu butuh banyak waktu untuk mendesainnya. Apalagi kalau luas cakupan layanannya dan besar kebutuhan airnya. Namun demikian, khusus PAM di perdesaan ini, yang dibutuhkan warga ialah hal-hal praktis implementatif, dapat diterapkan oleh warga desa yang belum mengenal formula hidrolika. Di bawah ini dibahas ringkas komponennya.

Yang kesatu, sumber air. Bisa berupa mata air, bisa juga sungai atau danau. Yang ekonomis ialah mata air sebab kualitas fisika dan bakteriologinya sudah bagus. Secara kimia pun umumnya memenuhi syarat walau kadang-kadang kadar besi, mangan, dan kesadahannya berlebih. Agar aman pagarilah sekelilingnya dan buatkan bak tangkap mata air (Belanda: broncaptering). Debitnya bergantung pada jenis akifernya (aquifer, pepundi air) dan dipengaruhi oleh posisi lapisan kedap (impervious layer) di dalam pepundinya, apakah berupa air tanah bebas (unconfined aquifer) ataukah air tanah tak bebas (confined aquifer). Ini pun ditentukan oleh parasitas (perviousness) pepundi, bukan oleh porositas (porosity) pasir. Yang terbaik ialah mata air dari air tanah tak bebas atau artesis (artesian spring: istilah yang merujuk pada desa Artois di Prancis).

Yang kedua, instalasi. Kalau memanfaatkan mata air, tak perlulah instalasi seperti yang dibuat PDAM, yaitu pengolahan lengkap (complete treatment) untuk air sungai. Namun tetap bisa menggunakan pengolahan praktis untuk air sungai yang relatif jernih, belum terkontaminasi pestisida. Teknologi sederhana (appropriate technology) pengolahannya sudah ditulis di MAM ini dalam bentuk bermacam-macam filter tepat guna. Sebagai upaya preventif, berilah kaporit di bak tampungnya sebelum digunakan untuk memasak, menyikat gigi, berkumur-kumur, minum, dll.

Yang ketiga, transmisi. Antara lokasi mata air dan daerah permukiman pasti ada jaraknya, sependek apapun itu. Jarak ini harus ditempuh dengan memasang pipa penyalur air dari mata air ke bak tampung (reservoir) di dekat balai desa atau di lokasi tertentu yang tepat secara hidrolika. Pemipaan transmisi ini hendaklah dipasang di lokasi aman, di sisi jalan agar mudah dikontrol dan gampang diperbaiki. Kalau airnya berupa air baku, biasa disebut pipa transmisi air baku. Kalau yang dibawanya air bersih, yaitu air olahan, baik hanya diberi kaporit maupun diolah secara lengkap, biasa disebut pipa transmisi air bersih.

Berkaitan dengan transmisi ini, catatlah lokasi dan lebar sungainya agar dapat dihitung kebutuhan jembatan pipanya. Tapi usahakan hindari sungai agar tidak ada jembatan pipa sehingga biayanya murah. Letakkan pipa mengikuti alur atau profil tanah, hindari lokasi yang sulit dijangkau. Sediakanlah alat penguras (blow off) di lokasi dekat sungai atau selokan dan dipasang di tempat terendah untuk membuang lumpur (kalau ada) dan membuang air kalau ada kerusakan (darurat, emergency). Bergantung pada elevasinya, mungkin perlu dibuatkan bak pelepas tekanan (BPT) di tempat tertentu di sepanjang pipa transmisi.

Yang keempat, distribusi, yaitu daerah layanan (servis). Di desa biasanya terdiri atas rumah penduduk, balai desa, masjid, sekolah dasar, dan puskesmas. Mungkin ada juga industri kecil, pabrik tahu, tempe, kue, dll. Bisa juga dibuatkan bak tampung (reservoir distribusi) di tempat tertinggi di desa itu. Dipilih tempat tertinggi agar airnya bisa mengalir ke rumah penduduk yang terjauh dan masih memiliki tekanan sisa (residual head) minimal 5 meter kolom air. Bak tampung ini pun berfungsi mengumpulkan air saat tidak digunakan, misalnya pada malam hari dan memasok air tambahan ketika banyak yang menggunakannya pada pagi dan sore hari.

Tahap Kerja
Prinsipnya, semua pekerjaan seperti iuran, perencanaan, pekerjaan fisik, dan membeli barang dilaksanakan dengan gotong-royong. Warga desa yang tamat SMA, SMK, atau MA dapat berperan sebagai “konsultan” perencana untuk menghitung panjang pipa, diameter, aksesoris pipa, lokasi bak tampung, kran umum, sambungan rumah, dan kebutuhan konstruksinya. Pembagian air di antara warga desa wajib dimusyawarahkan untuk menihilkan dampak negatifnya seperti berebut air. Berikut ini tahap kerjanya.

Tahap satu, pilihlah sumber airnya. Jika ada satu mata air, tentu tak perlu memilih. Kalau lebih dari satu, pertimbangkanlah debitnya. Pilih yang terbesar. Debit terbesar ialah debit minimum menjelang musim hujan dan harus lebih besar daripada kebutuhan air total warga desa. Perlu diketahui juga debit reratanya. Debitnya itu dapat dihitung dengan mudah. Sediakanlah ember yang sudah diketahui volumenya dan arloji atau stopwatch. Tampunglah air sambil diukur dengan stopwatch. Volume ember dibagi kebutuhan waktu untuk mengisinya sama dengan debit, dalam liter per detik.

Dari beberapa mata air itu, prioritas pertama ialah artesian spring, lalu gravity spring, dan surface (atmospheric) spring. Pilihlah yang terdekat dengan desa agar murah biaya pipa dan galiannya dan mudah dipantau. Usahakan yang lebih tinggi elevasinya agar mampu mengalir ke tempat terjauh di desa. Tentang pembuatan broncaptering, berhati-hatilah agar tinggi muka airnya tidak bertambah karena dapat mengalihkan titik keluar airnya, pindah ke lain tempat. Kalau ini terjadi, rugilah pembuatan bak tampung mata airnya dan hanya menjadi monumen.

Tahap dua, hitunglah kebutuhan air seluruh warga untuk mengetahui besaran sistem, yaitu debit air yang mencukupi kebutuhan semua orang di desa itu. Lakukanlah survei sederhana berkaitan dengan jumlah kepala keluarga, jumlah orang per keluarga, kebutuhan air rerata untuk masak, mandi, cuci, kakus, kebun, dll., termasuk untuk fasilitas umum dan sosial. Pekerjaan ini memakan waktu dan tenaga. Bisa juga minta data nomogram dan data sensus penduduk. Kalau ini pun sulit didapat, perkirakan saja kebutuhan airnya 50 – 60 liter per orang per hari (loh) untuk sambungan rumah dan 30 loh untuk kran umum. Angka ini sudah mencukupi untuk perdesaan.

Tahap tiga, tentukan jumlah pelanggan dan kran umum. Pelanggan rumah ialah orang yang menerima air langsung di rumahnya dan dipasangi meter air untuk mengetahui pemakaian airnya per bulan dan ini menentukan jumlah air yang wajib dibayarnya. Bagaimanapun, air ini tetap harus dibayar untuk biaya operasi seperti pembelian kaporit dan perawatan (penggantian) pipa serta sumber air. Juga untuk honor petugas penjaga mata air dan jaringan pipanya. Warga hendaklah sadar bahwa iuran itu justru untuk memudahkan mereka dalam memperoleh air, bisa hidup lebih bersih dan sehat.

Selain pelanggan-rumah atau sambungan rumah, ada lagi yang berlangganan secara kolektif lewat kran umum. Mereka pun tetap harus iuran untuk operasi dan perawatan pipa tetapi lebih murah ketimbang pelanggan-rumah. Tentu saja besar tarif airnya bisa dimusyawarahkan dengan masyarakat dan aparat desa. Terkait dengan kran umum ini, tempatkanlah di dekat sekelompok rumah. Satu kran umum bisa untuk 10 – 15 rumah. Angka ini pun bisa berubah sesuai dengan debit airnya, volume tangki yang dibuat dan kebijakan yang diambil warga, khususnya “konsultan” air. Adapun reservoirnya dibuat di lokasi tertinggi di desa itu atau dalam bentuk tangki tinggi (elevated tank).

Tahap empat, peletakan pipa. Pasanglah pipa di tepi jalan utama agar mudah dipantau dan cepat diketahui jika ada yang pecah. Catat dan tandai jalan, sungai, jembatan, selokan, sawah, kanal, dll pada peta desa. Buatlah lajur pipa yang terpendek agar lebih murah dan pilihlah jenis pipanya. Pilih pipa yang relatif murah tetapi kuat, yaitu yang mampu menahan tekanan kerja air minimal 10 bar atau 10 atmosfer alias 100 meter kolom air. Bahannya bisa PVC, baja, besi tuang, dll. Di desa umumnya digunakan pipa PVC kecuali kasus tertentu yang terkait dengan kondisi lapangan yang berbatu, tanahnya labil, melewati sungai lebar, kanal, dll.

Tahap lima, operasi-rawat. Tahap akhir ini jauh lebih berat ketimbang pengerahan dana dan daya masyarakat. Banyak PAM di perdesaan yang akhirnya menjadi pipa tanpa air dan tak terawat lantaran masyarakat tidak merasa ikut memilikinya. Tak ada sense of belonging. Oleh sebab itu, PAM di perdesaan sebetulnya bisa langgeng beroperasi kalau dirawat oleh warga desa dan semuanya bertanggung jawab, apalagi kalau berasal dari kerja keras dan keringat semua warga desa. Di sinilah pentingnya mengajak semua warga desa sejak awal ide, perencanaan, pembelian pipa, konstruksi dan operasi-rawatnya.

Demikian dan selamat mencoba menyalurkan air dari kaki gunung atau dari mana saja ke desa masing-masing. Jadilah partisipan dalam membangun sektor keairan khususnya air minum demi kesehatan kita dan menambah poin dalam MDGs.*

2 komentar:

  1. Assalamu alaykum pak Gede.
    Apa kabar? lama tak berjumpa.
    Tulisan Pak Gede tentang PAM di Perdesaan menarik untuk saya baca. Kebetulan saya sedang melakukan penelitian air minum perdesaan di Jawa Timur.
    Salam untuk keluarga, maaf, atur nuhun. Wassalam

    BalasHapus
  2. Wa 'alaikum salam Pak Ali..

    Waduuh... betul, sudah lama nggak jumpa. Semoga program S3 Pak Ali cepat tuntas.

    Moga tulisan itu bermanfaat.

    Salam untuk keluarga.

    BalasHapus