Cikarang Memiliki Oxidation Ditch Terluas di ASEAN
Oleh Gede H. Cahyana
Hari Air dan Hari Bumi 2009
Peringatan Hari Air dan Hari Bumi 2009 digelar oleh Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Kebangsaan. Pembicara pada kegiatan tersebut adalah Prof. Dr. Ir. Benny Chatib, M.Sc, guru besar di TL ITB, yang juga dosen saya di S1 dan S2 dulu, kemudian Dr. Ir. Mubiar Purwasasmita, dosen di Teknik Kimia ITB, juga dosen saya, dan Dr. Ir. Setiawan Wangsaatmaja, M.Eng, seorang teman waktu kuliah di Teknik Lingkungan ITB yang sekarang menjadi Kepala BPLHD Provinsi Jawa Barat.
Ucapan terima kasih atas kesuksesan acara itu
diberikan kepada mahasiswa di HMTL Wasser UK dan himpunan mahasiswa
lainnya seperti Komunikasi dan Informatika serta mahasiswa lainnya yang
antusias dalam gelaran ini. Begitu juga kepada dosen-dosen yang hadir
dan bertanya jawab dengan narasumber.
Sambutan rektor terlampir. Karena tidak bisa ditulis di dalam blog ini, yaitu huruf Arab dan tanda tangan rektor, maka sambutan tersebut diubah menjadi jpg seperti di bawah ini.
Assalaamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah wa syukurillah, la haula wa laa quuwata illaa billahi ‘aliyil ‘adhiim, Allahumma shali ‘ala sayyidina Muhammad wa ’ala alihi sayyidina Muhammad. Dengan rendah dan tulus hati serta kesederhanaan pula kegiatan seminar Hari Air dan Hari Bumi tahun 2009 dapat berlangsung hari ini di kampus Universitas Kebangsaan Bandung.
Terima kasih saya sampaikan kepada nara sumber yang terhormat: Prof. Dr. Ir. Benny Chatib, M.Sc, pakar lingkungan dari Teknik Lingkungan ITB, Prof. Dr. Ir. Mubiar Purwasasmita, selaku ketua Dewan Pakar DPKLTS, dan Dr. Ir. Setiawan Wangsaatmaja, M.Eng selaku Kepala BPLHD (Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah) Provinsi Jawa Barat.
Terima kasih juga kepada para dosen dan karyawan Universitas Kebangsaan, para guru, murid SMA/SMK/M. Aliyah, para mahasiswa, aktivis LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), warga Bandung umumnya dan kepada Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan “Wasser” yang telah menyiapkan kegiatan ini sejak sebulan terakhir, semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan ridho-Nya kepada kita semua. Amiin.
Hadirin yang saya muliakan, Hari Air yang jatuh pada tanggal 22 Maret dan Hari Bumi pada 22 April nanti memiliki keterkaitan yang erat dengan pasal 33 UUD 1945 dan secara jelas tertulis bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Air berperan penting pada kehidupan dan tak satu mahluk pun dapat hidup tanpa air. Tetapi sayang, manusia telah banyak melakukan kerusakan di muka Bumi dan apa yang telah dilakukan manusia ini bertentangan dengan tuntunan al Qur’an Surat Al A'raaf ayat 56 dan Surat al Baqarah ayat 22:
Bencana akibat kerusakan lingkungan terus terjadi, silih berganti. Situ Gintung Tangerang merupakan kasus terkini yang boleh jadi bukan yang terakhir, tetapi kita berharap semoga bencana Situ Gintung yang telah mengakibatkan ratusan korban jiwa itu akan menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Di Bandung misalnya, hanya dengan curah hujan yang sedang saja, banjir sering terjadi meskipun berupa banjir Cileuncang atau genangan setempat. Banjir akan memboroskan bahan bakar kendaraan karena macet dan menimbulkan banyak kerusakan. Di Bandung Selatan lebih parah lagi, luapan Sungai Citarum sudah terlalu sering, malah disinyalir Bandung Selatan akan selalu banjir, sampai kapanpun, selama aliran Sungai Citarum belum dinormalisasikan.
Bandung sebagai kota besar dengan penduduk 2,5 juta orang, sampah menjadi masalah besar. Bencana longsor gunung sampah di Tempat Pembuangan Akhir di Leuwigajah dengan korban meninggal ratusan orang menjadi catatan buruk sejarah persampahan di Indonesia. Oleh sebab itu, sampah di Bandung diharapkan tidak akan menimbulkan bencana baru lagi, misalnya dengan dibakar di PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah). Teknologi yang berpotensi mencemari lingkungan udara dan juga air hendaknya dikaji tidak hanya dari sudut kemampuan teknologinya tetapi juga dari sisi kesiapan sumber daya manusianya.
Dengan Akal Semesta kita dapat mengetahui bahwa luas Bumi sekitar 510 juta km2, terdiri atas 148,5 juta km2 (29,12%) daratan dan 361,5 juta km2 (70,88%) lautan. Di daratan tersebut terdapat gunung-gunung bagai pasak/paku Bumi, ladang penggembalaan/padang rumput serta padang pasir seluas 62,10 juta km2. Kutub Utara dan Selatan seluas 12,5 juta km2. Bumi yang berupa daratan yang telah dibudidayakan manusia baru sekitar 9,00% saja yang telah dapat menghidupi manusia sejak Adam a.s dan Siti Hawa serta anak cucunya hingga sekarang masih berjumlah sekitar 6,55 miliar orang. Di Bumi tersebut telah dihuni pula oleh hewan dan tumbuh-tumbuhan serta binatang renik lainnya.
Jumlah air di Bumi dan langit pertama dari Bumi sekitar 1,4 milyar km3 yang terdistribusi menurut lokasinya: di laut sebanyak 97,75%, di Kutub Selatan dan Utara serta di puncak gunung yang tinggi sebanyak 1,75%, di daratan sebanyak 0,40% dan di awan sebanyak 0,10%. Dari air yang di darat dan di awan tersebut telah dapat menumbuhkan pohon berkayu yang berdiameter 15 cm atau lebih berjumlah sebanyak 250.689.344.539.909 pohon (UNDP, Juni 2008). Namun pada hari ini jumlah tersebut telah berkurang karena telah ditebangi manusia dan tumbang karena longsor dan banjir di Bandung dan daerah lainnya. Jumlah air di dunia tersebut telah berabad-abad relatif konstan, hanya kualitasnya yang makin menurun karena ulah manusia.
Hadirin yang saya hormati, pada masa depan, air baku sebagai air yang siap layak diolah akan berkurang jumlahnya dan makin buruk pula kualitasnya. Ini merupakan tantangan besar dan berat bagi para pengelola PDAM. Pada tahun 2008 lalu pemerintah pusat sangat berharap kepada para pengelola PDAM agar mampu menambah 10 juta sambungan baru air minum. Mampukah PDAM mewujudkannya? Di lain pihak, air minum kemasan berbagai merek semakin banyak dan sudah masuk ke pelosok desa sehingga menambah banyak sampah plastik di mana-mana. Membakar sampah plastik itu bukan tindakan bijak tetapi mendaur ulang dan menggunakannya kembali di sektor informal adalah solusi yang lebih ramah lingkungan. Masalah pokoknya, mengapa air yang per m3 hanya seharga Rp700,- diminta PDAM yang mengelola, sedangkan air kemasan per liter seharga Rp1.000,- diberikan kepada swasta? Kebijakan semacam ini jelas tidak adil dan telah melanggar UUD 1945 pasal 33 tersebut.
Sebagai akhir kata, masalah tanah/Bumi dan air masih banyak yang belum terselesaikan. Semoga kita pada hari ini memperoleh ilmu dan masukan baru dari para pakar di bidangnya masing-masing. Semoga Seminar Hari Air dan Hari Bumi ini dapat membuka wawasan kita tentang kelangsungan kehidupan di Bumi/tanah dan air, khususnya di Bandung/Jawa Barat dan di Indonesia/Dunia pada umumnya.
Demikian yang dapat kami sampaikan selaku Rektor Universitas Kebangsaan Bandung. Dan dengan mengucapkan Bismillaahirahmaanirrahiim, seminar ini saya buka secara resmi. Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bandung, 11 April 2009.
Rektor
Prof. Dr. H. Suroso Imam Zadjuli, S.E
NIP. 130 355 369