Tulang punggung negara, pembela bangsa, penerus generasi. Itulah jargon yang ditempelkan pada pemuda. Lewat Sumpah Pemuda, Jong Java, Jong Celebes, Jong Islamieten Bond, Jong Ambon, Jong Sumatranen Bond, dll berjanji bersatu untuk kemerdekaan Indonesia yang tercapai kira-kira 17 tahun kemudian. Perjuangan pemuda saat itu dikendalikan oleh kalangan terdidik, yaitu pemuda “sekolahan”. Selain vokal berpidato di dalam negeri lewat gerakan demonstrasinya, pemuda juga vokal lewat tulisannya. Pentolan pemuda yang dikenal sebagai aktivis pergerakan kebangsaan ini rajin menulis dalam bentuk selebaran, baik dalam bahasa Jawa, Melayu, maupun Belanda. Gaung gemanya bahkan sampai ke Belanda, negara penjajah Indonesia, disuarakan dan “dituliskan” oleh mahasiswa Indonesia yang kuliah di negeri kincir angin itu.
Yang patut digarisbawahi adalah kata “dituliskan”. Tanpa tulisan, mustahil ide dan gerakan pemuda pada masa itu dapat diketahui banyak orang dan menyebar ke seluruh dunia. Itu sebabnya, pentolan pemuda masa itu selalu bergelimang dengan buku, majalah, koran, dan selebaran. Lewat material tulisan itulah mereka lantang berteriak dan terdengar hingga ke pelosok, meskipun memakan waktu berhari-hari. Bahkan bulanan. Boleh jadi juga tahunan untuk daerah dusun pelosok sehingga ada kasus “lucu yang tak lucu” yaitu ketika tahun 1950-an banyak orang yang belum tahu bahwa Indonesia sudah merdeka, sudah belasan tahun merdeka. Ini terjadi karena mereka tidak mendapat kabar sama sekali.
Kejadian “lucu yang menyedihkan” itu tentu dapat dimaklumi pada masa itu karena komunikasi sangat sulit, alat telefon nyaris barang asing. Radio pun tak banyak dan televisi belum ada. Namun...., pada masa sekarang, semuanya berbalik 180 derajat. Teknologi komunikasi sudah canggih. Negara menjadi tak berbatas, dunia seolah-olah selebar daun kelor karena semua kejadian dapat diketahui dalam sekejap mata. Internet, meskipun bagai pisau bermata dua, sudah menyulap pola komunikasi antarmanusia di “kampung dunia” ini. Dengan FB misalnya, kawan di tengah hutan dapat dilihat aktivitasnya. Yang di lepas pantai tampak berpose di tengah badai dan gelombang dalam suasana realtime. Kejadian di bulan pun dapat disaksikan sambil ngemil buntil.
Semuanya gara-gara internet. Andaikata pemuda Natsir, Kasman Singodimedjo, Syahrir, Soekarno, Hatta, dll sudah mengenal internet pada waktu itu, mungkin efeknya jauh lebih dahsyat pada kemerdekaan Indonesia. Tapi..., hal itu tak mungkin terjadi. Semuanya sudah menjadi sejarah. Tinggal sekarang adalah pemuda masa kini, masa internet ini. Pemuda progresif yang memanfaatkan internet secara positif. Kata Menkominfo yang sekarang menjadi Mendiknas, pemuda harus memanfaatkan internet untuk kemajuan bangsa dan negara dan bisa ditempuh lewat blog. Menjadi blogger yang positif, bukan blogger atau netter yang mengunggah pornografi, baik demi kesenangan maupun demi uang.
Tentu saja menjadi blogger tidak harus di blogspot, blogsome, wordpress tetapi bisa juga di facebook. Berkaitan dengan blog ini, patutlah kita menyebut nama Enda Nasution karena telah memulai perluasan blogger di Indonesia lewat tulisannya di enda.goblogmedia.com. Mudah-mudahan Menkominfo yang baru, Pak Tifatul Sembiring, dapat lebih meluaskan canangan Hari Blog Nasional ini kepada semua pemuda agar makin meluaskan ilmu dan teknologi kepada semua orang, khususnya orang Indonesia. Agar pemuda/di Indonesia makin cinta Indonesia lewat tulisan, wajarlah pada Hari Blog Nasional dan Hari Sumpah Pemuda ini dipadukan dalam satu frase, yaitu: Pemuda/di Go Blog. Pemuda/di menuju blog, menjadi blogger yang positif.*
Kamus rahasia: Blog lawannya goblog. (Bali: Belog = bodoh).
ReadMore »
Yang patut digarisbawahi adalah kata “dituliskan”. Tanpa tulisan, mustahil ide dan gerakan pemuda pada masa itu dapat diketahui banyak orang dan menyebar ke seluruh dunia. Itu sebabnya, pentolan pemuda masa itu selalu bergelimang dengan buku, majalah, koran, dan selebaran. Lewat material tulisan itulah mereka lantang berteriak dan terdengar hingga ke pelosok, meskipun memakan waktu berhari-hari. Bahkan bulanan. Boleh jadi juga tahunan untuk daerah dusun pelosok sehingga ada kasus “lucu yang tak lucu” yaitu ketika tahun 1950-an banyak orang yang belum tahu bahwa Indonesia sudah merdeka, sudah belasan tahun merdeka. Ini terjadi karena mereka tidak mendapat kabar sama sekali.
Kejadian “lucu yang menyedihkan” itu tentu dapat dimaklumi pada masa itu karena komunikasi sangat sulit, alat telefon nyaris barang asing. Radio pun tak banyak dan televisi belum ada. Namun...., pada masa sekarang, semuanya berbalik 180 derajat. Teknologi komunikasi sudah canggih. Negara menjadi tak berbatas, dunia seolah-olah selebar daun kelor karena semua kejadian dapat diketahui dalam sekejap mata. Internet, meskipun bagai pisau bermata dua, sudah menyulap pola komunikasi antarmanusia di “kampung dunia” ini. Dengan FB misalnya, kawan di tengah hutan dapat dilihat aktivitasnya. Yang di lepas pantai tampak berpose di tengah badai dan gelombang dalam suasana realtime. Kejadian di bulan pun dapat disaksikan sambil ngemil buntil.
Semuanya gara-gara internet. Andaikata pemuda Natsir, Kasman Singodimedjo, Syahrir, Soekarno, Hatta, dll sudah mengenal internet pada waktu itu, mungkin efeknya jauh lebih dahsyat pada kemerdekaan Indonesia. Tapi..., hal itu tak mungkin terjadi. Semuanya sudah menjadi sejarah. Tinggal sekarang adalah pemuda masa kini, masa internet ini. Pemuda progresif yang memanfaatkan internet secara positif. Kata Menkominfo yang sekarang menjadi Mendiknas, pemuda harus memanfaatkan internet untuk kemajuan bangsa dan negara dan bisa ditempuh lewat blog. Menjadi blogger yang positif, bukan blogger atau netter yang mengunggah pornografi, baik demi kesenangan maupun demi uang.
Tentu saja menjadi blogger tidak harus di blogspot, blogsome, wordpress tetapi bisa juga di facebook. Berkaitan dengan blog ini, patutlah kita menyebut nama Enda Nasution karena telah memulai perluasan blogger di Indonesia lewat tulisannya di enda.goblogmedia.com. Mudah-mudahan Menkominfo yang baru, Pak Tifatul Sembiring, dapat lebih meluaskan canangan Hari Blog Nasional ini kepada semua pemuda agar makin meluaskan ilmu dan teknologi kepada semua orang, khususnya orang Indonesia. Agar pemuda/di Indonesia makin cinta Indonesia lewat tulisan, wajarlah pada Hari Blog Nasional dan Hari Sumpah Pemuda ini dipadukan dalam satu frase, yaitu: Pemuda/di Go Blog. Pemuda/di menuju blog, menjadi blogger yang positif.*
Kamus rahasia: Blog lawannya goblog. (Bali: Belog = bodoh).