Ciptakan "Ikan Hiu” Demi Hidup
Oleh Gede H. Cahyana
Alkisah, pada suatu masa, ada nelayan Jepang yang kerapkali melaut di lepas pantai Pulau Hokaido. Berhari-hari
mereka diombang-ambing gelombang, dibanjur tampias ombak dan diterpa panas
mentari serta “ditusuk” dingin angin malam. Tetapi jarang mereka menemukan ikan
tangkapannya dalam kondisi segar sehingga harganya murah kalau dijual. Mereka lantas menyediakan
bak yang diisi es balok. Semua ikan tangkapan dimasukkan ke dalam pendingin itu.
Tetapi..., tetap saja ikan-ikan itu tidak segar begitu tiba di darat. Harganya
pun tetap rendah.
“Harus dicoba cara
lain”, pikir Yamasaki, nelayan yang tiga anaknya juga menjadi nelayan, membantunya
menangkap dan menjual ikan ke restoran.
Mereka lalu membuat
kolam di dalam perahu. Ikan-ikan
tangkapannya langsung ditaruh di kolam itu. Namun, lagi-lagi ikan-ikannya tak segar begitu tiba di pantai.
Malah ikan-ikannya tampak lemah, tidak gesit berenang dan mudah ditangkap.
“Bagaimana caranya...?”
Yamasaki termenung. Empat hari kemudian muncullah idenya. Ia menempatkan seekor anak hiu ke
dalam kolam ikan itu. Satu dua ikan mulai dimakan anak hiu. Ikan ketiga,
keempat....ketiga puluh lima dan terus... Entah sudah berapa banyak ikan
tangkapannya dimakan hiu. Ikan yang selamat atau selamat sementara akhirnya
HARUS terus bergerak agar tidak dimakan hiu. Yang terus BERENANG ke sana-sini
akhirnya selamat dan segar sampai di darat.
Masalah itu mirip
dengan hiu di kolam tadi. Bagi ikan, hiu adalah masalah besar. Ada ikan yang
mati karena tidak gesit berenang dan malas bergerak. Tetapi ikan yang terus
bergerak dan waspada malah sehat dan bugar. Otot-ototnya kian kuat sehingga
makin cepatlah berenangnya. Ia survive
justru akibat adanya tantangan. Jadi..., ikan yang selamat sampai ke pantai
patutlah bersyukur karena punya tantangan. Tanpa tantangan... terbukti
ikan-ikan lainnya mati sebelum tiba di pantai. Atau, ada tantangan... tetapi
karena malas bergerak dan enggan berpikir serta tidak bersyukur diberi
tantangan maka akhirnya... mati!
Lalu... kenapa kita
malah bertanya-tanya, "kenapa kita yang diberi tantangan berat ini?" Dilihat dari
sisi berpikir positif, tantangan yang selalu menerpa kita akan menguatkan
“otot” hidup kita, seperti otot ikan di atas. Tantangan pasti menyebabkan kita
terus berpikir dan berupaya untuk mengatasinya. Mahasiswa pasti lebih berat tantangan ujian, skripsi, Tugas Akhir daripada murid SD. Maukah mahasiswa diberi tantangan menjawab soal ujian dan tugas-tugas untuk murid SD?
Tantangan
itu akan dapat diatasi kalau kita bekerja di bidang tugas masing-masing dengan
rasa tanggung jawab. Kalau melihat teman malas-malasan, kita jangan ikut
bermalas-malasan. Apalagi punya pikiran, “dia malas tapi gajinya sama dengan
aku yang rajin.” Memang, kelihatannya gajinya sama tetapi... pasti berbeda
berkahnya. Malah..., bekerjalah yang banyak karena akan banyak juga balasan-Nya. Bekerja itu pun tidak
selalu harus fisik. Bisa juga duduk-duduk tetapi otak terus berpikir dan jari
tangan mengetik di komputer.
Bekerja adalah bagian dari belajar, dan belajar
perlu tantangan, seperti hiu. Kita harus mampu menciptakan “hiu” yang mengejar dan
menguntit kita ke mana pun kita pergi agar pikiran tetap “hidup”. Lantas, apa bentuk ikan “hiu” yang Anda ciptakan? **
Tidak ada komentar:
Posting Komentar