Wisata di Berau, Kalimantan Timur
Wisatawan dipersulit untuk menikmati libur akhir tahun 2020 ke Bali. Pemerintah pusat memperketat arus masuk dengan mewajibkan hasil uji PCR H-2 hingga H-7. Tentu ada pro-kontra. Ada yang setuju, ada yang menentang. Ke mana yang mirip objek di Bali? Tentu banyak. Bisa Lombok, bisa Labuan Bajo, atau Losari.
Bisa juga ke Borneo. East Borneo. Wisatawan bisa beralih ke Kalimantan Timur yang tidak harus menunjukkan hasil uji PCR kepada petugas bandara tetapi cukup hasil uji rapid antigen plus mengisi formulir eHAC domestic. Begitu juga masuk ke Berau lewat bandara Kalimarau, hanya perlu memperlihatkan hasil uji rapid antigen dan code eHAC tersebut. Orang yang masih awam dengan internet, seperti orang lanjut usia, atau tidak membawa ponsel, bisa ditolong oleh petugas bandara. Mereka welcome dan well groomed.
Bandara Kalimarau ini relatif luas untuk ukuran bandara di kota sedang. Hanya butuh waktu tidak sampai 30 menit menuju ibukota Tanjung Redeb, menuju lokasi penginapan. Derajat hotel bervariasi, mulai dari kelas Melati hingga berbintang. Di Kabupaten Berau tercatat ada 107 unit hotel, 10 unit resort atau cottage, dan 172 unit homestay. Tarif per hari/malam antara Rp200.000 hingga Rp800.000. Biasanya ada diskon di hotel besar, seperti Hotel Palmy, Hotel Grand Parama. Harga Rp.700.000 bisa menjadi Rp.550.000 plus sarapan dan kopi-snack. Tidak beda dengan hotel berbintang di Bali.
Yang gencar dipromosikan oleh pemerintah Berau adalah Labuan Cermin berair bening. Di tengah udara dan hembusan angin panas, air danau menjadi pelepas dahaga kaki yang direndam. Pantai Biduk-Biduk, Kakaban Island, Begitu juga objek di Pulau Derawan dan Pulau Maratua. Maratua adalah pulau terluar Indonesia dan menjadi Kawasan Strategis Nasional. Selain jalur laut, bisa juga naik pesawat Susi Air dari Kalimarau ke Maratua. Ongkosnya Rp.500.000-an. Sedangkan P. Derawan relatif dekat dan menjadi tujuan wisata prioritas bagi warga setempat dan Kalimantan Timur umumnya. Kapal kayu dan perahu yang dilengkapi motor listrik menjadi alat transportasi. Kalau bernyali dan berani maka bisa keliling susur sungai dan laut di antara pulau dengan perahu motor.
Memang ada kekurangannya. Kekurangan DTW di Berau dibandingkan dengan ke Bali bagi orang yang tinggal di Pulau Jawa adalah waktu tempuhnya yang lama. Pesawat harus transit dulu di Balikpapan atau di Samarinda. Apabila berangkat pagi dari Jakarta, Bandung, Jogja (Kulonprogo), Surabaya, maka sore barulah terbang ke Berau. Artinya, boros waktu 12 jam yang juga berarti keluar uang akomodasi. Berbeda dengan ke Bali. Berangkat pagi, siang sudah tiba di hotel, sore sudah bisa jalan-jalan sore (JJS) di Legian, Seminyak, Kuta, atau Sanur. Besoknya sudah bisa mendaki Uluwatu dan Garuda Wisnu Kencana, turun ke Pantai Pandawa, lalu Taman Ayun, bahkan bisa ke Ubud dan belanja oleh-oleh di Sukawati. Banyak DTW yang dikunjungi dalam 12 jam.
Tapi maklum saja karena Berau itu luas sekali. Mulai dari daerah hulu yaitu Kecamatan Kelay dan Segah, hingga ke pesisir. Luasnya kurang-lebih 34.000 km2. Hampir sama dengan Provinsi Jawa Barat: 35.400 km2. Berau adalah kabupaten, bukan provinsi. Adapun Provinsi Bali luasnya 5.600 km2. Jumlah penduduk Berau hampir 240.000 orang tahun 2020 ini. Jumlah penduduk Provinsi Bali hampir 4,4 juta orang tahun 2020 ini. Batubara adalah harta karun hitam yang luar biasa tetapi bagai buah simalakama antara uang APBD-APBN dan konservasi lingkungan. Terlepas dari masalah lingkungan ini, Berau memiliki objek wisata yang hampir menyamai Bali. Hampir, artinya masih butuh waktu dan proses pembangunan prasarana- sarana seperti water and sanitation. Juga jalan, jembatan, perdagangan, pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi.
Selamat berwisata dengan protokol kesehatan yang ketat atau di rumah saja, yaitu menonton video, televisi, atau membaca buku, koran, majalah, blog, berita online. Atau dengan cara wisata virtual, virtual tourism. Caranya? Seperti Zoom itu, kurang lebih. Ada perusahaan jasa virtual tourism yang dibayar oleh wisatawan virtual yang duduk santai di rumahnya. Pengusaha jasa virtual tourism itu datang ke objek wisata dan membuat video live yang disaksikan oleh wisatawan virtual tersebut. Detailnya... pastinya saya belum tahu… he he he.. (ghc).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar