• L3
  • Email :
  • Search :

22 Februari 2022

Batara Kresna, Kereta Wisata

Batara Kresna, Kereta Wisata

Kereta api khas atau khusus untuk perjalanan wisata tentu tidak banyak. Tidak kurang dari 99% kereta api yang aktif pergi pulang saat ini di Indonesia adalah untuk keperluan bisnis, yaitu kereta api komersial. Di bekas Karesidenan Surakarta ada kereta api khusus wisata tetapi bisa juga dimanfaatkan untuk keperluan dagang, misalnya belanja di Solo lalu dijual di Sukoharjo atau Wonogiri atau sebaliknya. Namanya Batara Kresna. Disebut juga Railbus Batara Kresna. Motto yang ditulis di gerbongnya adalah The Spirit of Java, merujuk pada masa kerajaan yang pernah ada seperti halnya di Yogyakarta. Hanya saja, Solo atau Surakarta adalah pemerintahan daerah tingkat II (kabupaten/kota) sedangkan Yogyakarta adalah pemerintahan tingkat I (provinsi) dengan kekhasan sebagai Daerah Istimewa (seperti Aceh).

Gerbong Batara Kresna berisi 24 kursi yang dibagi menjadi dua segmen. Satu segmen berisi 12 kursi berhadapan dengan 12 kursi di segmen depannya. Setiap segmen berisi enam kursi di sektor kiri dan enam kursi di sektor kanan. Ada dua kursi perbaris persektor atau empat kursi perbaris persegmen. Totalnya tiga baris persegmen atau enam baris pergerbong (dua segmen). Tersedia 24 kait pegangan khusus untuk penumpang yang berdiri: 12 kait persegmen. Pintunya diletakkan di tengah gerbong di sisi kanan dan kiri, berbeda dengan gerbong kereta komersial yang pintunya berada di dua ujung gerbongnya. Gerbong dilengkapi dengan pengondisi udara (Air Conditioner: AC) sehingga terasa dingin; 22-23 derajat Celcius. Dinding kacanya bersih sehingga penumpang dapat melihat desa, kampung, jalan raya, jalan setapak, sungai, gunung, awan khas bertengger di atas bukit, dan sawah serta kebun. Semua pemandangan selama perjalanan tampak jelas dari dalam gerbong.

Gerbong berjumlah tiga buah sehingga total kursi penumpang adalah 24 x 3 = 72 kursi. Kait pun berjumlah 72 buah sehingga total jumlah penumpang yang bisa diangkut adalah 144 penumpang dengan asumsi semua penumpang naik dari Purwosari dan turun di Wonogiri. Apabila ada penumpang turun di stasiun Pasarnguter atau Sukoharjo dan ada penumpang yang naik di stasiun tersebut maka jumlah penumpang bisa bertambah. Harga tiket Rp4.000, jauh dekat. Potensi penghasilan dari penjualan tiket adalah 144 x 4.000 = 576.000. Angka ini adalah untuk kereta yang penuh penumpang duduk dan berdiri. Tetapi sehari-hari ternyata tidak penuh. Bahkan pada masa pandemi Covid-19 jumlah penumpang sangat sedikit. Tidak lebih dari 10 orang per gerbong pertrip. Tentu dibutuhkan subsidi dari PT KAI atau mungkin subsidi dari pemerintah daerah (Surakarta, Sukoharjo, Wonogiri) untuk operasional harian dan perawatan rutin lokomotif dan gerbong serta untuk gaji pegawainya.



Ada tiga stasiun antara Purwosari dan Wonogiri tempat berhenti Batara Kresna, menaikkan dan menurunkan penumpang. Stasiun pertama, apabila perjalanan dimulai dari Solo adalah stasiun Solo Kota (Ini stasiun kecil. Gedungnya mungil. Stasiun selanjutnya adalah Sukoharjo (98 m) . Ini pun mungil. Yang ketiga adalah Pasarnguter (Pasar Nguter). Semuanya stasiun kecil. Begitu juga Wonogiri, termasuk stasiun kecil. Sedangkan Purwosari adalah stasiun sedang, kelasnya di bawah stasiun Solo Balapan. Sebetulnya ada satu stasiun lagi, yaitu stasiun Baturetno. Semua stasiun tersebut, termasuk relnya tentu saja, dibangun pada masa pramerdeka. Pada masa penjajahan Belanda.

Semua stasiun dan depo (bengkel) serta relnya disiapkan pada awal abad ke-20, termasuk Baturetno. Stasiun Baturetno dibangun pada dekade 1920-an. Bekas stasiun Baturetno masih ada tetapi sebagian relnya sudah tenggelam, diairi oleh air waduk Gajah Mungkur pada tahun 1978. Ada relnya yang berujung di tepi air waduk tersebut. Apabila ujung rel ini dibangun stasiun kecil maka waduk Gajah Mungkur bisa dijadikan objek wisata yang mudah dikunjungi oleh pelancong dari Solo dan sekitarnya dengan manaiki Batara Kresna. Tetapi ini perlu kajian ekonomi yang lengkap karena biaya investasi pembuatan stasiun dan rehabilitasi rel lama serta pembebasan rel dari penduduk yang membangun rumah, toko, warung, dll tidaklah mudah dan bisa menimbulkan masalah sosial yang berekses pada persolan politik.

Jenis wisata apa yang bisa ditawarkan di Gajah Mungkur? Ini tentu bisa dipelajari dari wisata-wisata di daerah yang memiliki waduk sejenis. Begitu pula kajian perihal kondisi pertanian di Sukoharjo dan Sragen yang airnya berasal dari waduk tersebut. Apakah terganggu? Bagaimana dengan air baku PDAM yang berasal dari waduk itu juga? Tentu banyak aspek yang mesti dipertimbangkan untuk mewujudkan wisata air di Gajah Mungkur sekaligus wisata-wisata lainnya di Sukoharjo atau di Pasarnguter dan sekitarnya. Sinergi tiga pemerintahan daerah tersebut diperlukan untuk menghasilkan perbaikan ekonomi masing-masing dengan memanfaatkan Batara Kresna. Sayang sekali apabila aset yang tersedia ini tidak dioptimalkan. Minimal aset ini mampu membiayai dirinya seindiri.

Pada saat ini Batara Kresna hanya aktif pada siang hari, antara pk. 06.00 hingga 12.00 WIB. Waktu tempuh Purwosari-Wonogiri sekitar 1 jam 45 menit. Apabila berangkat dari Purwosari pukul 06.00 maka tiba di Wonogiri pada pk. 07.45. Kemudian pada pk.08.00 berangkat lagi ke Purwosari, tiba pada pk. 09.45. Pada pukul 10.00 berangkat lagi ke Wonogiri, tiba pk. 11.45 dan pada pk. 12.00 kembali lagi ke Purwosari. Kereta lantas istirahat, dibersihkan, dicek keamanan dan kenyamanannya agar bisa berangkat lagi esok hari. Seperti kereta lainnya, Batara Kresna juga berangkat tepat waktu. Tetapi Batara Kresna sampai di tujuan juga tepat waktu karena satu-satunya kereta yang lewat di jalur rel tersebut.

Apabila dibandingkan dengan naik bis atau mobil atau motor, maka waktu tempuh Batara Kresna memang lama. Sedangkan bis hanya sejam kurang lebih. Naik mobil bisa lebih cepat lagi. Naik motor mungkin sekira sejam juga atau lebih sedikit. Kereta ini sengaja berjalan pelan agar penumpangnya bisa menikmati alam yang terhampar di sepanjang relnya. Hijau royo-royo, sedap dipandang mata apalagi dilihat dari gerbong ber-AC. Di luar gerbong tentu panas. Tetapi cuaca panas di Wonogiri masih terasa cukup sejuk karena ada hembusan angin yang berisi uap air dari evaporasi air waduk Gajah Mungkur. Oksigen juga banyak karena dikitari oleh bukit yang ditumbuhi oleh pohon jati dan pohon kayu lainnya.


Dua foto di atas adalah untaian kepulan memanjang awan seputih kapas di perbukitan yang mengitari Wonogiri. Wono = hutan, Giri = gunung atau bukit. 

Oleh sebab itu, kalau datang ke Solo, sempatkan beli oleh-oleh khas Wonogiri di pasar Kota Wonogiri yang berada di belakang stasiun. Apabila ada waktu, misalnya sampai di Wonogiri pada pk.08.00 maka bisa juga berkunjung ke waduk Gajah Mungkur, menikmati kuliner ikan bakar. Bisa sewa angkuta di terminal sebelah pasar atau naik taksi online. Tetapi ingat segera ke stasiun lagi untuk kembali ke Solo pada pk.12.00. Kecuali kalau ingin menginap di hotel di sekitar pasar, mengalami semalam di Wonogiri, juga bagus. Sorenya bisa melihat sunset dan warna kemerahan sinar mentari di atas Gunung Gandul yang tampak jelas dari areal kota Wonogiri. 

Gunung Gandul adalah sebutan untuk bukit batu yang menyembul berbentuk segitiga di barat stasiun dengan arah sekitar 265 derajat. Banyak monyet di hutan bukit batu tersebut. Juga burung. Di bawahnya ada Kampung Cubluk dan Bauresan. Stasiun berada di Bauresan. Di sekitar kaki bukit Gandul di Bauresan masih bisa dilihat gudang dan depo kereta pada masa lalu. Bekas relnya juga masih ada. Di sebagian lahannya kini berdiri permukiman dan masjid Al Ikhlas. Di halaman masjid al Ikhlas ini masih tampak tower air dan sumur dengan perpipaan yang berkarat.

Demikian info tentang Batara Kresna, sebuah kereta api wisata antara Solo dan Wonogiri.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar