• L3
  • Email :
  • Search :

11 Agustus 2023

Integrasi Pengelolaan Air Minum dan Air Limbah

Integrasi Pengelolaan Air Minum dan Air Limbah
Oleh Gede H. Cahyana
Pengamat Air dan Sanitasi Universitas Kebangsaan RI
Terbit di Majalah Air Minum Edisi Agustus 2023
 
Air minum dan air limbah seperti dua sisi mata uang, yang satu bisa menjadi sumber daya bagi yang lain. Wastewater for one is added value for another. Secara alamiah semua air permukaan termasuk air limbah bisa diubah menjadi air minum dengan cara penguapan oleh sinar matahari. Begitu pula secara ilmiah dengan bantuan teknologi, semua air baku dan air limbah bisa dijadikan air minum. Air minum ini lantas menjadi air limbah lagi, baik air limbah fekal (black water) maupun non-fekal (grey water).

Berkaitan dengan pengelolaan air minum dan air limbah tersebut, ada empat komponen utama, yaitu sistem produksi, distribusi, koleksi, dan pengolahan air limbah. Kerterkaitan komponen tersebut memunculkan wacana agar pengelolaan air minum dan air limbah dilaksanakan oleh satu lembaga. Kondisi eksistingnya, air limbah domestik dikelola oleh struktur di SKPD, UPTD, BUMD. Juga ada perusahaan swasta dengan jasa sedot septic tank. Dalam wacana yang berkembang Perumda air minum adalah lembaga yang dimaksud.

Sebagai pembanding adalah negara sedang berkembang di Amerika Latin khususnya kota Bogota, Buenos Aires, Lima, Mexico City dan Santiago. Sejarahnya, di kota tersebut sudah ada pengelolaan air minum dan air limbah oleh satu lembaga. Integrasinya dirintis pada dekade 1990-an seperti dirilis oleh IBRD-The World Bank (1997). Di dalam laporan Wastewater Treatment in Latin America, dinyatakan bahwa rata-rata sambungan rumah air minum di perkotaan 26 negara di Amerika Latin mencapai 79% dan sambungan rumah air limbahnya 52%.
 
Adapun di negara maju seperti di Eropa, sejarah penyediaan air minum dan pengelolaan air limbah jauh lebih awal. Di Belanda misalnya, sistem PAM sudah ada pada tahun 1853, yaitu transmisi air baku dari Haarlem ke Amsterdam. Di dalam Drinking Water: Principles and Practice (2006), Moel, Verberk, dan van Dijk dari TU Delf, The Netherlands menyatakan bahwa 99,8% sudah terkoneksi dengan sistem penyediaan air minum dan 98% sudah dilayani sistem koleksi air limbah. Hanya dua persen yang membuang air limbahnya ke tanah, sungai atau IPAL lokal. Tidak kurang dari 93% air limbah yang dikoleksi di sewerage kemudian diolah di IPAL terpusat.
 
Kondisi Indonesia
Belanda juga membangun pengelolaan air minum dan air limbah domestik di Indonesia khususnya di Kota Bandung. Pada tahun 1916 Belanda membangun pipa air limbah sepanjang 14 km menuju IPAL Imhoff Tank di dekat Sungai Citepus. Kemudian pada tahun 1979 dirintis Bandung Urban Development Project (BUDP) yang mencakup sewerage dan IPAL Bojongsoang. Pada tahun 1987 Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) ini menjadi bagian dari PDAM Kota Bandung.
 
Contoh berbeda ada di Jakarta. Belanda dulu membangun sewerage dan IPAL di Batavia yang kemudian diperluas oleh pemerintah DKI dalam Jakarta Sewerage & Sanitation Project. DKI juga membangun IPAM Pejompongan dan IPAM kapasistas besar di Buaran. Air minumnya dikelola oleh PAM Jaya dan air limbahnya oleh PAL Jaya. Keduanya adalah perusahaan daerah yang terpisah. Apakah keduanya akan disatukan? Dalam sejarahnya, pengembangan air minum di DKI melibatkan perusahaan dari Inggris dan Prancis sedangkan air limbahnya dibantu oleh Jepang (JICA).
 
Bagaimana di kota lain? Menurut data Direktorat Sanitasi Kementerian PUPR (2021), ada 115 (22,6%) kabupaten/kota yang memiliki peraturan daerah tentang air limbah domestik. Sisanya 394 (77,4%) belum. Di pusat, belum ada peraturan pemerintah tentang air limbah domestik. Pada saat ini akses air limbah layak: 79,06%, termasuk 7,25% akses aman. Persentase ini bersifat dinamis bergantung pada akurasi data dan kondisi terkini prasarana-sarananya. Jumlah pengelolanya 121 lembaga: 113 UPTD dan 8 BUMD pengelola air limbah terpusat (off-site).
 
Data tersebut menyatakan bahwa air limbah belum menjadi prioritas. Hanya kota dan kabupaten yang tinggi kerapatan penduduknya yang berupaya mengelolanya. Alasan yang mengemuka adalah finansial. Pembangunan sektor air limbah jauh lebih mahal daripada air minum perdebit yang sama. Keadaan topografi daerah juga berpengaruh, dataran rendah ataukah dataran tinggi berbukit. Demikian juga tarif (retribusi). Banyak orang yang mau membayar air minum meskipun mahal tetapi tidak untuk air limbah. Ada yang punya willingness to pay tetapi ability to pay-nya rendah.
 
Regulasi
Perundang-undangan dan peraturan menjadi pembuka apabila pemerintah berkehendak dalam integrasi pengelolaan air minum dan air limbah. Peraturan pemerintah (pusat) diperlukan untuk memberikan aspek legal yang memayungi regulator dan operator. Pemerintah daerah juga perlu merilis peraturan daerah tentang bentuk, struktur, tarif-retribusi, tugas pokok-fungsi lembaga gabungan tersebut berdasarkan kajian kelayakannya (feasibility study). Sebab, tidak semua kota/kabupaten mau dan mampu mengelola dua sumber daya air tersebut.
 
Peraturan tersebut hendaklah dapat menyeleksi kabupaten/kota yang boleh mengintegrasikan pengelolaan air minum dan air limbah dengan kriteria persentase layanan air minum, kesehatan BUMD air minum, persentase akses layak dan aman air limbah. Peraturan ini berfungsi seperti penggerak awal atau stick (tongkat). Kriteria selektif ini dibuat karena prasarana-sarana air limbah termasuk padat modal (capital intensive) dan operasi-pemeliharaan sistem off-site seperti manhole, siphon, pompa, unit gelontor membutuhkan keterampilan karyawan dan berbiaya tinggi. Perlu dukungan finansial pemerintah yang berfungsi seperti carrot (wortel).
 
Begitu pula sistem on-site yang bisa lebih rumit daripada off-site, terutama di kabupaten yang rendah kerapatan penduduknya seperti di Kalimantan, Sulawesi, Papua. Sistem on-site yang tersebar sampai ke pelosok bisa menyulitkan operasi, monitoring dan evaluasi. Sebaliknya di ibukota kabupaten yang penduduknya terkonsentrasi di daerah tertentu akan lebih mudah diubah menjadi off-site, baik centralized (conventional) maupun decentralized. Perumda air minum bisa mulai mengelola integrasi dari densitas penduduk yang tinggi ini.
 
Untuk melancarkan integrasi tersebut maka pendidikan masyarakat harus diperluas terutama yang berkaitan dengan kesehatan, ketahanan air baku, pencemaran air, dan tanggung jawab bersama memelihara lingkungan. Partisipasi masyarakat dapat memudahkan integrasi, melancarkan proses tanpa protes warga khususnya pelanggan Perumda air minum. *







1 komentar: