Banjir Bandang Menjernihkan Air Danau Singkarak
Bencana besar akibat banjir bandang dan tanah longsor di Provinsi D. I. Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat dipicu oleh hujan yang sangat tinggi intensitasnya. Intensitas hujan yang jauh di atas rata-rata ini diakibatkan oleh terbentuknya siklon yang disebut Cyclone Senyar. Kemudian diperparah oleh kondisi hutan, kelabilan lereng, dan prasarana drainase, sengkedan, irigasi, sampah dari manusia dan dari alam sekitarnya.
Di tengah berita evakuasi yang dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat, beredar video yang memperlihatkan air Danau Singkarak menjadi jernih daripada biasanya. Fenomena alam tersebut menarik perhatian karena terjadinya tiba-tiba setelah banjir. Sehari-hari sebelum banjir, air Danau Singkarak tidak sejernih pascabanjir bandang. Kekeruhannya bisa diukur dengan alat turbidimeter. Peristiwa ini bisa dijelaskan sebagai berikut.
Danau adalah badan air permukaan seperti sungai, waduk, embung, estuarium, laut. Tetapi air danau lebih jernih dibandingkan dengan air sungai karena sudah terjadi sedimentasi. Penyebab kekeruhan adalah zat padat (solid). Solid dikelompokkan menjadi empat. Tetapi hanya tiga yang dibahas di sini karena berkaitan langsung dengan fenomena penjernihan air danau.
(1) Coarse solid atau padatan besar/kasar. Apabila airnya relatif diam maka padatan besar/kasar ini mampu mengendap. Tetapi di sungai padatan ini ikut mengalir bersama aliran air sehingga air tampak keruh. Sedangkan di danau hampir semua padatan kasar ini berada di dasar danau kecuali ada golakan air yang turbulen sehingga menimbulkan resuspensi.
(2) Suspended solid (SS) atau padatan tersuspensi. Padatan tersuspensi ini melayang-layang di dalam air karena ukuran dan beratnya tidak cukup untuk mengendap ke dasar sungai atau danau. SS ini dapat dipisahkan dari air apabila di dalam air terbentuk flok (chemical flocc).
(3) Colloidal atau koloid. Padatan ini bermuatan negatif sehingga stabil dan melayang-layang di dalam air danau atau air sungai. Makin banyak koloid di dalam air maka airnya akan keruh dan lama keruhnya atau bahkan hampir tidak bisa dijernihkan dengan cara dibiarkan berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
Koloid adalah padatan yang menjadi sebab utama terjadinya air keruh menjadi jernih. Bisa dikatakan sebagai trigger, pencetus, pemicu proses koagulasi, flokulasi, sedimentasi. Air hujan yang jatuh di gunung membawa semua material yang dilewatinya. Saking kuatnya energi potensial yang dimiliki air hujan maka butiran air mampu menggemburkan lapisan tanah dan bahkan mengakibatkan longsor. Longsoran ini berisi beragam jenis ion khususnya kation aluminum, kation besi, kation kalsium, magnesium, dan lain-lain. Aliran air yang cepat menyebabkan pengadukan cepat dan kuat. Peristiwa ini mengakibatkan kation-kation tersebut tersebar ke seluruh bagian air. Ini disebut proses koagulasi.
Bersama dengan aliran air ke elevasi tanah yang lebih rendah maka proses kimia berlanjut menjadi flokulasi. Kation aluminum dan besi menghasilkan ukuran butiran flok yang makin besar. Semua koloid berubah menjadi mikroflok saking banyaknya kation yang masuk ke Danau Singkarak. Proses koagulasi dan flokulasi juga terjadi selama air mengalir dari gunung ke arah Danau Singkarak. Proses ini juga masih bisa terjadi di dalam danau karena airnya bergolak. Flok yang terbentuk terus membesar sehingga beratnya mampu melebihi gaya apung dan gerakan aliran air yang mengakibatkan flok mengendap. Karena endapan inilah maka air yang di bagian atas dasar danau atau dasar sungai menjadi jernih.
Fenomena tersebut diperkuat oleh kehadiran kation kalsium atau kapur. Air hujan yang melewati formasi batu kapur (limestone, gamping) dapat menguatkan proses koagulasi-flokulasi karena derajat keasaman-kebasaan (pH) naik. Air banjir kemudian menjadi basa (pH melebihi 7,0). Kalsium juga berperan sebagai koagulan divalen (bivalen) meskipun tidak sekuat koagulan trivalen (alum dan besi). Tahap reaksi yang terjadi diberikan dalam format gambar-gambar (Jpg) di bawah ini.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar