• L3
  • Email :
  • Search :

18 Januari 2008

Air Tak Berekening, Non-Revenue Water

Tak mungkin tak ada kehilangan air. Sekecil apapun, kehilangan air selalu terjadi di setiap jaringan pipa, tak hanya di PDAM tapi juga di semua perusahaan air minum di seluruh dunia. Bedanya adalah tingkat atau persentasenya.

Namun demikian, istilah kehilangan air atau Unaccounted for Water, UfW ini sudah dihapus oleh IWA Task Force karena variasi interpretasinya terlalu luas sehingga tak bisa dibandingkan antarnegara atau tak berlaku secara global, mendunia. Istilahnya diganti dengan sebutan Air Tanpa Rekening atau Air Tak Berekening (ATR) atau Non-Revenue Water (NRW).

Ada banyak sebab kehilangan air (Water Losses menurut terminologi IWA Best Practice). Misalnya, karena kebocoran fisik (Real Losses) seperti pipa pecah, retak, sambungan tak ketat, juga karena kebocoran nonfisik (Apparent Losses) seperti pencurian air, kerusakan meter air, kesalahan (baca) data, dll.

Selain itu, meskipun kecil persentasenya, ada juga akibat air tak berekening lantaran dipakai oleh pemadam kebakaran atau diberikan cuma-cuma (gratis) lewat kran umum. Kasus seperti ini dimasukkan ke dalam kelompok konsumsi resmi tak berekening (Unbilled Authorized Consumption). Jumlah Water Losses dan Unbilled Authorized Consumption disebut Non-Revenue Water (Air Tanpa Rekening, ATR).

PDAM Kota Bandung
Kehilangan air dengan segala modusnya terjadi juga di PDAM Kota Bandung. Sekira 52% air produksinya masuk kategori ATR. Namun demikian, menurut hasil survei internal PDAM, kebocoran itu berada pada rentang 60-70% di Kel. Isola dan Ledeng. Artinya, tingkat ATR di dua daerah tersebut lebih tinggi daripada angka reratanya. Andaikata bisa direduksi menjadi sama dengan reratanya sudah merupakan hal positif, apalagi lebih rendah daripada itu.

Sebagai perbandingan, pada tahun 1989 tingkat ATR di Singapura 10,6%, menjadi 6% pada 1994 dan hanya 5% pada tahun 2000. Semua air produksi dan konsumsinya terukur akurat dan meter air produksinya ditera setiap tahun. Meter pelanggannya diganti per 7 tahun, meter industrinya per 4 tahun. Contoh lainnya di Belanda. Pipa sepanjang 400 km di negeri kincir angin itu hanya 7% airnya yang hilang. Relatif sangat rendah.

Untuk mencapai reduksi ATR itu bisa digunakan pendekatan langsung, yaitu survei ke setiap pelanggan dan penduduk di daerah studi. Fokus kunjungan ialah mencatat sejumlah poin yang ada di dalam kuesioner, seperti mendeteksi dan supervisi perbaikan kebocoran pipa dan fitting, dan menduga lokasi terjadinya kehilangan air nonfisik (pencurian air, illegal connetion). Termasuk data potensi perluasan pelanggan yang mungkin berminat menjadi customer PDAM suatu saat kelak.

Juga dapat memperbaiki database pelanggan agar dapat digunakan oleh PDAM untuk meningkatkan kualitas layanannya, juga untuk meraih peluang perluasan (penambahan) jumlah pelanggan potensial. Sisi ini tentu berkaitan dengan raihan data dan gambaran akurat tentang kondisi sosial ekonomi warga setempat. Juga untuk menghitung persentase ATR dan mereduksinya sampai sekecil-kecilnya sehingga “air yang terselamatkan” dapat dijual kepada (calon) pelanggan baru.

Penambahan pelanggan akan dapat mereduksi ATR. Ada “aturan tak tertulis” bahwa daerah yang rendah layanan PDAM-nya justru tinggi ATR-nya. Misalkanlah ada daerah studi, yaitu Isola dan Ledeng. Keduanya menerima air dari BPT3 yang terletak di Jl. Sersan Bajuri. Dari BPT3 ini dipasang dua ruas pipa: yang pertama sepanjang kurang lebih 800 meter, melayani 26 konsumen (sambungan rumah, SR) di Cihideung; ruas kedua berupa pipa transmisi, berada di Jl. Sersan Sodik, sepanjang kurang lebih 3 km, berakhir di BPT5. Di BPT5 ini belum ada flow meter. Dari BPT5 ini air dialirkan ke Kelurahan Isola dan Ledeng (termasuk perumahan Dream Hill). Batas Selatan daerah layanan berada di Jl. Geger Kalong Girang untuk zone Isola dan Jl. Kapten Abdul Hamid (Panorama) untuk zone Ledeng.

Dua zone tersebut lantas dibagi menjadi tiga subzone, yaitu daerah Utara (disebut subzone 1), daerah tengah (subzone 2), dan daerah Selatan (subzone 3). Masing-masing melayani sekira 300 SR. Jumlah total pelanggan di dua zone studi tersebut 1.000 SR. Debit air yang dialirkan pipa transmisi sekira 40 l/d, dengan ATR antara 60% dan 70%. Dari sisi tekanan, terdeteksi reratanya lebih besar daripada 1 atm dan pasokannya 24 jam.

Upaya Reduksi ATR
Bagaimana tahap kegiatan yang harus dilaksanakan? Secara garis besar, tahapnya sebagai berikut.
1. Persiapan, Koleksi, Analisis Data Sekunder
Menyiapkan rencana detil pekerjaan. Mengumpulkan dan menganalisis data sekunder, menghitung tingkat ATR yang ada, baik skala PDAM maupun skala pilot studi.
2. Pembentukan Pilot Zone
Merencanakan sistem zoning, memeriksa kondisi katup dan meter induk air yang terpasang, mengawasi perbaikan dan pemasangan katup/meter air dan test isolasi zone.
3. Pengukuran dan Survei Lapangan
  • Pengukuran “minimum night flow”, “pola aliran”, dan “tekanan air” di lokasi zone selama 2 x 24 jam (2 kali pengukuran).
  • Mengukur konsumsi air konsumen, 2 x 24 jam (2 kali pengukuran).
  • Mengukur tekanan air di sejumlah titik di pilot zone, 2 x 24 jam (2 kali pengukuran).
  • Mencari titik-titik kebocoran.
  • Melaksanakan step test.
  • Mensupervisi perbaikan kebocoran.
  • Menginspeksi pelanggan, memeriksa kebocoran di pipa dinas, mengukur akurasi meter air dan mendeteksi sambungan ilegal.
  • Mengaudit meter air.
  • Menganalisis Water Balance nol (sebelum pelaksanaan program) dan Water Balance satu (setelah pelaksanaan program).
  • Menganalisis hasil program ATR, termasuk tingkat ATR-nya, tekanan air dan cost benefit analysis.
Gede H. Cahyana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar