• L3
  • Email :
  • Search :

28 Februari 2008

Lomba Toyota Eco Youth SMKN 7 Bandung

Lomba Toyota Eco Youth SMKN 7 Bandung
Oleh Gede H. Cahyana

Selasa, 26 Februari 2008 lalu, Tim Juri Toyota Eco Youth Program ke-3 berkunjung ke SMKN 7 Kota Bandung untuk penilaian terakhir. Pada akhir Maret 2008 nanti, semua tim, yakni 30 SMK dan SMA di seluruh Indonesia akan bertarung di Jakarta. Siapa yang menang? Nggak tahulah kita, tapi yang penting adalah ikut serta dalam lomba TEY ini. (Pada foto di atas tampak juri sedang menyimak paparan dari tim lomba ini).

Kami, yaitu siswa SMKN 7 Kota Bandung dan pembimbing siswa (penulis dan guru biologi dan PLH), mewartakan sekilas perihal sekolah dan materi lomba kami dalam TEY kali ini. SMKN 7 Kota Bandung terletak di bagian Selatan kota, di sisi Selatan Jln. Soekarno – Hatta (Bypass) No. 596. Meskipun di pinggir jalan besar, tetapi tidak bising karena lokal-lokal kelasnya berada jauh di belakang, jauh dari jalan dan ditumbuhi oleh pepohonan besar dan perdu. Perdu dan pepohonan inilah yang menjadi penghalang bising lalu-lintas. Waktu pendiriannya tahun 1964 dikenal dengan nama STM Negeri Kimia Bandung yang beralamat di Jln. Sudirman, di pusat Kota Bandung.

SMKN 7 Kota Bandung sekarang berkembang menjadi Sekolah Berstandar Internasional (SBI) dengan ditunjang oleh berbagai fasilitas sekolah dan bekerja sama dengan industri dalam lingkup regional, nasional dan internasional. Sampai tahun 2008 ini program keahlian di SMKN 7 Bandung adalah:
1. Kimia Industri (tahun 1964)
2. Teknologi Penyempurnaan Tekstil (tahun 1967)
3. Analisis Kimia 3 Tahun (2003).
4. Farmasi (2008).

Berdasarkan program keahlian tersebut, dapat dikatakan bahwa air limbah yang banyak ditimbulkan dari kegiatan pendidikannya adalah air limbah laboratorium. Pada saat ini air limbah yang dihasilkan ditampung di bak belakang sekolah, di dekat kantin. Oleh sebab itu, dalam lomba yang diadakan oleh Toyota ini kami membuat materi lomba berupa pengolahan air limbah sekolah. Bahan-bahan yang digunakan pun berasal dari limbah padat (sampah) berupa tempurung kelapa, plastik, dan bambu yang diambil dari sampah di pasar Gedebage, di bagian Timur SMKN 7. Artinya, kami mengolah limbah dengan memanfaatkan limbah.

Teknologi yang digunakan adalah Biofilter Anaerob (Anaerobic Biofilter). Dalam alat ini, bahan-bahan yang digunakan berasal dari sampah tempurung kelapa, bambu, dan plastik minuman kemasan. Meskipun namanya biofilter, tetapi fungsinya bukanlah sebagai filter karena sangat tidak mungkin menyaring polutan atau kotoran berukuran molekul dan ion dengan jarak antara tempurung, bambu, atau plastik berukuran besar (milimeter-centimeter). Jarak antarmedia ini pun tidak boleh terlalu kecil. Kalau terlalu kecil, lama-lama bisa tersumbat oleh perkembangan bakteri yang makin banyak. Kalau tersumbat berarti air limbahnya tidak bisa mengalir lancar atau alirannya menjadi kecil. Dengan kata lain, media filter ini hanya berfungsi sebagai tempat melekat bakteri anaerob. Bakteri inilah yang akan mengikat pencemar yang ada di dalam air limbah lalu mengubahnya menjadi gas CO2 dan CH4 yang sering disebut dengan biogas.

Memang, air limbah laboratorium biasanya banyak mengandung logam berat. Secara umum pun bakteri dianggap tidak tahan terhadap logam berat. Namun demikian, menurut penelitian yang dilakukan terhadap air Lumpur Lapindo di Sidoarjo, bakteri anaerob mampu mengolah logam berat. Bakteri ini mampu mengambil 60% logam berat yang ada di dalam air Lumpur Lapindo (sumber: Buku Biologi Kelas Satu). Berdasarkan data penelitian inilah kami yakin bahwa Biofilter Anaerob yang kami buat akan mampu juga menangani air limbah laboratorium sekaligus menurunkan pencemar berupa BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand).

Selain untuk mengikuti lomba ini, kami juga menyebarkan Biofilter Anaerob ini kepada teman-teman dan masyarakat sekitar. Biofilter ini dapat dijadikan pengganti Septic Tank yang kurang mampu mengolah air limbah dan bentuknya terlalu sederhana. Memang harganya lebih mahal dan perlu lahan yang lebih luas. Diperkirakan luas yang dibutuhkan untuk satu rumah dengan lima anggota keluarga adalah 1 x 3 m2 dan dalam 1-1,5 m. Lebih bagus lagi adalah secara komunal, yaitu lima s.d sepuluh KK iuran membuat satu Biofilter Anaerob sehingga biayanya menjadi jauh lebih murah. Perawatannya pun bisa ditanggung bersama dan gotong royong.

Kalau beberapa keluarga memiliki satu Biofilter Anaerob maka pencemaran lingkungan bisa dikurangi. Di atas Biofilter ini bahkan bisa dipasangi pot-pot bunga sehingga orang tidak tahu bahwa di bawah pot bunga itu ada air limbah yang diolah dengan teknologi Biofilter. Atau, boleh juga sengaja dipasangi plank keterangan Biofilter Anaerob di atasnya agar masyarakat lainnya tahu dan bertanya-tanya lalu ikut juga mengolah air limbahnya dengan teknologi ini. RT/RW bisa diajak urun rembug dalam penyebaran alat ini.

Terakhir, yang juga menguntungkan, Biofliter Anaerob ini sama sekali tidak memerlukan listrik, tidak perlu oksigen dalam pengolahannya. Biofilter Anaerob tidak membutuhkan oksigen dalam mengolah air limbah seperti banyak diterapkan di Jepang dengan nama Johkasou. Mudah-mudahan alat ini nanti dapat berkembang di masyarakat, terutama yang dekat dengan SMKN 7 Kota Bandung sehingga polusi air sungai, selokan di sekitarnya bisa dikurangi.

Demikian dan terima kasih.
Tim SMKN 7 Kota Bandung.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar