Dimuat di Tabloid Alhikmah, edisi Januari 08.
Desember 2007 lalu, dari tanggal 3 s.d 14, di Bali digelar Konferensi Perubahan Iklim. Bicara iklim berarti bicara tentang tiga komponen utama Bumi, yaitu tanah, air dan udara. Ketiganya tak dapat dipisahkan dari hidup manusia, apalagi bagi muslim. Tiga hal yang disinyalir Allah dalam Qur’an itu bisa kita sebut dengan Enviro Qur’an, yaitu kepedulian Qur’an atas lingkungan (environment) dan relasi timbal baliknya dengan manusia.
Air misalnya, biasa digunakan untuk wudhu dan tak kurang dari 2 liter yang kita minum. Tubuh kita pun 65 – 75% terdiri atas air. Ditegaskan dalam Surat al-Anbiyya: 30, “Dan dari airlah Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.” Minimal 63 kali Allah menyebut kata air atau yang berkaitan dengan air seperti hujan di dalam Qur’an. Tidak seperti planet lainnya, dua per tiga muka Bumi ini ditutupi air (danau, waduk, sungai, laut). Ada yang digunakan untuk pembangkit listrik, transportasi, rekreasi, olah raga, perikanan, dan sumber air baku untuk air minum.
Tanah (debu) pun penting bagi muslim untuk tayyamum ketika tidak ada air atau saat sakit. Diketahui bersama, dalam ritual wudhu dan tayyamum besarlah peran air dan tanah (debu) sehingga tercelalah apabila manusia mencemari airnya dan menggurunkan tanahnya dengan cara membabat hutan. Oleh sebab itu, perusak lingkungan bisa disebut teroris karena meneror kenyamanan hidup manusia, hewan dan tumbuhan dan tidak punya sense of enviro. Para pembalak liar (illegal logging), sebagai misal, harus dihukum berat agar memberikan efek jera bagi pelaku lainnya.
Dampak teroris lingkungan disebut Allah dalam ar-Rum: 41. Ayat ini mengulas kerusakan lingkungan akibat ulah manusia, secara perorangan maupun kelompok, dalam lingkup kecil maupun komunal. Akibatnya, Bumi disesaki sampah, limbah cair, dan polutan udara. Semua polusi itu terjadi di kota-kota besar, termasuk di Kota Bandung. Apalagi kalau PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) jadi dibuat, kian masiflah polusi udara di lembah Bandung Raya. Oksigen menjadi mahal karena tercampur dengan pencemar udara. Migrasi ke planet lain? Nonsense!
Manusia sulit dipisahkan dari planet Bumi dan tak mungkin bisa hidup di planet lain tanpa alat bantu oksigen. Jangankan di planet lain yang berada di lain tatasurya dan lain galaksi, di planet Mars saja belum ada manusia yang mampu hidup dengan alat-alat bantu sekalipun. Artinya, manusia memang dijadikan khalifah di Bumi dan dari planet ini pulalah manusia harus mengabdi kepada Allah agar ketika kiamat tiba mereka dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya selama hidup di Bumi.
Qur’an pun menyitir bahwa manusia berasal dari tanah dan akan kembali menjadi tanah. Sumber makanan kita, hewan dan tumbuhan, pun tak lepas dari tanah. Bahkan Bumi dideklarasikan sebagai masjid. Begitu bernilainya Bumi sehingga tak kurang dari 461 kali Allah menyebutnya di dalam Qur’an. Uniknya lagi, Bumi ini kaya tanaman. Hamparan hutan dan kebun berbunga aneka warna diibaratkan dengan pakaian indah dan harum bagi Bumi (ar-Rahman: 11-12). Qur’an pun menjelaskan fungsi estetika dan dekoratif tanaman bagi manusia. Keindahannya tak hanya secara visual tetapi lebih dari itu, mekanisme reproduksinya berpasangan secara seksologi (ar-Ra’du: 3), ada jantan, ada betina.
Satu lagi Envi-Qur’an ialah keragaman (biodiversitas) binatang atau ternak (berkaki dua: unggas; berkaki empat: sapi, kuda, kerbau, unta, domba) yang menjadi ornamen Bumi. Ada yang digunakan untuk kendaraan, penggembala, dimakan atau dinikmati keindahannya. Binatang yang ‘menjijikkan’ seperti ular dan cacing yang berjalan dengan perutnya pun diciptakan Allah (an-Nuur: 45). Variasi cara berbiaknya (reproduksi) pun mencirikan keagungan Penciptanya. Allahu ‘alam. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar