Guru...., guru.... guruku.
Rawe-rawe rantas, malang-malang putung, ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.
Kawan karib air limbah adalah air minum. Di mana ada air minum, di sana pasti (akan) ada air limbah. Menangani air minum dengan baik berarti wajib juga menangani air limbah dengan baik. Namun tidak demikian faktanya. Orang lebih peduli pada air minum ketimbang air limbah. Keruh sedikit saja air minumnya, mereka lantas protes atas layanan PDAM. Tetapi kalau menyangkut air limbah, mayoritas masyarakat belum peduli. Dengan mudah mereka membuang air limbah di sembarang tempat, termasuk di selokan sehingga mencemari sungai. Tak hanya limbah domestik yang mencemarinya tetapi juga limbah pabrik.
Masyarakat sebetulnya bisa bebas dari tuduhan mencemari sungai kalau sudah berupaya membuat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Begitu pun sumber pencemar lainnya seperti industri tahu, tempe, roti, dan rumah sakit. Limbah pabrik tahu sarat akan polutan organik seperti limbah pabrik makanan dan minuman lainnya, air limbah hotel, restoran, dan kawasan komersial. Di rumah sakit, air limbah domestiknya berasal dari kamar mandi, WC, dapur dan air bekas cucian yang kaya zat organik. Ada juga yang berasal dari aktivitas medis seperti operasi, pembersihan luka, darah, dan laboratorium. Laboratorium kimia dan farmasi pun sering membuang air limbah berbahaya-beracun.
Dari beberapa jenis sumber air limbah tersebut, limbah makanan dan minuman, juga limbah domestik, secara umum tidak berbahaya karena komponen utamanya zat organik. Namun demikian, air limbah ini menjadi polutan utama bagi perairan karena dapat mengurangi bahkan menghabiskan oksigen terlarut di dalam air sungai. Khusus rumah sakit, rata-rata 80% air limbahnya mengandung komponen tersebut. Sisanya 20% tergolong limbah B3 lantaran berisi virus, bakteri, zat berbahaya-beracun, sisa obat-obatan, dan limbah nuklir (isotop radioaktif).
Opsi Pengolahan
Umumnya pengolahan air limbah skala kecil dan menengah dilaksanakan dengan sistem setempat (on-site) seperti septic tank, cubluk, imhoff tank, dll. Pada skala besar kerapkali digunakan pengolahan konvensional dengan proses biologi seperti activated sludge dengan variasinya, trickling filter, dan oxidation pond. Hanya saja, kesulitan pengolahan konvensional ini terletak pada kebutuhan lahannya yang luas dan penggunaan mesin (aerator) yang mahal investasinya dan mahal juga biaya operasi-rawatnya. Kajian awalnya pun perlu intensif dilakukan, terutama menyangkut kuantitas dan kualitas air limbah, sumber air dan jenis bahan baku untuk memproduksi barangnya. Maka, untuk merancang unit yang akan diterapkan perlulah dibuat kajian opsi pengolahannya.
Kajian untuk menentukan jenis unit yang tepat dalam pengolahan air limbah perlu melibatkan pertimbangan di bawah ini.
1. Kondisi air limbah, menyangkut kualitas dan kuantitasnya.
2. Efisiensi unit, untuk menjamin kualitas efluen yang sesuai dengan baku mutu.
3. Aspek teknis, berkaitan dengan konstruksi, operasi dan perawatannya. Juga cara pelaksanaan, ketersediaan tenaga ahli, pengadaan material, dll.
4. Aspek ekonomis, menyangkut biaya konstruksi, operasi dan perawatannya.
5. Aspek lingkungan, berkaitan dengan potensi kerusakan lingkungan dan masalah kesehatan.
6. Luas dan kondisi fisik lahan berkaitan dengan konfigurasi unit dan topografinya.
Perlu pula dicatat bahwa jenis unit pengolah yang mesti dibangun sangat dipengaruhi oleh kualitas air limbahnya. Berikut ini adalah unit yang biasa diterapkan dalam IPAL konvensional, khususnya untuk mengolah air limbah pabrik. Adapun air limbah domestik lebih banyak diolah dengan oxidation pond (bukan oxidation ditch) seperti di Kota Bandung dan Cirebon yang dikelola oleh PDAM masing-masing. Inilah unitnya:
1. Skrining, pemisah sampah yang terbawa dalam aliran air limbah.
2. Prasedimentasi, pemisah pasir, grit, dll.
3. Ekualisasi, penyeragam beban air limbah secara hidrolis dan biologis.
4. Aerasi, reduktor polutan organik dengan sistem activated sludge atau modifikasinya.
5. Sedimentasi, pemisah sludge dari aliran air limbah olahan.
6. Disinfeksi, pembasmi bakteri sebelum air olahan dibuang ke perairan.
7. Sludge drying bed, pengering sludge dari prased dan sedimentasi.
Selain teknologi konvensional tersebut, ada opsi pengembangan teknologi yang tidak terlampau padat modal tetapi masih mampu menangani air limbah tipikal, khususnya limbah domestik, pabrik makanan-minuman, rumah sakit, klinik, dll. Yang relatif sulit hanyalah limbah elektroplating dan tekstil. Dua yang disebut terakhir ini sebaiknya (mau tak mau) diolah secara kimia meskipun menjadi padat modal, mahal biaya operasi dan perawatannya. Teknologi yang mampu mengolah dengan relatif murah ialah teknologi yang mengoptimalkan kemampuan mikroba aerob, fakultatif, dan anaerob. Teknologi ini disebut Zontech.
Zontech ialah teknologi pengolahan air limbah hibrid (hybrid) yang memadukan unit operasi fisika dan unit proses biologi (biofisika). Proses kimianya berupa opsional yang penerapannya bergantung pada kajian terhadap karakteristik air limbah institusi. Unit yang dibuat didasarkan pada kondisi air limbah masing-masing dan dipengaruhi oleh jenis kegiatan institusinya. Sebagai teknologi hibrid, Zontech memadukan beberapa unit operasi-proses yang ringkasannya diberikan di bawah ini. Pilihan dari alternatif yang tersedia bergantung pada karakteristik air limbah.
Bagian awal tahap pengolahannya dilaksanakan secara fisika dengan sedimentantion tank (seditank). Padatan dan busa dapat disisihkan di unit ini. Semua partikel, baik zat organik maupun anorganik, dapat diendapkan dengan syarat berat jenisnya lebih besar daripada satu. Selain syarat berat jenis ini ada juga syarat kecepatan endap (settling velocity) dan beban permukaan (surface loading) yang mesti dicapai sesuai dengan kriteria desainnya agar proses pengendapan berlangsung dengan baik. Fungsi seditank juga bisa diganti oleh septic tank atau jenis pengolahan awal skala kecil-sedang lainnya seperti imhoff tank, grit chamber.
Berikutnya ialah unit reaktor hibrid anaerob (Rehan). Bagian bawah reaktor hibrid ini berupa pertumbuhan tersuspensi (suspended growth) dan bagian atasnya pertumbuhan lekat (attached growth). Jenis reaktor ini merupakan cangkokan antara reaktor anaerobic filter dan upflow anaerobic sludge blanket sehingga keunggulan masing-masing dapat diakumulasikan. Unit filter anaerob ini adalah bagian dari fixed film process yang terdiri atas unit aerob seperti rotating biological contactor, oxidation ditch, trickling filter dan unit anaerobic filter.
Anaerobic filter ini berisi media lekat yang bahannya bisa bermacam-macam seperti plastik, batu, kayu, bambu. Modus alirannya bervariasi, ada yang aliran ke bawah, ke atas, dan horisontal. Bentuknya juga beragam, mulai dari persegi, segiempat, lingkaran, dan bahkan trapezium, bergantung pada bentuk lahan dan kreasi pembuatnya. Salah satu keunggulan unit ini adalah kemampuannya dalam mengolah air limbah pekat, sangat tinggi BOD dan COD-nya. Ia mampu menghasilkan biomassa lekatan dan butiran atau granular yang masif di dalam reaktornya.
Adapun bagian bawahnya (lihat gambar terlampir) berupa pertumbuhan tersuspensi. Unit ini bisa berupa unit terpisah tetapi bisa juga menjadi bagian dari anaerobic filter. Jenis mana yang akan digunakan bergantung pada luas lahan yang tersedia, jenis sumber air limbahnya, dan efisiensi yang diinginkan. Unit proses tersuspensi ini mampu menghasilkan biomassa aktif yang berat dan terkonsentrasi di zone bawah. Makin ke bawah makin aktif biomassanya sehingga degradasi zat organik dapat mencapai 80 persen. Hanya saja, dalam periode tertentu, sludge lapisan bawah ini harus dibuang agar terjadi penyegaran koloni mikroorganisme.
Selain bioproses anaerobik, Zontech pun dapat menerapkan bioproses aerob yang memerlukan oksigen lewat aerator dan unit operasi equalizing dan sedimentation. Unit yang dipilih didasarkan atas kualitas fisika air limbah institusi dan diterapkan sesuai dengan kebutuhan. Zontech pun memberikan opsi untuk mengolah air limbah secara kimia dengan menerapkan unit koagulasi, flokulasi, netralisasi, dan disinfeksi. Unit proses kimia ini dipilih dengan pertimbangan pada kualitas air limbahnya. Apabila rasio BOD terhadap COD-nya di atas 0,55 maka digunakan teknologi bioproses tanpa proses kimia.
Yang terakhir adalah unit Gramfil, biasanya diisi media kerikil. Di daerah yang jarang ditemukan kerikil dapat diganti dengan kayu, khususnya kayu ulin seperti di Kalimantan. Media plastik pun bisa digunakan seperti plastik bekas minuman kemasan. Ciri khas unit ini ialah tanaman yang mampu mengadsorbsi polutan, khususnya logam-logam berat. Di sini pun terjadi mekanisme biodegradasi aerob dan anaerob, selain photic disinfection. Air keluaran unit ini sudah dapat dibuang ke selokan atau sungai tanpa mencemarinya. Sebagai indikatornya bisa dibuatkan Fish Pond, sebuah kolam berisi ikan, khususnya ikan yang sensitif pada kadar oksigen rendah, bukan ikan yang kebal pada kondisi anaerob seperti gabus dan lele.
Pengolahan Lumpur
Semua unit di atas menghasilkan lumpur (sludge) yang perlu dikeluarkan dan diolah di sludge drying bed. Lumpur ini berisi campuran zat padat dan air dengan kadar padatan yang rendah, antara 0,25% s.d 5% berat. Karena rendah kadarnya maka sifat fisika lumpur sama dengan sifat air, berat jenisnya mendekati 1 dan mudah mengalir. Zat padat yang ada di dalam lumpur sebagian mudah terurai secara biologis. Yang tak terurai hanyalah bagian anorganik berupa abu dan mineral (inert material).
Media yang digunakan dalam sludge drying bed ialah kerikil dan pasir. Kerikil berguna untuk menahan pasir yang ada di atasnya sekaligus sebagai pendistribusi air yang ada di dalam lumpur. Adapun pasir berguna untuk menahan lumpur agar tetap berada di permukaan pasir dan dibiarkan mengering (drying) secara alami oleh terik panas matahari. Lumpur yang sudah kering ini lalu dikeruk atau dikikis dan dapat digunakan untuk bahan penimbun tanah yang cekung (legok).
Sludge drying bed umumnya berbentuk segiempat dan berdempetan dengan dimensi yang sama. Bentuk lain boleh saja kalau luas dan bentuk lahannya tidak memungkinkan. Walaupun dimensinya variatif, lapisan medianya sudah dibakukan dengan susunan per lapis seperti di bawah ini.
Lapisan paling atas : pasir halus : tinggi = 15 cm
Lapisan kedua : pasir kasar : tinggi = 5 cm
Lapisan ketiga : kerikil halus : tinggi = 5 cm
Lapisan keempat : kerikil sedang : tinggi = 5 cm
Lapisan kelima : kerikil kasar : tinggi = 10 cm
Kemiringan (slope) lantainya dibuat satu persen menuju pipa kolektor filtrat di tengah-tengah dan ukuran efektif pasirnya antara 0,3 – 1,2 mm dengan uniformity coefficient, UC < 4,0. Kerikilnya berukuran 3 – 25 mm. Pipa lateralnya (PVC) berlubang-lubang (bisa juga pipa tanah dengan open joint). Jika sludge drying bed diberi atap, maka waktu pengeringan dapat berlangsung 2 pekan sedangkan bila tidak diberi atap waktunya berkisar antara 2 dan 4 pekan, bergantung pada cuaca. Lumpur yang telah dikeringkan dapat dimanfaatkan untuk pupuk tanaman hias.
Demikianlah uraian ringkas teknologi pengolahan air limbah dengan metode Zontech Water Treatment yang contoh skema sistemnya dapat dilihat pada gambar terlampir.*
(Majalah Air Minum edisi 156, September 08)