Buruh a la Robert T. Kiyosaki
Oleh Gede H. Cahyana
Mayday, 1 Mei
disebut sebagai Hari Buruh, hari untuk para pekerja-kerah-biru (blue collar worker). Majikan pabrik
pasti butuh buruh. Malah, buruh sangat berjasa bagi majikannya. Tanpa buruh,
tak adalah majikan. Tanpa buruh, tak ada produksi, tak ada produk. Tanpa buruh,
ekonomi mandeg. Begitu pun, tanpa majikan yang punya pabrik, buruh pun tak ada atau
tak bisa bekerja. Tanpa projek dari APBN-APBD, tak ada buruh. Tanpa putaran
roda ekonomi, buruh pun tak dibutuhkan. Jadi, kedua belah pihak sama-sama
saling membutuhkan, saling dibutuhkan. Idealnya, saling give and take.
Itu sisi
idealnya. Buruh-majikan saling butuh. Interaksi mutualisme. Hanya saja, seperti
pada masa Orde Baru dulu dan terus berlangsung sampai sekarang, terjadi
rekayasa dalam kaitannya dengan undang-undang. Buruh selalu dikalahkan oleh
pemerintah dan legislatif karena kekuatan uang. Undang-undang dimanipulasi,
atau minimal dibelokkan dari arah sebenarnya. Lembaran fulus selalu saja
memutar pikiran aparat negara sehingga tak waras lagi hatinya. Otaknya stabil,
tapi hatinya beringas memandang uang. Terjadilah eksploitasi manusia atas
manusia. Bahkan undang-undang adalah uang. Rancangan peraturan apapun adalah
projek bagi anggota dewan dan eksekutif, menghabiskan uang rakyat.
Salahkah kita
berempati pada buruh? Jika kita bukan buruh karena merasa PNS, anggota
TNI-Polri, pegawai BUMN-BUMD, guru-dosen, dll, coba bayangkan sebentar saja. Bayangkanlah
ini. Mereka rata-rata pergi pagi pulang sore atau pergi sore pulang dini hari. Bahkan
ada yang harus berangkat sebelum subuh untuk menanti bis jemputan. Terlambat tiga
menit saja, dia ditinggal dan harus keluar ongkos angkot atau bis kota. Jika
tak berangkat kerja, tak lama lagi dia bisa dipecat dengan alasan indisipliner.
Bahkan kadang-kadang alasannya mengada-ada. Sebab, majikan dan manajernya sudah
yakin pada kalimat bertuah ini: pecat
satu, seribu melamar. Esa hilang seribu terbilang. Betul-betul buruh sudah
tak berharga lagi di depan majikannya, terutama majikan dari negeri seberang.
Hanya saja, mari
kita simak tulisan Robert T. Kiyosaki, penulis buku Cashflow Quadrant. Begini katanya, semua orang adalah employee alias pekerja alias karyawan
alias pegawai alias buruh jika kita bukan seorang pebisnis dan/atau investor.
Jadi, semua profesi, menurut Kiyosaki, adalah buruh kalau bukan pebisnis
dan/atau pemodal. Dengan berpikir seperti ini, maka orang yang bukan pebisnis,
bukan investor, akan punya empati kepada buruh, terutama buruh yang betul-betul
bekerja dengan andalan fisik belaka. Sebab, yang berkerah putih (white collar worker) pun sebetulnya
buruh juga, tetapi mereka lebih suka disebut pegawai atau karyawan. *
Foto: vivanews.com