Polemik UKT Mahal di PTN
Mahal ataukah murah sebuah barang, misalnya hand phone, bergantung pada kemampuan finansial orang tersebut. Seseorang mungkin saja menyebutnya mahal, tetapi orang lain menyebutnya murah karena memiliki uang yang jauh melebihi harga barang tersebut. Begitu pula biaya kuliah (UKT) yang kini menjadi polemik. Bagi sejumlah mahasiswa dan orang tuanya bisa saja biaya kuliah di sebuah perguruan tinggi disebut murah dan bisa juga disebut mahal oleh yang lain. Hal ini bergantung pada kemampuan keuangan keluarga tersebut.
Namun demikian, khusus untuk pendidikan, selayaknya dibedakan dengan barang-barang seperti HP, TV, motor, mobil, dll. Sebab, pendidikan adalah upaya pencerdasan anak-anak rakyat Indonesia yang spiritnya, yaitu “mencerdaskan kehidupan bangsa” termaktub di dalam UUD 1945. Pendidikan adalah kebutuhan pertama atau primer (Istilah pendidikan lebih tepat daripada edukasi, baik secara historis sejak zaman prakemerdekaan, BPUPKI, PPKI, hingga zaman kemerdekaan, RI Serikat, Dekrit Presiden 5 Juli 1959, hingga zaman Orde Lama, Orde Baru, hingga awal reformasi karena istilah edukasi di Indonesia baru saja muncul satu dekade terakhir ini sehingga para pendidik, insan pers, dan tokoh agama diharapkan tidak latah atau ikut-ikutan menyebut edukasi). Semua orang harus mampu “membaca” dalam makna harfiah maupun istilah. Kemampuan baca, juga tulis, dan hitung, yang diakronimkan menjadi calistung adalah kebutuhan primer orang per orang.Sebagai kebutuhan primer, semua orang hendaklah memperoleh pendidikan mulai dari pendidikan prasekolah, masa TK, masa SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Stratifikasi pendidikan ini bisa disebut sebagai prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Istilah pendidikan primer, sekunder, dan tersier memang kurang tepat karena menimbulkan multitafsir. Sebaiknya hindari istilah tersebut karena sering disematkan pada taraf kebutuhan seperti pangan, sandang, papan. Sebut saja bahwa pendidikan adalah kebutuhan primer bagi setiap insan agar mampu mengimbangi perkembangan zaman, pertumbuhan ilmu dan teknologi, dan relasi transenden dengan Tuhan Yang Mahaesa, sila kesatu Pancasila.
Diperkuat lagi oleh sila kelima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Keadilan pendidikan hanyalah satu di antara banyak aspek kehidupan rakyat Indonesia yang wajib diwujudkan oleh negara (cq. pemerintah). Perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi negeri (PTN) haruslah memberikan kesempatan belajar kepada seluruh rakyat Indonesia. Tentu dalam praktiknya harus melewati ujian masuk agar terpilih remaja yang memiliki kemampuan kognitif maksimal, selain bernas afektifnya. PTN, baik yang BH maupun BLU, haruslah berorientasi pada kerakyatan. Untuk yang cerdas tetapi tidak mampu secara finansial, maka wajib diberikan beasiswa.
Begitu pula, untuk anak-anak atau remaja yang kecerdasannya rata-rata tetapi tidak mampu secara ekonomi, bisa diberikan kesempatan kuliah di kampus swasta atau PTS. Hal ini sudah dilakukan oleh pemerintah dengan KIPK. Hanya saja, perlu ditingkatkan kualitas seleksinya agar beasiswa tersebut tepat sasaran kepada remaja yang sungguh-sungguh membutuhkan. Jangan sampai terjadi remaja yang serius ingin kuliah dan memiliki kecerdasan rata-rata remaja di Indonesia, tetapi tidak memperoleh beasiswa. Sedangkan yang tidak serius, yang malas kuliah, yang rendah adabnya, bahkan merokok dari uang beasiswa itu (apalagi perempuan), justru memperoleh beasiswa. Kejadian ini tidak sesuai dengan spirit sila kelima Pancasila karena tidak adil. Dana beasiswa yang dihimpun dari pajak rakyat Indonesia itu terbatas jumlahnya dan selayaknya digunakan secara efektif dan efisien.
Berkaitan dengan UKT yang terus naik, memang hampir tidak bisa dihindari. Apabila PTS yang menaikkan UKT maka masih bisa dimaklumi. PTS sulit memperoleh dana untuk operasional dan pemeliharaan (OM) kampus selain dari mahasiswa. Tentu saja ada PTS yang mampu memperoleh dana dari mahasiswa dengan jumlah yang fantastis tetapi tidak banyak PTS yang kemampuannya unggul ini. Mayoritas PTS di Indonesia masih berkutat dengan kesulitan biaya OM dan dengan gaji dosen dan karyawan yang di bawah rata-rata PTN. Katakanlah jumlah PTN dan PTS kira-kira 4.000 unit, kampus PTN hanya 200 unit, baik dikelola oleh Kemendikbud, Kemenag, Kemenhub, Kemendagri, dan banyak lagi yang lain, termasuk TNI dan polisi.
Sebagai pembanding saja, dilampirkan biaya SPP di ITB, yaitu Rp27.000,00 persemester. Biaya praktikum di TPB (Fisika Dasar dan Kimia Dasar) juga Rp27.000,00. Di tingkat dua dan seterusnya, biaya praktikum berubah, bisa lebih murah karena disesuaikan dengan praktikum yang ada. Bahkan di semester atas, setelah lulus sarjana muda (pada waktu itu), tidak ada lagi praktikum, Yang ada hanyalah tugas-tugas desain mata kuliah tertentu. Nominal SPP ini tetap sampai semester terakhir (sampai lulus, tidak berubah). Pada masa itu, yaitu tahun 1985-1988, harga nasi Padang dengan sebutir telur balado adalah Rp500,00. Tahun 2024 ini, harga nasi Padang dengan sebutir telur balado dalam kisaran Rp15.000,00. Naik 30 kali lipat. Kalau diasumsikan kenaikan SPP linier dengan harga nasi tersebut maka SPP tahun 2024 di ITB adalah 27.000,00 kali 30. Hasilnya Rp810.000,00. Tidak sampai satu juta rupiah!
Tentu saja kalkulasinya tidak linier seperti itu. Banyak hal yang menyebabkan biaya pendidikan menjadi lebih mahal. Tetapi yang ingin diingatkan oleh banyak orang tua mahasiswa, bahwa UKT yang begitu tinggi di PTNBH dan PTNBLU tidak sesuai dengan spirit pencerdasan kehidupan bangsa di dalam UUD 1945. PTN seharusnya memperoleh pendapatan dari bisnis produk barang yang dhasilkannya, dari paten yang kemudian diproduksi oleh industri, dari penelitian yang tidak sekadar penelitian atau hibah sekadarnya, tetapi haruslah riset yang menghasilkan produk yang bisa mendatangkan pendapatan bagi PTN. Dari sektor penelitian yang bermuara pada kegiatan komersial inilah seharusnya sumber penghasilan PTN untuk biaya OM perguruan tinggi, bukan dari komersialisasi pendidikan.
Pendidikan adalah pencerdasan akal dan pikiran, pemuliaan akhlak dan adab, pemanusiaan manusia secara adil dan beradab.*