• L3
  • Email :
  • Search :

23 Mei 2024

Polemik UKT Mahal di PTN

Polemik UKT Mahal di PTN

Mahal ataukah murah sebuah barang, misalnya hand phone, bergantung pada kemampuan finansial orang tersebut. Seseorang mungkin saja menyebutnya mahal, tetapi orang lain menyebutnya murah karena memiliki uang yang jauh melebihi harga barang tersebut. Begitu pula biaya kuliah (UKT) yang kini menjadi polemik. Bagi sejumlah mahasiswa dan orang tuanya bisa saja biaya kuliah di sebuah perguruan tinggi disebut murah dan bisa juga disebut mahal oleh yang lain. Hal ini bergantung pada kemampuan keuangan keluarga tersebut.

Namun demikian, khusus untuk pendidikan, selayaknya dibedakan dengan barang-barang seperti HP, TV, motor, mobil, dll. Sebab, pendidikan adalah upaya pencerdasan anak-anak rakyat Indonesia yang spiritnya, yaitu “mencerdaskan kehidupan bangsa” termaktub di dalam UUD 1945. Pendidikan adalah kebutuhan pertama atau primer (Istilah pendidikan lebih tepat daripada edukasi, baik secara historis sejak zaman prakemerdekaan, BPUPKI, PPKI, hingga zaman kemerdekaan, RI Serikat, Dekrit Presiden 5 Juli 1959, hingga zaman Orde Lama, Orde Baru, hingga awal reformasi karena istilah edukasi di Indonesia baru saja muncul satu dekade terakhir ini sehingga para pendidik, insan pers, dan tokoh agama diharapkan tidak latah atau ikut-ikutan menyebut edukasi). Semua orang harus mampu “membaca” dalam makna harfiah maupun istilah. Kemampuan baca, juga tulis, dan hitung, yang diakronimkan menjadi calistung adalah kebutuhan primer orang per orang.

Sebagai kebutuhan primer, semua orang hendaklah memperoleh pendidikan mulai dari pendidikan prasekolah, masa TK, masa SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Stratifikasi pendidikan ini bisa disebut sebagai prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Istilah pendidikan primer, sekunder, dan tersier memang kurang tepat karena menimbulkan multitafsir. Sebaiknya hindari istilah tersebut karena sering disematkan pada taraf kebutuhan seperti pangan, sandang, papan. Sebut saja bahwa pendidikan adalah kebutuhan primer bagi setiap insan agar mampu mengimbangi perkembangan zaman, pertumbuhan ilmu dan teknologi, dan relasi transenden dengan Tuhan Yang Mahaesa, sila kesatu Pancasila.

Diperkuat lagi oleh sila kelima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Keadilan pendidikan hanyalah satu di antara banyak aspek kehidupan rakyat Indonesia yang wajib diwujudkan oleh negara (cq. pemerintah). Perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi negeri (PTN) haruslah memberikan kesempatan belajar kepada seluruh rakyat Indonesia. Tentu dalam praktiknya harus melewati ujian masuk agar terpilih remaja yang memiliki kemampuan kognitif maksimal, selain bernas afektifnya. PTN, baik yang BH maupun BLU, haruslah berorientasi pada kerakyatan. Untuk yang cerdas tetapi tidak mampu secara finansial, maka wajib diberikan beasiswa.

Begitu pula, untuk anak-anak atau remaja yang kecerdasannya rata-rata tetapi tidak mampu secara ekonomi, bisa diberikan kesempatan kuliah di kampus swasta atau PTS. Hal ini sudah dilakukan oleh pemerintah dengan KIPK. Hanya saja, perlu ditingkatkan kualitas seleksinya agar beasiswa tersebut tepat sasaran kepada remaja yang sungguh-sungguh membutuhkan. Jangan sampai terjadi remaja yang serius ingin kuliah dan memiliki kecerdasan rata-rata remaja di Indonesia, tetapi tidak memperoleh beasiswa. Sedangkan yang tidak serius, yang malas kuliah, yang rendah adabnya, bahkan merokok dari uang beasiswa itu (apalagi perempuan), justru memperoleh beasiswa. Kejadian ini tidak sesuai dengan spirit sila kelima Pancasila karena tidak adil. Dana beasiswa yang dihimpun dari pajak rakyat Indonesia itu terbatas jumlahnya dan selayaknya digunakan secara efektif dan efisien.

Berkaitan dengan UKT yang terus naik, memang hampir tidak bisa dihindari. Apabila PTS yang menaikkan UKT maka masih bisa dimaklumi. PTS sulit memperoleh dana untuk operasional dan pemeliharaan (OM) kampus selain dari mahasiswa. Tentu saja ada PTS yang mampu memperoleh dana dari mahasiswa dengan jumlah yang fantastis tetapi tidak banyak PTS yang kemampuannya unggul ini. Mayoritas PTS di Indonesia masih berkutat dengan kesulitan biaya OM dan dengan gaji dosen dan karyawan yang di bawah rata-rata PTN. Katakanlah jumlah PTN dan PTS kira-kira 4.000 unit, kampus PTN hanya 200 unit, baik dikelola oleh Kemendikbud, Kemenag, Kemenhub, Kemendagri, dan banyak lagi yang lain, termasuk TNI dan polisi.

Sebagai pembanding saja, dilampirkan biaya SPP di ITB, yaitu Rp27.000,00 persemester. Biaya praktikum di TPB (Fisika Dasar dan Kimia Dasar) juga Rp27.000,00. Di tingkat dua dan seterusnya, biaya praktikum berubah, bisa lebih murah karena disesuaikan dengan praktikum yang ada. Bahkan di semester atas, setelah lulus sarjana muda (pada waktu itu), tidak ada lagi praktikum, Yang ada hanyalah tugas-tugas desain mata kuliah tertentu. Nominal SPP ini tetap sampai semester terakhir (sampai lulus, tidak berubah). Pada masa itu, yaitu tahun 1985-1988, harga nasi Padang dengan sebutir telur balado adalah Rp500,00. Tahun 2024 ini, harga nasi Padang dengan sebutir telur balado dalam kisaran Rp15.000,00. Naik 30 kali lipat. Kalau diasumsikan kenaikan SPP linier dengan harga nasi tersebut maka SPP tahun 2024 di ITB adalah 27.000,00 kali 30. Hasilnya Rp810.000,00. Tidak sampai satu juta rupiah!

Tentu saja kalkulasinya tidak linier seperti itu. Banyak hal yang menyebabkan biaya pendidikan menjadi lebih mahal. Tetapi yang ingin diingatkan oleh banyak orang tua mahasiswa, bahwa UKT yang begitu tinggi di PTNBH dan PTNBLU tidak sesuai dengan spirit pencerdasan kehidupan bangsa di dalam UUD 1945. PTN seharusnya memperoleh pendapatan dari bisnis produk barang yang dhasilkannya, dari paten yang kemudian diproduksi oleh industri, dari penelitian yang tidak sekadar penelitian atau hibah sekadarnya, tetapi haruslah riset yang menghasilkan produk yang bisa mendatangkan pendapatan bagi PTN. Dari sektor penelitian yang bermuara pada kegiatan komersial inilah seharusnya sumber penghasilan PTN untuk biaya OM perguruan tinggi, bukan dari komersialisasi pendidikan.

Pendidikan adalah pencerdasan akal dan pikiran, pemuliaan akhlak dan adab, pemanusiaan manusia secara adil dan beradab.*

ReadMore »

12 Mei 2024

Halal Haram Musik

Halal Haram Musik

Terjadi polemik tentang musik, apakah halal ataukah haram. Ini berawal dari ceramah Ustadz Adi Hidayat di Masjid Al Azhar, Bekasi, Jawa Barat. Dalam bahasannya, UAH berkata bahwa Asysyu'ara bisa dimaknai musik. Para penyair pada zaman Nabi Muhammad SAW dan pada zaman sebelum beliau adalah juga pemusik, yaitu di dalam setiap syi'ir pasti ada musik di dalamnya. Hanya saja, kosakata musik belum ada pada masa itu. UAH memberikan penjelasan terperinci dengan rujukan literatur di kanal resminya di akun Youtube: Adi Hidayat Official. 

Sejak dulu sampai sekarang, menurut tuturan sejumlah ustadz, ada perbedaan pendapat perihal musik. Ada sejumlah ustadz yang membolehkan musik tetapi dengan "syarat", yaitu mengajak, menyebabkan yang mendengarnya menjadi makin dekat dengan Allah SWT, makin rajin ibadah mahdhah dan ghair mahdhah. Makin berakhlak dan beradab. Bisa disebut beberapa adalah Prof. Dr. KH Miftah Faridl, Buya Yahya, Dr. KH Saiful Islam Mubarak, Ustadz Dr. Abdul Somad, Lc., M.A, dll. 

Perihal musik ini, di blog ini saya tulis singkat saja. Khalayak boleh setuju, boleh juga tidak. Saya agak menyukai gitar. Sejak SMP. Sekadar jrang jreng jrang jreng saja. Sesekali nyayi tetapi fals. Hanya untuk diri sendiri. Atau nyanyi dan metik gitar di rumah, di sekitar istri dan anak-anak. Saya suka lagu Mother How Are You Today. Senang lagu More Than I Can Say-nya Leo Sayer. Suka Thom Pace: Maybe-nya itu. Suka Queen: Bohemian Rhapsody misalnya, Scorpions, Beatles, ABBA apalagi. Matt Monro juga. Bimbo, Ebiet G. Ade, Rhoma Irama, Nike Ardila: Bintang Kehidupan, Juga Kembar Group, Rano Karno, Uci Bing Slamet, juga film Untukmu Indonesiaku Guruh Soekarno Putra.

Juga senang mendengarkan musik klasik. Suka mendengarkan Beethoven, terutama Symphony No 9. Suka Mozart. Penikmat film "The Sound of Music", -nya Maria dan Kapten von Trapp. Pertama kali nonton ini tahun 1989, semoga betul, di RCTI oke. Sejak 1993 menjadi pendengar Radio Mara, terutama AKD: Album Kemarin Dulu. Tetapi berhenti setelah AKD tiada. Suka Mara itu karena ada acara talk show-nya Mang Udin, dibantu oleh Bi Faufo, dan Mang Syawal, dilanjut oleh Mang Beni. Juga acara Cakrawala Islam-nya oleh Ustadz Saefuddin ASM, Ustadz Saiful Islam, dll. Video Ustadz Saiful tentang musik ada di bagian bawah tulisan ini. 

Juga sesekali menjadi pendengar jazz radio KLCBS. Tetapi lebih banyak tune in di Radio Mara dan Radio MQ. Senang mendengar Jagalah Hati-nya Aa Gym. Juga Palestina Tercinta-nya Shoutul Harokah. Termasuk Maher Zain. Nasida Ria juga suka, terutama lagu Kota Santri. Santri-santri PMD Gontor juga sering pentas dalam Drama Arena, Panggung Gembira. Saya juga suka tembangnya Mus Mulyadi, Sundari Sukotjo, dan Waldjinah. Selalu terharu setiap tiba di stasiun KROYA, bukan Korea. Lagu ini sungguh menyentuh ....  Ini sebabnya, di link ini.

Tetapi...., seiring dengan bulan berganti tahun, sudah mulai berkurang mendengarkan musik dan lagu secara khusus. Hanya selintas selewat saja, ketika makan di warung nasi, atau rumah makan, atau toko-toko yang memutar lagu-lagu. Juga waktu nyetir saja, terutama ketika tune in ke kanal radio tertentu yang memutar musik dan lagu di sela-sela informasi lalu-lintas seperti PR FM Bandung atau Elshinta News and Talk. 

Pada masa pandemi Covid-19, mulai tune-in radio Rodja Bandung. Rodja radio ini menjadi bagian dari stasiun radio yang di-save. Setiap pagi, memulai siarannya, Rodja memutar lagu Indonesia Raya. Juga rutin me-relay berita dari PRSSNI. Pada saat ke luar kota, apabila siaran radio tidak tertangkap sama sekali, maka flash disk dipasang dan sejumlah play list diputar. Biar melek, menghindari ngantuk. *


Ada video lain, yaitu dari Ustadz Amin S. Muchtar, anggota Dewan Hisbah PP. Persatuan Islam (Persis). Ini link URL-nya, silakan diklik.


ReadMore »

8 Mei 2024

Sepatu Bata Akhirnya Tutup

Sepatu Bata Akhirnya Tutup

Waktu itu dekade 1970-an, tepatnya setelah medio 1970-an. Saya di SD waktu itu. SDN 10 Tabanan. Sebagai murid SD tentu ingin juga memakai sepatu. Merek yang dikenal waktu itu adalah Bata. Tokonya hanya ada satu. Atau mungkin juga ada di toko lain tetapi saya tidak tahu. Tokonya bernama KAWAN. Toko KAWAN. Huruf kapital semua. Bapak selalu mengantar anak-anaknya, yaitu saya dan saudara2, ke toko itu. Bapak akrab dengan pemilik toko. Sering ngobrol. Mungkin sudah saling kenal. Bapak adalah polisi yang pada waktu itu tinggal di asrama polisi Tabanan Bali. Baru tahun 1980/1981 pindah ke rumah di Br. Malkangin (Br. Pande). 

KAWAN adalah satu di antara beberapa toko sepatu di Jalan Gajah Mada. Berdepan-depan dengan toko-toko lainnya, termasuk kantor koperasi polisi yang waktu itu disebut Primkopak (Primer Koperasi Angkatan Kepolisian) dan berdepan-depan juga dengan Gadarata (Gabungan Dagang Rakjat Tabanan). Bangunan ini sekarang sudah diganti oleh toko-toko lain. Gajah Mada adalah pusat kota Tabanan. Pasar tradisional, dulu tentu saja belum ada mini mart, selalu ramai setiap hari. Hanya satu ini saja pasar di Tabanan, waktu itu. Di Jalan Gajah Mada juga ada gedung bioskop yang bernama Kridha Theatre. Di seberangnya, agak ke Selatan sedikit, ada bioskop Bali Theatre. Sekarang sudah berubah menjadi vihara. 

Pada dekade 1990-an, tahun pastinya saya lupa, toko KAWAN menambah toko baru, yaitu di dekat pasar Tabanan, di dekat Kridha Theatre yang gedung baru. Bukan gedung sebelumnya. Gedung lama ini sudah berubah menjadi toko otomotif, termasuk rumah kediaman seorang teman di sisi Timur gedung bioskop lama. Di sebelah Timurnya lagi adalah kediaman dokter Gelgel. Kemudian toko KAWAN ini pindah ke sisi Timur pasar dan  masih ada sampai sekarang. Jadi ada dua lokasi toko KAWAN pada saat ini, setahu saya, yang menjual sepatu Bata. Tentu saja ada juga sepatu merek-merek lainnya. 

Peristiwa penutupan pabrik sepatu Bata di Purwakarta ini menjadi berita yang menyedihkan bagi saya karena merek sepatu ini sudah demikian lekat di dalam hati saya. Ini sebabnya, saya tulis di dalam blogspot ini, sebagai unggahan kenangan masa lalu di Tabanan Bali. Dalam pikiran saya waktu itu, ingat sepatu adalah ingat toko KAWAN. Ingat juga merek Bata. Memang pada masa SMP itu, waktu kelas dua, sudah mulai ada kewajiban murid memakai sepatu seragam, yaitu hitam dengann alas sol putih: sepatu Warrior disebutnya waktu itu. 

Bahkan dulu itu, pada waktu SD itu, mungkin sampai SMP, saya mengira bahwa sepatu merek Bata itu dibuat oleh pegawai Toko KAWAN. Artinya, Toko KAWAN-lah yang memproduksi sepatu itu. Karena selalu terdengar suara ketok-ketok kesibukan pegawai toko mengolah sepatu di bagian belakang toko. Ternyata bukan. Bahkan ternyata merek Bata ini pun adalah merek asing. Begitu yang saya baca di berita online dan lihat-dengar di televisi. Pendirinya adalah Tomas Bata, Anna, Antonin Bata pada 21 September 1894 di Zlin, Republik Ceko. Sungguh ini pun baru saja saya ketahui.

Semoga mantan tenaga kerja di pabrik Bata tersebut mendapatkan pengganti pekerjaan sebagai jalan dan lahan untuk memperoleh penghasilan untuk diri dan keluarganya.*

ReadMore »