Septic Tank Komunal di Jakarta
Gede H Cahyana
Dosen Teknik Lingkungan Universitas
Kebangsaan RI
Buang air besar sembarang (BABS) masih dilakukan oleh 850 kepala keluarga di DKI Jakarta. Oleh sebab itu, pemerintah Jakarta akan membangun septic tank komunal. Apakah septic tank komunal berbeda dengan septic tank pribadi? Bagaimana ragam cara (teknologi) pembuangan tinja? Faktor apa saja yang berpengaruh pada produksi biogas dari septic tank?
Cara Pembuangan
Sudah ribuan tahun manusia membuang hajat (feses, tinja) dengan caranya masing-masing. Mulai dari cara yang paling sederhana hingga teknologi yang saniter.
Cara pertama disebut trench latrine, yaitu menggali lubang sedalam 30 – 40 cm di permukaan tanah. Tanah galian digunakan kembali untuk mengurug feses. Cara ini masih ada di perdesaan. Juga dilakukan oleh suku nomaden. Cara kedua disebut bored hole latrine, yaitu membuat lubang kecil di tanah berukuran 50 – 60 cm sedalam 1 – 1,5 m. Di bagian atas dibuatkan pijakan dan penutup. Cara ini bersifat sementara, biasanya dibuat di daerah bencana.
Cara ketiga disebut bucket latrine atau pail closet. Feses diwadahi ember kemudian dibuang ke lokasi tertentu atau dijual. Cara ini diterapkan di Edo, Jepang dan sudah dibahas di Majalah Air Minum Edisi Agustus 2025. Praktik ini sekarang digunakan untuk orang sakit. Cara keempat disebut kakus gantung (overhung latrine). Banyak digunakan di perdesaan. Kakus berada di atas kolam, selokan, sungai, atau rawa.
Cara kelima disebut pit privy atau cubluk berdiameter 80 – 120 cm dan kedalaman 2,5 – 5 m. Penggunaan cubluk dihentikan apabila ketinggian lumpurnya 50 cm di bawah permukaan tanah. Cubluk kemudian diurug dengan tanah galian cubluk baru di sebelahnya. Setelah 10 – 12 bulan lumpur bisa digunakan untuk pupuk dan lubangnya digunakan lagi.
Cara keenam disebut aqua privy atau cubluk berair dengan kedalaman 1 – 2,5 m. Dibuat dengan diameter 80 – 120 cm di daerah yang dangkal muka air tanahnya. Cubluk ini selalu terendam air sehingga proses pembusukannya seperti pembuangan feses di sungai.
Cara ketujuh disebut goose-trine, yaitu kloset leher angsa. Dibuat genangan air sebagai perangkap (water seal) yang berfungsi mencegah bau busuk ke luar dan mencegah serangga masuk ke dalam cubluk. Letak cubluk bisa di bawah kloset, bisa juga beberapa meter di sebelahnya. Cara ini banyak dibuat oleh pengembang perumahan.
Cara kedelapan disebut septic tank. Di dalam septic tank terjadi dua proses, yaitu sedimentasi dan pembusukan. Dua fenomena ini bisa terjadi di dalam satu ruang seperti cara ketujuh tersebut. Cara satu ruang lumrah digunakan di Indonesia. Apabila lahannya cukup sebaiknya digunakan dua ruang. Bisa dilengkapi dengan ruang kaporit. Dengan demikian, septic tank yang higienis dan saniter memiliki tiga ruang: sedimentasi, degradasi (digestion) dan disinfeksi.
Septic Tank.
Merujuk pada artikel di MAM Edisi 111, Desember 2004, Septic Tank: Cikal IPAL Anaerob Modern, sejarah pengolahan air limbah anaerob dimulai pada tahun 1860 oleh Louis H. Mouras di Prancis. Pada tahun 1870 dibuat modifikasinya yang disebut Fosse Mouras tank. Namun istilah septic tank dimunculkan oleh Donald Cameron sebagai pemilik hak paten di Inggris pada tahun 1895. Hak patennya di Amerika Serikat diperoleh tahun 1899.
Selanjutnya timbul kontroversi hak paten oleh banyak pencipta modifikasi septic tank. Modifikasi ini berlangsung hingga sekarang tetapi tanpa konflik. Banyak orang membuat septic tank atas informasi dari mulut ke mulut. Tanpa perhitungan, tanpa rumus matematika. Bentuk dan ukuran dibuat berdasarkan kelaziman saja. Tidak mempertimbangkan proses fisika, biologi, dan kimia. Tidak memikirkan dampak zat kimia terhadap mikroba pengolah limbah. Zat kimia tertentu dapat menggagalkan produksi biogas.
Septic tank komunal tidak sekadar memperbesar ukuran septic tank pribadi. Perlu pertimbangan debit rata-rata air limbah, faktor puncak, frekuensi penyedotan lumpur (septage) dan proses biokimia. Crites dan Tchobanoglous (1998) merekomendasikan volume 1.500 – 2.000 gallon untuk tiga – empat kamar (3 – 5 orang) per rumah agar penyisihan BOD, TSS, oil-grease bisa maksimal dan meminimumkan frekuensi penyedotan lumpur.
Untuk septic tank komunal di lokasi padat penduduk (slum area), Crites dan Tchobanoglous mengutip rumus Bounds (1996). Persamaan empiris ini memberikan relasi antara debit rata-rata (Qav, gal/cap.day) dan faktor puncak (FP) seperti ditulis di Tabel 1. Faktor puncak berfungsi sebagai faktor keamanan (safety factor) desain dengan nilai 1,5. Dengan angka tersebut maka volume tangki yang diperlukan bervariasi antara 3,3 – 6,8 kali debit rata-rata (Qav) dan penyedotan lumpurnya setiap 2 – 5 tahun. Konversi dari satuan gallon ke satuan metrik adalah 1 gallon = 3,785 liter. Setelah diperoleh volumenya maka kebutuhan lahannya bisa dihitung.
Ketersediaan lahan berpengaruh pada ukuran dan jumlah septic tank yang dibangun. Apabila lahannya sempit sehingga tidak mungkin membangun satu unit besar maka bisa dibangun beberapa unit kecil dengan total volume yang sama. Bisa juga dibangun di bawah jalan di permukiman padat atau di bawah lapangan voli, basket atau lahan parkir. Lahan adalah masalah utama dalam pembangunan fasilitas umum di DKI Jakarta.
Tabel 1. Persamaan Volume Minimum Septic Tank Komunal
|
Interval
Penyedotan, tahun |
Volume,
gallon |
|
3 |
2,8Qav
x PF |
|
4 |
3,2Qav
x PF |
|
5 |
3,65Qav
x PF |
|
6 |
4,0Qav
x PF |
Sumber:
Crites dan Tchobanoglous, 1998
Produksi Biogas
Biogas bisa dimanfaatkan apabila pasokan zat organiknya cukup dan kontinyu. Zat organik berasal dari tinja dan dinyatakan dengan angka BOD. Bappenas menyebutkan bahwa tinja orang Indonesia 125 – 250 gram/orang/hari. Angka lain dirilis oleh Kim Barrett dari Universitas California, yaitu 400 – 500 gram/orang/hari, terdiri atas 70% padat dan 30% air. Zat organik adalah sumber biogas dengan variasi komposisi CHON, CHONS, CHONSP atau C18H19O9N. Dari rumus kimia ini bisa dihitung potensi volume dan nilai kalor biogasnya.
Pembentukan biogas dipengaruhi oleh pH dan temperatur. Optimum pH antara 6,5 – 7,5 dan temperatur antara 20 – 45 derajat Celcius. Faktor penting lainnya adalah konsentrasi nutrien (unsur N dan P) dan kehadiran zat toksik seperti pembersih lantai (karbol, dll). Mikroba pembentuk biogas perlu diberi asupan mineral runut (trace mineral) seperti Fe, Co, Mn, Mo secara periodik. Menurut ahli proses anaerob R. E. Speece, mineral runut tersebut adalah cocktail injection (mineral salwa) yang ampuh dalam proses pengolahan. Fluktuasi debit dan BOD sebaiknya tidak melebihi 50% rata-rata untuk mencegah beban kejut (shock loading).
Keberhasilan septic tank komunal bergantung pada ketepatan desain, BOD, nutrien, mineral runut, pH, temperatur, zat kimia toksik. Produksi biogas dipengaruhi oleh konsorsium empat kelompok bakteri, yaitu hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis, dan metanogenesis. Kegagalan produksi biogas mayoritas terjadi karena kegagalan tahap metanogenesis yang diampu oleh archae methanothrix dan methanosarcina. *









