• L3
  • Email :
  • Search :

10 Mei 2007

Metabolisme Anaerob

Metabolisme Anaerobik
Oleh Gede H. Cahyana

Tulisan ini ditujukan kepada rekan-rekan yang mengirimkan sutel (surat elektronik) dan bertanya soal proses pengolahan air limbah secara anaerob, khususnya tahap degradasi zat organiknya. Secara ringkas hal itu saya tulis di bawah ini. Semoga bermanfaat. 

Sesuai dengan namanya, pada proses anaerob (an = tidak, aerob = udara atau oksigen) tidak ada oksigen yang terlibat atau dikonsumsi oleh mikroba sehingga tidak ada reduksi zat organik. Namun penyisihannya dapat terjadi jika zat organik telah dikonversi menjadi metana, yang lepas ke udara luar. Inilah kunci sukses proses anaerob.

Ada sejumlah pola, alur (pathway) degradasi zat organik, mulai dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks, melibatkan banyak grup atau kelompok bakteri. Menurut Hobson dan Wallace (1982) dan Wang K, (1994), ada tiga tahap degradasi anaerob zat organik terlarut maupun tersuspensi, yaitu reaksi enzimatis ekstraseluler, asidogenesis dan aseto-metanogenesis. Namun menurut Gujer dan Zehnder (1982), ada enam alur pembentukan metana seperti diperlihatkan pada gambar terlampir (Wang K, 1994). 

a. Reaksi enzimatis ekstraseluler
Zat organik tersuspensi (insoluble) atau terlarut bermolekul besar, tak dapat langsung dimetabolisme oleh bakteri karena tidak bisa menembus membran sel sehingga harus dilarutkan dulu (solubilisasi, likuifaksi) dan ukurannya (berat molekulnya) diperkecil. Penanggung jawab pelarutan dan reduksi ukuran itu ialah reaksi hidrolisis yang dikatalisis enzim ekstraseluler hasil ekskresi bakteri. Inilah yang membantu transformasi atau hidrolisis partikulat dan senyawa polimer (karbohidrat, protein, lemak) menjadi monomer sehingga dapat ditransportasikan ke dalam sel dan dimetabolisme sebagai sumber energi dan karbon. Namun karena tahap ini tidak dihasilkan metana maka belum ada reduksi COD.

Berdasarkan cara atau jenis aksi exo-enzyme tersebut, bakteri hidrolitis yang diisolasi dari rumen dan sludge digester dikelompokkan menjadi cellylytic, proteolytic dan lipolytic. Khusus untuk digester yang dominan mengandung insoluble substrate seperti kotoran sapi, babi dan limbah selulosa, maka tahap pelarutan atau solubilisasi ini menjadi penentu proses keseluruhan (rate limiting step). Pelarutan zat tersebut bergantung pada komposisi kimia (biodegradabilitas), sifat fisika (ukuran dan porositas partikel) dan faktor lingkungan: temperatur dan pH. 

b. Tahap asidogenesis
Monomer yang dihasilkan pada tahap hidrolisis seperti asam lemak rantai panjang, asam amino, gula dan alkohol, selanjutnya dimetabolisme intraseluler oleh bakteri hidrolitis dan non-hidrolitis yang digunakan sebagai sumber karbon dan energi. Selain hasilnya berupa asam asetat, propionat, butirat dan H2/CO2, juga sejumlah kecil asam format, laktat, valerat, metanol, etanol, butanediol atau aseton. Karena asam lemak volatil adalah hasil utama tahap ini, maka golongan bakterinya disebut acidifying atau acid-producing bacteria atau acidogenic bacteria atau acidogens yang tahan pada pH rendah (pH <5 font="font">

c. Tahap aseto-metanogenesis
Sebagai tahap terpenting pada proses anaerob, metanogen prokaryote bertugas mengonversi substrat atau senyawa antara (intermediate) di atas menjadi CH4 dan CO2. Substrat yang dapat diubah menjadi metana tersebut, menurut Brock T. D (1997), dibagi menjadi tiga kelas. 

Kelas I (pengguna CO2) terdiri atas CO2, format dan CO dengan donor elektron dari H2, alkohol atau piruvat. Kelas ini juga disebut hidrogenotrofik atau hidrogenofilik (pengguna hidrogen). Metanogennya bersifat autotrof (CO2 sebagai sumber karbon dan aseptor elektron). Kelas II ialah pengguna grup metil (CH3) seperti metanol, metilamin, dimetilamin, trimetilamin, metilmerkaptan dan dimetilsulfida. Kelas III (pengguna asetat atau asetotrofik) terdiri atas dua genus archae yaitu Methanosarcina dan Methanosaeta (Methanothrix). Kelas inilah sumber utama (prekursor) metana karena tak kurang dari 70% total metana berasal dari asam asetat sedangkan sisanya dari H2/CO2. Atau secara total, lebih dari 90% zat organik diubah menjadi CH4 dan sisanya untuk sintesis biomassa.

Pada metabolisme anaerob, ada hubungan sinergis antara penghasil hidrogen dengan pengguna hidrogen. Perubahan pada kondisi tekanan parsial hidrogen akan berpengaruh pada produk akhir fase asidogenesis. Jika ada kenaikan tekanan parsial hidrogen maka oksidasi hidrogen menjadi dominan daripada degradasi asetat sehingga konsentrasi asetat meningkat. Degradasi alkohol pun dapat terganggu oleh tekanan hidrogen yang tinggi. 

Jadi, meskipun hidrogen yang dihasilkan sedikit tetapi merupakan senyawa antara (intermediate) yang berperan penting pada metabolime anaerob, sehingga disarankan tekanan parsial H2 di bawah 0,0001 atm agar proses anaerob berjalan stabil dan kinerjanya baik.*


Gede H. Cahyana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar