• L3
  • Email :
  • Search :

5 Agustus 2007

Kisah Air Jernih

Pekan lalu, di depan siswa kelas satu SMKN 7 Kota Bandung, saya berkisah tentang air. Dalam obrolan itu, saya bertutur begini. Suatu siang sehabis olah raga, kamu haus banget. Sudah dicari ke mana-mana tapi penjual es dan minuman ringan kesukaanmu tak jua ada. Dengan rasa haus yang menyekat kerongkongan dan langkah gontai, kamu masuk kelas.


Pucuk dicinta ulam tiba! Di sana kamu lihat ada segelas air jernih. Gelasnya bening, setinggi 10 cm dan isinya kira-kira 200 ml. Kamu tidak tahu siapa empunya air itu dan tak ada siapa pun yang bisa ditanyai. Pertanyaannya, beranikah kamu minum air itu dengan asumsi kamu bukan pencuri? Ingat, pada kasus ini, kamu bukan pencuri! Beranikah kamu meminumnya?

Itu kisah pertama. Berikutnya kisah kedua. Misalkan kamu diberi dua gelas air. Yang satu airnya tampak jernih dan satunya lagi agak keruh. Ingat, bukan air keruh melainkan air yang agak keruh. Kata “agak” perlu ditekankan di sini. Artinya, tidak betul-betul keruh seperti layaknya air sungai di Pulau Jawa. Jika kamu disuruh minum airnya, air mana yang akan kamu pilih? Air jernihkah atau yang agak keruh?

Waktu itu saya katakan, kalau kamu paham makna air bersih dan air jernih dan paham juga bedanya, pasti kamu tidak berani minum air pada kasus pertama dan juga pada kasus kedua jika tidak ada keterangan tambahan. Keterangan tambahan diperlukan untuk memastikan bahwa air yang di gelas-gelas itu betul-betul bersih sehingga tidak membahayakan kesehatan. Apakah keterangan tambahan itu? Itulah yang disebut parameter kualitas air.

Orang yang hati-hati dan waspada demi kesehatannya tidak akan berani minum air walaupun tampak jernih. Sebab, air jernih sangat mungkin mengandung bakteri, bahkan banyak bakterinya. Lebih parah lagi kalau berisi bakteri patogen yang dapat menyebabkan diare, disentri, tifus, dan sakit lainnya. Jernih hanyalah salah satu aspek dari sekian banyak aspek dalam parameter kualitas air minum. Tergolong parameter fisika, jernih perlu dilengkapi dengan informasi lainnya seperti warna, rasa, bau, suhu atau temperatur, dan daya-antar-listrik (DAL).

Pada kasus dua gelas di atas, boleh jadi air yang agak keruh lebih layak diminum daripada yang tampak jernih. Andaikata diberi keterangan bahwa air di gelas yang airnya agak keruh itu sudah diolah sehingga kualitas kimia dan bakteriologinya memenuhi syarat, maka tak ada alasan untuk menolaknya. Ia bisa diminum dengan aman. Sebab, kekeruhan hanyalah disebabkan oleh koloid (tanah lempung). Apabila airnya sudah didisinfeksi atau dididihkan sehingga bakterinya mati maka airnya sudah bersih walaupun “agak” keruh. Jadi, air keruh dalam batas-batas tertentu boleh jadi lebih layak diminum daripada air jernih yang belum didisinfeksi!

Hanya saja, jika disuruh memilih tentu saja yang baik ialah air jernih yang juga bersih. Atau, air bersih yang juga jernih. Namun, tak cukup hingga di sini. Ada lagi parameter lain yang perlu diuji apakah sesuai dengan baku mutu air minum, yaitu parameter kimianya.

Kembali ke soal kekeruhan (turbidity), apa sebabnya? Cobalah ini. Ketika hujan, tataplah air hujan di halaman rumahmu. Keruh, bukan? Cobalah ambil segelas lalu perhatikan. Sekejap setelah gelas ditaruh di meja, airnya mulai tampak tenang, diam dan kelihatan ada yang mengendap. Itulah partikel kasar (coarse solid), partikel yang langsung mengendap segera setelah airnya didiamkan. Jika airnya banyak mengandung patikel tersebut maka tak berapa lama kemudian airnya tampak lebih jernih. Beranikah kamu meminumnya?

Sekarang tuangkan atau pindahkanlah air yang sudah agak jernih itu ke gelas kosong lainnya. Hati-hati, jangan sampai endapannya ikut pindah. Kini kamu punya air agak jernih yang berisi partikel berukuran lebih halus daripada partikel kasar tadi. Namanya partikel tersuspensi atau terambang dan sering disingkat suspensi (suspended solid). Butuh waktu lebih lama, bisa dua atau tiga jam untuk mengendapkan partikel tersuspensi ini. Dalam kondisi alami di danau apalagi di sungai partikel ini sulit mengendap karena airnya tidak tenang, terus mengalir atau terus bergerak. Sedikit adukan saja, takkan terjadi pengendapan. Malah yang sudah mengendap pun bisa terangkat lagi, tersuspensi lagi sehingga airnya keruh lagi.

Ada satu lagi partikel lainnya, yaitu koloid. Inilah partikel lempung yang susah diendapkan tanpa bantuan zat kimia. Karena permukaannya bermuatan listrik, biasanya negatif, maka antarkoloid akan tolak-menolak. Akibatnya, terjadi kestabilan koloid sehingga semua partikelnya melayang-layang di dalam air dan tampak keruh. Didiamkan berjuta-juta tahun pun, secara teoretis, partikel sangat halus ini takkan mengendap. Penyebabnya: stabilitas koloid!

Bisa dikatakan, di sungai yang airnya bergolak terutama setelah hujan, jenis partikel yang terbanyak ialah partikel kasar atau lumpur. Di danau dan air tenang lainnya yang terbanyak berupa partikel tersuspensi dan koloid. Bahkan di air yang sangat tenang atau diam, pasti tak ada partikel kasar karena semuanya sudah mengendap. Di sungai atau danau, kekeruhan berefek pada “tipuan” kedalaman air lantaran cahaya yang masuk ke badan airnya terganggu. “Tipuan” ini terjadi karena berkaitan dengan penyerapan atau absorbsi cahaya sehingga tampak lebih dangkal.

Selain absorbsi ada lagi efek perpendaran cahaya oleh partikel tersuspensi dan koloid yang besarnya dipengaruhi oleh ukuran partikel dan sifat permukaannya. 

Contohnya begini. Masukkanlah pelan-pelan satu butir tanah ke dalam segelas air. Jangan diaduk! Bagaimana hasilnya? Air di gelas tidak keruh, kan? Tetapi cobalah aduk sekuat-kuatnya sehingga butiran tanah itu hancur menjadi sekecil-kecilnya. Apa yang tampak? Betul, air tampak keruh. Satu butir partikel lalu dihancurkan menjadi jutaan partikel koloid akan tampak keruh walaupun massanya tetap. Apa yang akan terjadi kalau butir tanah itu ditambah terus menjadi seribu butir, sejuta butir, dan seterusnya? Inilah yang terjadi di sungai ketika hujan.

Asyik nggak obrolan ini? Lain waktu disambung lagi, khususnya tentang penyebab kekeruhan secara lebih detail.

Ok... have a nice day and study hard.
Remember, Bandung is attributed as a vocational city. And you, as one of the students of the best vocational school in Bandung that has “Sistem Manajemen Mutu ISO 9001: 2000, certified by PT TUV Jerman” have some duties to look after the school and take care of the “K3: Ketertiban, Kebersihan, Keindahan” as a valuable point of our environment.

Save our city from risk, danger or hazard of pollution. And I am sure, Parijs van Java has still an abundant supply of ecologist, environmentalist and people who love the city. How about the public servants? Let’s “bismi rabbi, ya.. my Allah, please help our leader to become “amanah”, honest .... work honestly.

So, by using this blog too, I hope there will be a better change in the attitude, characteristic of the people of Bandung to their environment. Thank’s.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar