Dimuat di MAM edisi 155, Agustus 2008.
Tanpa bermaksud menghakimi, sampai tahun 2008 ini belum ada Filtrasi Multitahap (Multistage Filtration) yang diterapkan oleh PDAM di Indonesia. Filter Multitahap (FM) mulai intensif diteliti pada satu dekade terakhir ini di Amerika Latin oleh IRC-CINARA (International Water and Sanitation Centre - Instituto de Investigacion y Desarollo en Abastecimiento de Agua) di Colombia.
Pada risetnya, CINARA membuat pilot plant dengan variasi beberapa unit operasi di Puerto Mallarino. Air bakunya berasal dari sungai dengan kekeruhan antara 80 s.d 3.600 NTU. Airnya sangat tercemar dengan rerata kandungan bakteri coliform 63.000 Colony Forming Unit (CFU) dan maksimumnya 500.000 CFU. Hasil pengolahan dengan IPAM FM ini bahkan mencapai 3 – 24 NTU dari air yang sangat keruh tanpa perlu zat kimia (koagulan). Bagaimana ini bisa terjadi? Ternyata ini terjadi karena teknologi yang mereka sebut Multistage Filtration (Filtrasi Multitahap). Variasi dan susunannya cukup banyak, dimulai dari intake, dynamic gravel filter, upflow gravel filter in layers and series, downflow gravel filter in layers and series, horizontal gravel filter, dan slow sand filter.
Kalau dilihat sejarahnya, sebetulnya unit ini sudah tua. Gravel filtration telah digunakan dalam pengolahan air tahun 1800-an di Scotlandia. Kemudian Gravel Filtration sempat lama menghilang karena kehadiran pengolahan air secara kimia dan mekanik seperti yang banyak diterapkan di PDAM berupa rapid sand filter. Namun unit gravel filter muncul kembali tahun 1980 terutama di negara-negara berkembang sebagai pengolahan awal untuk air sungai yang tinggi kekeruhannya sebelum menuju SSF. Karena gravel filter tidak perlu peralatan mekanik dan tak perlu koagulan maka gravel filter merupakan metoda pengolahan awal yang cocok karena murah.
Gravel filter terdiri atas lapisan media kerikil berukuran 4 - 20 mm dalam arah aliran air. Ada sejumlah tipenya seperti diperlihatkan pada gambar terlampir. Tipenya dikelompokkan berdasarkan arah aliran airnya (ke atas, ke bawah, horisontal) dan berdasarkan kedalaman lapisan medianya. Pemilihan gravel filter bergantung pada karakteristik air bakunya dan bergantung pada persyaratan operasi dan perawatan yang diinginkan. Fungsi utama gravel filter ialah menurunkan kekeruhan influen dan suspended solid sehingga memadai sebagai input bagi SSF. Juga dapat mereduksi penyumbatan oleh algae dan mampu mereduksi suspensi dan koloid tanpa penambahan koagulan. Secara umum, pengolahan dengan unit ini direkomendasikan bagi kekeruhan air baku yang lebih dari 10 NTU terutama ketika musim hujan.
Fungsi utamanya adalah pelindung SSF dari penumpukan partikulat sehingga membantu SSF bekerja lebih baik dan lebih lama. Ditemukan oleh pakar air minum dari Belanda yang bernama Wegelin pada 1998 bahwa dengan gravel filter ini, SSF dapat beroperasi lima (5) kali lebih lama daripada tanpanya. Unit ini dapat beroperasi sampai dengan satu tahun dengan air baku yang secara periodik sangat keruh. Ini terjadi karena ia dirancang untuk penetrasi yang dalam bagi kekeruhan dan headloss-nya rendah lantaran besar parasitasnya. Artinya, air sekeruh apapun, kalau diolah dengan unit ini maka akan menjadi jauh lebih jernih dan secara teknis dapat membantu SSF sehingga beroperasi lebih lama pada beban hidrolis yang lebih tinggi, juga mengurangi luas bak filternya sehingga menurunkan biaya konstruksinya.
Variasi Gravel Filter
DyGF (Dynamic Gravel Filter) terdiri atas 3 atau 4 bak filter. Setiap bak diisi gravel, dengan media kasar di kompartemen pertama dan berturut-turut media yang kecil atau halus di kompartemen terakhir. Air mengalir turun melewati setiap kompartemen. Ada juga Upflow Roughing Filter Seri (URFS). Karena kebanyakan akumulasi padatan terjadi di dasar filter dekat pipa pengurasnya, maka URFS ini lebih mudah dibersihkan. Fakta di lapangan, upflow dan downflow roughing filter nyaris sama kinerjanya, tetapi upflow direkomendasikan lantaran mudah dibersihkan.
URFL (Lapis) terdiri atas bak filter yang berisi multilapis media mulai dari yang media kasar di dasar bak hingga media halus di lapisan atas. Keuntungan URF Lapis ini ialah persyaratan ruangnya kecil dan biayanya rendah dibandingkan dengan HRF maupun URF Seri. URF Lapis sangat efektif untuk air yang rendah sampai medium kekeruhannya (<150 br="" ntu="">
HRF (Horizontal Roughing Filtration) terdiri atas bak horisontal dengan 3 atau 4 ruang yang panjangnya bervariasi dan dipisahkan oleh sekat (baffle) dengan aliran horisontal. Setiap kompartemen diisi gravel, media kasar di kompartemen pertama dan berturut-turut media halus di kompartemen akhir. Keuntungan HRF karena panjang medianya besar dan kapasitas penyimpanan solid juga besar maka frekuensi pembersihannya menjadi jarang. HRF ini sangat cocok untuk mengolah air yang kekeruhannya sangat tinggi. Tetapi HRF perlu lahan yang relatif lebih luas daripada URF.
Hidrolika & Kendali Debit
Apa resep yang perlu diikuti agar kinerja IPAM FM ini berhasil dalam mengolah air baku seperti hasil di atas? Salah satu yang perlu diperhatikan ialah hidrolika aliran air. Debit air yang masuk ke URF dan SSF harus diatur agar tidak berlebih sehingga merusak proses pengolahan atau terlalu kecil sehingga tidak diperoleh kapasitas produksi yang diharapkan atau malah merusak proses pengolahan unit yang lain. Kontrol debit pada SSF dapat dilaksanakan di bagian inlet, outlet atau di kedua lokasi itu. Kontrol inlet flow bisa secara filtrasi laju konstan (constant rate), bisa juga filtrasi laju menurun (declining rate).
A. Inlet Control.
a. Inlet kontrol – laju konstan.
Kontrol inlet flow agar laju filtrasinya konstan terdiri atas sebuah valve dan flow meter di aliran air baku sebelum masuk ke filter. Operator menggunakan valve kontrol aliran ini untuk mengatur laju filtrasi. Seiring dengan akumulasi headloss melewati media filter, taraf muka air di filter pun ikut naik. Keuntungan utama jenis kontrol ini adalah operator dapat dengan mudah mengontrol laju aliran dan secara fisik akumulasi headloss mudah diamati dengan melihat permukaan air di filter.
b. Inlet kontrol – laju menurun.
Kontrol inlet flow dengan laju menurun terdiri atas sebuah valve kontrol hidrolis di aliran air baku sebelum masuk ke setiap filter. Kontrol ini mengatur aliran air sambil menjaga agar elevasi permukaan air di atas filternya konstan. Selama operasi filter, taraf muka air di filter konstan tetapi debit air yang melewati filter terus menurun (mengecil). Tipe alat kontrol ini sederhana dan terjadi perubahan yang relatif kecil (smooth) dalam debit tetapi tak mudah bagi operator untuk mengontrol flow-nya. Piezometer juga diperlukan untuk menentukan headloss melewati filter karena taraf muka air tidak bisa dijadikan indikator headloss melewati filter.
B. Outlet Control.
Kontrol outlet flow terdiri atas sebuah valve dan flowmeter di pipa outlet di setiap filter. Dengan alat ini taraf muka air di atas filter dapat dikontrol dengan menggunakan valve. Outlet flow control ini adalah metode kendali sederhana yang memudahkan operator mengontrol aliran air melewati filter.
Agar operasinya mudah dan optimal, yang juga penting di dalam SSF ialah pemipaan filternya. Ada sejumlah pemipaan yang berkaitan dengan SSF, yaitu:
1. Filter- to-waste
Karena SSF adalah proses biologi, maka perlu waktu untuk ”mematangkan” (ripen) biolapisnya pada awal operasi (initial start) dan setelah disekop (scraped off). Selama masa pematangan ini air baku tetap dialirkan melewati media filter tetapi tidak dialirkan ke reservoir tetapi dialirkan ke pembuangan. Oleh sebab itu, perlu disediakan pipa dan valve yang mengarahkan air menuju pembuangan (drain valve). Pemipaan filter-to-waste harus dipasang sedemikian rupa sehingga semua filter dapat dibuang airnya sementara filter lainnya tetap beroperasi. Ini dilaksanakan dengan gate valve.
2. Overflow
Seiring dengan akumulasi headloss, permukaan airnya akan naik di filter yang alirannya dikontrol di inlet (inlet flow control). Kalau taraf muka airnya terlalu tinggi, airnya akan melimpah ke luar bak. Agar tidak terjadi kerusakan akibat limpahan air dari bak ini maka perlu dipasang pipa overflow di dalam filter. Overflow ini pun berfungsi sebagai penyisih buih (scum) dan benda-benda terapung, sampah, dll. Sebetulnya overflow di SSF ini tidak harus ada. Kalau operator setiap hari bertugas dan memantau tinggi muka air di atas media pasir maka overflow tidak perlu dipasang. Tetapi demi upaya preventif, maka bisa saja dipasang overflow di SSF, meskipun menambah biaya investasinya.
3. Supernatant drain
Pemipaan yang tepat dan pemasangan katup (valve) dapat memperlancar penyekopan pasir dan proses pembuangannya. SSF harus dilengkapi dengan supernatan drain untuk mempercepat pembuangan air yang terkumpul di atas filter sebelum filter disekop. Posisi supernatant drain ini tepat di atas permukaan pasir yang dikeringkan. Supernatant drain dibuat sehingga memudahkan air mengalir melewati bak untuk mengaduk-aduk biolapis di permukaan pasir.
4. Drain
Drain filter yang terpisah harus disiapkan di dasar setiap filter agar air supernatan dapat diturunkan sampai di bawah permukaan pasir selama proses pengerikan biolapis. Drain ini dapat dihubungkan dengan sistem underdrain dan diletakkan sebelum alat kontrol level air.
5. Backfill
Pipa-pipa outlet di setiap filter hendaklah dihubungkan dengan pipa di filter yang ada di sebelahnya. Filter yang di sebelahnya ini dapat memberikan air filtratnya yang belum diklorinasi ke filter yang didrain lewat sistem underdrainnya. Ini biasa disebut backfilling. Proses ini perlu dilakukan setelah pengerikan (penyekopan) pasir filter untuk mencegah pemerangkapan udara (air-locking) di dalam media filter. Air untuk proses ini tidak boleh berisi klor karena dapat membasmi mikroorganisme di dalam biolapis.
6. Distribusi inflow.
Air baku yang masuk ke filter tak boleh di satu lokasi saja karena dapat merusak lapisan pasir (scouring atau erosi). Air baku hendaklah disalurkan secara merata di sepanjang sisi filter, minimal di satu sisi. Ini bisa dilaksanakan dengan pipa header berlubang-lubang. Dari lubang orifices inilah air terdistribusi ke semua bagian permukaan filter. Bisa juga dengan cara melimpahkan air influen di sepanjang salah satu sisi filternya..
7. Koleksi filtrat.
Air dikumpulkan di bagian bawah filter dengan sistem underdrain. Sistem ini terdiri atas pipa manifold dan lateral untuk meratakan headloss di semua bagian underdrain. Pipa-pipa ini berbahan PVC yang berisi lubang-lubang orifices berdiameter 1 cm.
Apabila kriteria desain diterapkan dengan betul dan operasinya mengikuti kaidah dalam hidrolika aliran airnya maka kinerja yang diharapkan akan dapat dicapai. Yang juga besar pengaruhnya pada kinerja IPAM FM ini adalah operatornya. Mereka hendaklah diberi pelatihan agar dapat mengoperasikan dan memelihara instalasi ini dengan baik.*150>
ReadMore »
Tanpa bermaksud menghakimi, sampai tahun 2008 ini belum ada Filtrasi Multitahap (Multistage Filtration) yang diterapkan oleh PDAM di Indonesia. Filter Multitahap (FM) mulai intensif diteliti pada satu dekade terakhir ini di Amerika Latin oleh IRC-CINARA (International Water and Sanitation Centre - Instituto de Investigacion y Desarollo en Abastecimiento de Agua) di Colombia.
Pada risetnya, CINARA membuat pilot plant dengan variasi beberapa unit operasi di Puerto Mallarino. Air bakunya berasal dari sungai dengan kekeruhan antara 80 s.d 3.600 NTU. Airnya sangat tercemar dengan rerata kandungan bakteri coliform 63.000 Colony Forming Unit (CFU) dan maksimumnya 500.000 CFU. Hasil pengolahan dengan IPAM FM ini bahkan mencapai 3 – 24 NTU dari air yang sangat keruh tanpa perlu zat kimia (koagulan). Bagaimana ini bisa terjadi? Ternyata ini terjadi karena teknologi yang mereka sebut Multistage Filtration (Filtrasi Multitahap). Variasi dan susunannya cukup banyak, dimulai dari intake, dynamic gravel filter, upflow gravel filter in layers and series, downflow gravel filter in layers and series, horizontal gravel filter, dan slow sand filter.
Kalau dilihat sejarahnya, sebetulnya unit ini sudah tua. Gravel filtration telah digunakan dalam pengolahan air tahun 1800-an di Scotlandia. Kemudian Gravel Filtration sempat lama menghilang karena kehadiran pengolahan air secara kimia dan mekanik seperti yang banyak diterapkan di PDAM berupa rapid sand filter. Namun unit gravel filter muncul kembali tahun 1980 terutama di negara-negara berkembang sebagai pengolahan awal untuk air sungai yang tinggi kekeruhannya sebelum menuju SSF. Karena gravel filter tidak perlu peralatan mekanik dan tak perlu koagulan maka gravel filter merupakan metoda pengolahan awal yang cocok karena murah.
Gravel filter terdiri atas lapisan media kerikil berukuran 4 - 20 mm dalam arah aliran air. Ada sejumlah tipenya seperti diperlihatkan pada gambar terlampir. Tipenya dikelompokkan berdasarkan arah aliran airnya (ke atas, ke bawah, horisontal) dan berdasarkan kedalaman lapisan medianya. Pemilihan gravel filter bergantung pada karakteristik air bakunya dan bergantung pada persyaratan operasi dan perawatan yang diinginkan. Fungsi utama gravel filter ialah menurunkan kekeruhan influen dan suspended solid sehingga memadai sebagai input bagi SSF. Juga dapat mereduksi penyumbatan oleh algae dan mampu mereduksi suspensi dan koloid tanpa penambahan koagulan. Secara umum, pengolahan dengan unit ini direkomendasikan bagi kekeruhan air baku yang lebih dari 10 NTU terutama ketika musim hujan.
Fungsi utamanya adalah pelindung SSF dari penumpukan partikulat sehingga membantu SSF bekerja lebih baik dan lebih lama. Ditemukan oleh pakar air minum dari Belanda yang bernama Wegelin pada 1998 bahwa dengan gravel filter ini, SSF dapat beroperasi lima (5) kali lebih lama daripada tanpanya. Unit ini dapat beroperasi sampai dengan satu tahun dengan air baku yang secara periodik sangat keruh. Ini terjadi karena ia dirancang untuk penetrasi yang dalam bagi kekeruhan dan headloss-nya rendah lantaran besar parasitasnya. Artinya, air sekeruh apapun, kalau diolah dengan unit ini maka akan menjadi jauh lebih jernih dan secara teknis dapat membantu SSF sehingga beroperasi lebih lama pada beban hidrolis yang lebih tinggi, juga mengurangi luas bak filternya sehingga menurunkan biaya konstruksinya.
Variasi Gravel Filter
DyGF (Dynamic Gravel Filter) terdiri atas 3 atau 4 bak filter. Setiap bak diisi gravel, dengan media kasar di kompartemen pertama dan berturut-turut media yang kecil atau halus di kompartemen terakhir. Air mengalir turun melewati setiap kompartemen. Ada juga Upflow Roughing Filter Seri (URFS). Karena kebanyakan akumulasi padatan terjadi di dasar filter dekat pipa pengurasnya, maka URFS ini lebih mudah dibersihkan. Fakta di lapangan, upflow dan downflow roughing filter nyaris sama kinerjanya, tetapi upflow direkomendasikan lantaran mudah dibersihkan.
URFL (Lapis) terdiri atas bak filter yang berisi multilapis media mulai dari yang media kasar di dasar bak hingga media halus di lapisan atas. Keuntungan URF Lapis ini ialah persyaratan ruangnya kecil dan biayanya rendah dibandingkan dengan HRF maupun URF Seri. URF Lapis sangat efektif untuk air yang rendah sampai medium kekeruhannya (<150 br="" ntu="">
HRF (Horizontal Roughing Filtration) terdiri atas bak horisontal dengan 3 atau 4 ruang yang panjangnya bervariasi dan dipisahkan oleh sekat (baffle) dengan aliran horisontal. Setiap kompartemen diisi gravel, media kasar di kompartemen pertama dan berturut-turut media halus di kompartemen akhir. Keuntungan HRF karena panjang medianya besar dan kapasitas penyimpanan solid juga besar maka frekuensi pembersihannya menjadi jarang. HRF ini sangat cocok untuk mengolah air yang kekeruhannya sangat tinggi. Tetapi HRF perlu lahan yang relatif lebih luas daripada URF.
Hidrolika & Kendali Debit
Apa resep yang perlu diikuti agar kinerja IPAM FM ini berhasil dalam mengolah air baku seperti hasil di atas? Salah satu yang perlu diperhatikan ialah hidrolika aliran air. Debit air yang masuk ke URF dan SSF harus diatur agar tidak berlebih sehingga merusak proses pengolahan atau terlalu kecil sehingga tidak diperoleh kapasitas produksi yang diharapkan atau malah merusak proses pengolahan unit yang lain. Kontrol debit pada SSF dapat dilaksanakan di bagian inlet, outlet atau di kedua lokasi itu. Kontrol inlet flow bisa secara filtrasi laju konstan (constant rate), bisa juga filtrasi laju menurun (declining rate).
A. Inlet Control.
a. Inlet kontrol – laju konstan.
Kontrol inlet flow agar laju filtrasinya konstan terdiri atas sebuah valve dan flow meter di aliran air baku sebelum masuk ke filter. Operator menggunakan valve kontrol aliran ini untuk mengatur laju filtrasi. Seiring dengan akumulasi headloss melewati media filter, taraf muka air di filter pun ikut naik. Keuntungan utama jenis kontrol ini adalah operator dapat dengan mudah mengontrol laju aliran dan secara fisik akumulasi headloss mudah diamati dengan melihat permukaan air di filter.
b. Inlet kontrol – laju menurun.
Kontrol inlet flow dengan laju menurun terdiri atas sebuah valve kontrol hidrolis di aliran air baku sebelum masuk ke setiap filter. Kontrol ini mengatur aliran air sambil menjaga agar elevasi permukaan air di atas filternya konstan. Selama operasi filter, taraf muka air di filter konstan tetapi debit air yang melewati filter terus menurun (mengecil). Tipe alat kontrol ini sederhana dan terjadi perubahan yang relatif kecil (smooth) dalam debit tetapi tak mudah bagi operator untuk mengontrol flow-nya. Piezometer juga diperlukan untuk menentukan headloss melewati filter karena taraf muka air tidak bisa dijadikan indikator headloss melewati filter.
B. Outlet Control.
Kontrol outlet flow terdiri atas sebuah valve dan flowmeter di pipa outlet di setiap filter. Dengan alat ini taraf muka air di atas filter dapat dikontrol dengan menggunakan valve. Outlet flow control ini adalah metode kendali sederhana yang memudahkan operator mengontrol aliran air melewati filter.
Agar operasinya mudah dan optimal, yang juga penting di dalam SSF ialah pemipaan filternya. Ada sejumlah pemipaan yang berkaitan dengan SSF, yaitu:
1. Filter- to-waste
Karena SSF adalah proses biologi, maka perlu waktu untuk ”mematangkan” (ripen) biolapisnya pada awal operasi (initial start) dan setelah disekop (scraped off). Selama masa pematangan ini air baku tetap dialirkan melewati media filter tetapi tidak dialirkan ke reservoir tetapi dialirkan ke pembuangan. Oleh sebab itu, perlu disediakan pipa dan valve yang mengarahkan air menuju pembuangan (drain valve). Pemipaan filter-to-waste harus dipasang sedemikian rupa sehingga semua filter dapat dibuang airnya sementara filter lainnya tetap beroperasi. Ini dilaksanakan dengan gate valve.
2. Overflow
Seiring dengan akumulasi headloss, permukaan airnya akan naik di filter yang alirannya dikontrol di inlet (inlet flow control). Kalau taraf muka airnya terlalu tinggi, airnya akan melimpah ke luar bak. Agar tidak terjadi kerusakan akibat limpahan air dari bak ini maka perlu dipasang pipa overflow di dalam filter. Overflow ini pun berfungsi sebagai penyisih buih (scum) dan benda-benda terapung, sampah, dll. Sebetulnya overflow di SSF ini tidak harus ada. Kalau operator setiap hari bertugas dan memantau tinggi muka air di atas media pasir maka overflow tidak perlu dipasang. Tetapi demi upaya preventif, maka bisa saja dipasang overflow di SSF, meskipun menambah biaya investasinya.
3. Supernatant drain
Pemipaan yang tepat dan pemasangan katup (valve) dapat memperlancar penyekopan pasir dan proses pembuangannya. SSF harus dilengkapi dengan supernatan drain untuk mempercepat pembuangan air yang terkumpul di atas filter sebelum filter disekop. Posisi supernatant drain ini tepat di atas permukaan pasir yang dikeringkan. Supernatant drain dibuat sehingga memudahkan air mengalir melewati bak untuk mengaduk-aduk biolapis di permukaan pasir.
4. Drain
Drain filter yang terpisah harus disiapkan di dasar setiap filter agar air supernatan dapat diturunkan sampai di bawah permukaan pasir selama proses pengerikan biolapis. Drain ini dapat dihubungkan dengan sistem underdrain dan diletakkan sebelum alat kontrol level air.
5. Backfill
Pipa-pipa outlet di setiap filter hendaklah dihubungkan dengan pipa di filter yang ada di sebelahnya. Filter yang di sebelahnya ini dapat memberikan air filtratnya yang belum diklorinasi ke filter yang didrain lewat sistem underdrainnya. Ini biasa disebut backfilling. Proses ini perlu dilakukan setelah pengerikan (penyekopan) pasir filter untuk mencegah pemerangkapan udara (air-locking) di dalam media filter. Air untuk proses ini tidak boleh berisi klor karena dapat membasmi mikroorganisme di dalam biolapis.
6. Distribusi inflow.
Air baku yang masuk ke filter tak boleh di satu lokasi saja karena dapat merusak lapisan pasir (scouring atau erosi). Air baku hendaklah disalurkan secara merata di sepanjang sisi filter, minimal di satu sisi. Ini bisa dilaksanakan dengan pipa header berlubang-lubang. Dari lubang orifices inilah air terdistribusi ke semua bagian permukaan filter. Bisa juga dengan cara melimpahkan air influen di sepanjang salah satu sisi filternya..
7. Koleksi filtrat.
Air dikumpulkan di bagian bawah filter dengan sistem underdrain. Sistem ini terdiri atas pipa manifold dan lateral untuk meratakan headloss di semua bagian underdrain. Pipa-pipa ini berbahan PVC yang berisi lubang-lubang orifices berdiameter 1 cm.
Apabila kriteria desain diterapkan dengan betul dan operasinya mengikuti kaidah dalam hidrolika aliran airnya maka kinerja yang diharapkan akan dapat dicapai. Yang juga besar pengaruhnya pada kinerja IPAM FM ini adalah operatornya. Mereka hendaklah diberi pelatihan agar dapat mengoperasikan dan memelihara instalasi ini dengan baik.*150>