• L3
  • Email :
  • Search :

20 Juni 2019

Mutu Kampus dan SPMI

Mutu Kampus dan SPMI

Spirit perubahan Kopertis menjadi LLDikti adalah penyamaan atau penyetaraan tempat berpijak kampus-kampus (univ., institut, sekolah tinggi, politeknik, akademi, dll) sehingga tidak ada dikotomi antara PTN dan PTS. “Semangatnya adalah bebas dikotomi,” ujar Kepala LLDikti Wilayah IV Prof. Dr. Uman Suherman AS, M.Pd. dalam acara SPMI di Jatinangor.


Semua PT (negeri dan swasta) bisa bermutu atau berkualitas. Siapa yang menjamin? Siapa penjamin bahwa PT itu bermutu? Guru besar UPI Bandung itu lantas menganalogikannya dengan keluarga. Siapa yang menjamin anak-anak? Ya… tentu orangtuanya. Maka yang menjamin PT adalah yang ada di dalam keluarga besar PT tersebut. Mulai dari yayasan, pimpinan, dekan, kaprodi, kabiro, kabag, dosen, tendik, mahasiswa, cleaning service, satpam, dst. Semua harus menjadi penjamin mutu. Menjamin mutu di bidang kerja masing-masing.

Mulai dari mana? Mutu harus diawali dari NIAT. Luruskan dan perbaiki niat, kata Prof. Uman. Niat itu adalah statuta. Ini harus bermutu. Statuta itu semacam undang-undang dasar PT. Statuta harus dibaca, dipahami, dianalisis, apakah sudah bagus atau belum, atau perlu diperbaiki? Mengapa statuta? Karena di dalam statuta tercantum visi misi, bentuk lembaga, proses pendidikan, gelar, perkuliahan, penjaminan mutu, dll. Statuta bisa dikoreksi atau ditambah pada poin-poin yang penting saja. Pungkas profesor yang humoris dengan joke-joke-nya ini.

Pada materi SPMI, narasumbernya ialah Prof. Dr. Johanes Gunawan dan Prof. Dr. Bernadette M. Waluyo. Pokok utama SPMI ialah PPEPP: Penetapan standar, Pelaksanaan Standar, Evaluasi (Pelaksanaan) Standar, Pengendalian (Pelaksanaan) Standar, dan Peningkatan Standar. Lima poin ini harus berkelanjutan dan bersiklus sesuai dengan jenis kegiatannya. Ada yang siklusnya harian, ada pekanan, ada bulanan, ada semesteran, ada tahunan. Artinya, pada setiap akhir siklus harus ada peningkatan standar. Ada standar baru. Perbaikan menerus, continuous improvement atau kaizen. Standar tidak akan pernah mentok! The sky is the limit.

Guru besar yang menjuluki dirinya dengan “pendekar” ini (pendek dan kekar, ujarnya), menegaskan bahwa semua harus ada dan disiapkan standarnya. Semua bisa dibuat standarnya. Prioritaskan saja, mana yang mendesak, mana yang bisa belakangan. Bahkan kebersihan toilet, KM-WC harus ada standarnya. Ada standar kebun, ada standar penerima telepon yang maksimum tiga kali berdering, standar ruang kelas, standar LCD, standar pointer, dst. Bahkan ada kampus (nama kampus sengaja tidak ditulis) yang memiliki 170-an standar, demikian kata narasumber.

Membangun SPMI tidak bisa instan, kata Prof. Jogun (nickname Johanes Gunawan). Ini berkaitan dengan mental. Perubahan mental civitas academica, mental switch. Komitmen yayasan dan pimpinan sangat menentukan, ujar guru besar hukum Univ. Parahyangan itu. Kuncinya, ya itu tadi, PPEPP. Kalau dilaksanakan PPEPP, maka langsung melesat, pungkasnya.

Kesimpulan, mutu harus dijaminkan oleh semua orang yang ada di dalam kampus. Membangun SPMI membutuhkan waktu, tetapi harus dimulai sekarang juga. Polanya adalah PPEPP. Tetapkan, laksanakan, evaluasi, kendalikan, tingkatkan. Ulangi lagi dari awal. Siklus.Kaizen. *





Tidak ada komentar:

Posting Komentar