Fakultas Ekonomi, Asa Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo
Oleh Prof. Dr. Soedrajad Djiwandono
Pengantar
Sebelumnya perlu saya
kemukakan bahwa saya tidak mengetahui bagaimana
dan mengapa dalam orasi ilmiah di tahun 1993 almarhun Professor Sumitro
menyinggung perlunya didirikan Fakultas Ekonomi di Institute Teknik
Adityawarman (ITA) yang sejak 2002 menjadi Universitas Kebangsaan Republik
Indonesia (UKRI). Sebagaimana diketahui UKRI mulai menyajikan Fakultas Ekonomi
Prodi Management di tahun 2018.
Ulasan saya semata-mata
merupakan pendapat pribadi. Akan tetapi ulasan ini dengan landasan pengetahuan
yang saya miliki tentang pandangan-pandanngan Prof. Sumitro karena hubungan
saya dengan almarhum sampai wafat beliau di tahun 2001. Secara formalnya saya
pernah bekerja untuk almarhun dari 1969 -1972 sebagai Asisten Menteri
Perdagangan. Dengan demikian ulasan ini subjektif, mungkin malah spekulatif,
namum juga berdasarkan atas pengamatan yang dapat saya pertanggung jawabkan
secara akademis.
Pernyataan Prof.
Sumitro
Menurut yang direkam
Bapak Rektor UKRI dr. Boyke Setyawan, pernyataan Professor Sumitro yang mengharapkan
adanya Fakultas Ekonomi di ITA dilakukan pada waktu beliau menyampaikan orasi
ilmiah di hadapan civitas akademica ITA tahun 1993. Pernyataan tersebut
disampaikan setelalah beliau menguraikan adanya kebocoran APBN di Indonesia
sebesar 60%. Sebagaimana diketahui istilah kebocoran 60% itu sendiri banyak
dikutip dan dibahas di masyarakat, sering tanpa disadari bahwa mereka yang
membahas mungkin memaknai arti kebocoran maupun angka 60% dengan persepsi sendiri-sendiri
yang belum tentu sama.
Mengenai hal tersebut
seingat saya Prof. Sumitro menggunakan perhitungan yang biasanya dilakukan para
ahli ekonomi makro dalam membuat perkiraan tentang laju pertumbuhan produk
domestik bruto (PDB). Ini merupakan cara konvensional sejak tahun lima puluhan.
Pada dasarnya penghitungan ini mendasarkan atas konsep yang dikenal sebagai incremental capital output ratio atau
ICOR, yang menunjukkan besarnya nilai penanaman modal atau investasi yang diperlukan
untuk mencapai satu unit tambahan PDB. Angka
ICOR yang kecil menunjukkan jumlah yang relative kecil untuk meningkatnya nilai
PDB, artinya perekonomian ini mempunyai tingkat efisiensi pemanfaatan penanaman
modal yang relative tinggi; hanya memerlukan investasi yang relative kecil
untuk meningkatkan PDB. Sebaliknya ICOR yang besar menunjukkan rendahnya efisiennya
perekonomian (investasi).
Jadi kalau misalnya
dikatakan ICOR Indonesia adalah 4, artinya untuk meningkatkan PDB dengan Rp 1 T
dibutuhkan investasi sebesar RP 4T. Nah pada awal sembilan puluhan tersebut
ICOR Indonesia kalau tidak salah dibandingkan dengan ICOR untuk perekonomian
negara2 ASEAN mungkin sepertiga lebih tinggi, misalnya 3 di philipina tetapi
4,5 di Indonesia. Ini menunjukkan
perekonomian Indonesia sepertiga atau 33,3 %
kalah efisien dengan tetangga. Angka ini banyak ditangkap dan berkembang
menjadi antara 30% sampai 60%. Persentasi
ini menunjukkan tingkat tidak efisiennya perekonomian nasional dibanding dengan
perekonomian negara tetangga. Kemudian ini diterjemahkan sebagai besarnya kebocoran
ekonomi nasional. Secara kenyataannya, kebocoran itu bisa berasal dari status
perekonomian nasional yang kalah dalam produktivitas tenaga, sumber daya
manusia yang kalah terdidik, dll. Tetapi dapat juga dari segala bentuk korupsi
dan kecurangan. Dalam ekonomi pembangunan kekurangan jenis pertama diistilahkan
sebagai ‘ommission’ ; sesuatu yang
terjadi karena sifat atau kondisi, sedangkan yang kedua ‘commission’
menggambarkan kekurangan yang dilakukan secara kesengajaan.
Dalam percakapan sehari-hari atau dunia politik ketidak efisienan maupun perbuatan sengaja seperti pencurian dari APBN (embezzlement) dan penyuapan pihak ketiga kepada pejabat untuk berbuat atau tidak berbuat yang melanggar peraturan yang menguntungkan penyuap (bribery). Keduanya merupakan unsur perbuatan yang secara umum di kebanyakan sistim/negara disebutkan sebagai perbuatan korupsi. Semua ini disebutkan sebagai kebocoran yang diidentikan dengan korupsi di Indonesia. Perlu disadari bahwa definisi korupsi di Indonesia jauh lebih luas dan kurang jelas dari bribery dan embezzlemen. Karena itu pemberantasan korupsi menjadi rumit dan kurang jelas.
Dalam percakapan sehari-hari atau dunia politik ketidak efisienan maupun perbuatan sengaja seperti pencurian dari APBN (embezzlement) dan penyuapan pihak ketiga kepada pejabat untuk berbuat atau tidak berbuat yang melanggar peraturan yang menguntungkan penyuap (bribery). Keduanya merupakan unsur perbuatan yang secara umum di kebanyakan sistim/negara disebutkan sebagai perbuatan korupsi. Semua ini disebutkan sebagai kebocoran yang diidentikan dengan korupsi di Indonesia. Perlu disadari bahwa definisi korupsi di Indonesia jauh lebih luas dan kurang jelas dari bribery dan embezzlemen. Karena itu pemberantasan korupsi menjadi rumit dan kurang jelas.
Kembali ke pokok pembahasan
kita. Karena itu seperti diuraikan oleh Bapak Rektor, almarhum Prof Achmad
Sumaryono menangkapnya pernyataan Prof. Sumitro waktu itu menyiratkan kekecewaan beliau terhadap kinerja pengelola
perekonomian makro Indonesia, para enokom. Atas dasar ini Prof. Sumitro
mempunyai harapan dan menyampaikan pesan agar ITA mendirikan Fakultas Ekonomi
yang menghasilkan lulusan yang tidak hanya memiliki kemampuan intelektual yang
mumpuni akan tetapi juga ketrampilan menerapkannya di masyarakat dan memiliki jiwa patriot; memegang nilai-nilai
luhur, mempunyai kepedulian terhadap rakyat terutama yang kecil dan menderita. Dengan
lain perkataan menjadi teknokrat dalam arti yang sebenarnya atau action intellectuals, mempunyai
commitment kepada cita-cita bangsa Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus
1945.
Berbagai catatan
Yang paling mudah kita
sepakati mengapa Prof. Sumitro mempunyai harapan dan usualan untuk didirikannya
Fakultas Ekonomi tentu karena Ilmu Ekonomi adalah bidang keahlian, interest dan
passion beliau. Ditambah pengalaman beliau di pemerintahan, akademi, dunia
usaha dan pengamatan beliau dalam semua kegiatan yang menyibukkan beliau sampai
akhir hayat. Mengapa dikemukakan di forum tersebut juga sangat mudah dilihat,
beliau berbicara di depan civitas akademica ITA, suatu institut pendidikan
tinggi yang beliau ingin bina dan kembangkan untuk mencapai cita-cita luhur.
Mungkin ada yang tetap heran
bahkwa beliau seorang ekonom, tetapi menaruh harapan kepada suatu institut
pendidikan tinggi teknik untuk membangun Fakultas Ekonomi? Terhadap mereka ini
saya ingin menyampaikan berbagai catatan dan ulasan di bawah.
Bahwa Fakultas atau
Departemen Ekonomi tidak hanya ada dan berkembang di lembaga pendidikan tinggi
yang asalnya ataupun dikenalnya atau konsentrasinya di dalam pendidikan dan
pengajaran teknologi dan natural atau hard science tentu kita semua mengenai
Departemen Ekonomi MIT dengan nama-nama ekonom Paul Samuelson, Stiglitz dan yang lain. Buat Indonesia nama-nama ekonom
Benyamin Higgins dan Douglass Paauw yang membuat tulisan dan buku tentang
pembangunan perekonomian Indonesia juga mengetahui mereka dari MIT. Selain itu
juga Carnegie Melon dan yang lain semuanya mempunyai Fakultas Ekonomi yang
sangat menonjol, meskipun asal mulanya maupun konsentrasinya lebih dalam
teknologi dan hard sciences.
Tetapi mengapa Prof.
Sumitro alm sepertinya secara kusus berpesan kepada ITA untuk menyelenggarakan
pendidikan Ekonomi dengan mendirikan Fakultas Ekonomi? Mungkin di sini kita
perlu melihat latar belakang proses pendidikan beliau sampai meraih gelas doktor
dalam Ekonomi dari Universitas Rotterdam. Profesor Sumitro memang mengikuti
pendikan tinggi di universitas dengan basis yang sering disebutkan sebagai
continental (Eropa) yang sering dibedakan dengan “American style”. Dalam pendidikan Ilmu Ekonomi, mungkin juga
Ilmu-ilmu Sosial pada umumnya, cara Eropa ini sering digambarkan menggunakan
pendekatan filsafat, deduktif dari yang umum kepada yang khusus. Pendidikan
Ekonomi di AS sering lebih digambarkan melalui studi kasus, menggunakan model
secara kuantitatif-matematis. Ini
gambaran sangat kasar dan stereotype untuk memudahkan narasi saya.
Akan tetapi, kalau
ulasan di atas benar, mengapa Prof. Sumitro yang latar belakang proses
pendidikan ekonominya melalui jalur Eropa, apalagi dalam kenyataannya beliau
memang juga pernah belajar Filsafat di Sorbonne, justru mengusulkan kepada ITA
yang merupakan pendidikan tinggi teknologi untuk membangun Fakultas Ekonomi?
Pertanyaan di atas
jelas mempunyai dasar (valid). Akan tetapi kita perlu melihat yang lebih luas
dari jalan pikiran linier demikian. Dari proses pendidikan Prof. Sumitro kita
perlu mengingat bahwa beliau menulis disertasi beliau dibawah bimbingan seorang
Guru Besar Ekonomi kenamaan, Professor Jan Tinbergen. Prof. Tinbergen adalah pemenang Hadiah Nobel
bidang Ekonomi yang pertama bersama Ragnar Frisch tahun 1969. Hadiah Nobel
bidang Ekonomi diberikan kepada kedua guru besar tersebut karena kontribusinya
dalam pengembangan dan penerapan model ekonomi dinamis dari proses ekonomi.
Profesor Tinbergen juga dikenal sebagai bapak dari Ekonomi Matematik
(Ekonometri) dan penyusunan model ekonomi makro.
Disertasi Profesor Sumitro – terjemahannya, Kredit Rakyat Dimasa Depresi - bukan merupakan studi kuantitatif menggunakan model ekonomi, akan tetapi sebagai mahahsiswa dan memperoleh bimbingan dari Profesr Tinbergen yang membangun dan menerapkan model ekonomi dalam menjelaskan proses bekerjanya perekonomian dengan menggunakan model ekonometri tentu merupakan sesuatu yang sangat membekas di dalam pemikiran Profesor Sumitro.
Karena saya menempuh
pendidikan S1 saya di Gajah Mada saya tidak pernah secara formalnya menjadi
mahasiswa Professor Sumitro. Akan tetapi sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi
tentu saja saya membaca buku seminal beliau Ekonomi
Pembangunan dan yang lain. Kemudian selama bekerja menjadi asisten beliau
saya banyak sekali menyimak uraian-uraian beliau dalam rapat-rapat, brain storming dan ceramah serta kuliah
umum yang banyak sekali beliau lakukan.
Dari semua ini saya
melihat benang merah yang jelas. Profesor Sumitro adalah ahli ekonomi dan
seorang patriot karena itu adalah teknokrat dalam arti yang sesungguhnya, action intellectual. Karena itu semua,
piranti ekonomi praktis yang diperolehnya a.l dengan belajar di Universitas
Rotterdam dengan bimbingan Profesor Jan Tinbergen sangat merasakan
diperlukannya penyelenggaraan pendidikan ekonomi di tingkat universitas yang
dapat menghasilkan kombinasi kemampuan akademis yang tinggi dari ilmu ekonomi
yang dapat diterapkan melalui cara pendekatan seperti yang beliau belajar
menyelesaikan program doktornya dengan bimbingan Profesor Tinbergen. Hal ini secara eklektik lebih memungkinkan
dilaksanakan melalui penyusunan program studi dalam Fakultas Ekonomi yang erat
berkaitan dengan pengembangan teknologi dan science yang merupakan fokus utama
pendidikan ITA waktu itu. Karena itu dalam suasana yang sangat tepat, orasi
ilmiah di depan civitas akademica ITA gagasan dan harapan berdirinya Fakultas
Ekonomi itu dicetuskan.
Dari banyak uraian
beliau di berbagai kesempatan saya sangat melihat kecenderungan Prof Sumitro
untuk semacam mengkombinasikan pendekatan Eropa seperti yang beliau peroleh
akan tetapi dilengkapi dengan yang beliau pelajari mengenai pengembangan
economic modelling dan perencanaan dari karya-karya Prof. Tinbergen yang lebih
pesat berkembang di AS.
Mungkin saja ada aspek
eklektiknya, akan tetapi juga bukan kebetulan bahwa pada waktu kesempatan itu
timbul, diwaktu Profesor Sumitro menjadi Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas
Indonesia beliau mengirim anak-anak didik beliau yang nantinya menjadi kelompok
yang dikenal sebagai teknokrat, Professor Widjojo Nitrosastro, Ali Wardhana, Emil
Salim, Suhadi Mangkusuwondo (semuanya ke University of California, Berkeley)
dan yang lain, lain seperti Mahoammad Sadli (MIT), Subroto (McGill), Sumarlin
(Pittsburg), Saleh Affif (Oregon). Tetapi juga Radius Prawiro di (Rotterdam),
dan lain-lain.
Dengan demikian buat
saya bukan saja bahwa pernyataan Profesor Sumitro agar ITA mempunyai Fakultas
Ekonomi itu tidak ada anehnya. Lebih dari itu jutru sangat tepat bahwa hal
tersebut disampaikan Prof. Sumitro di ITA dalam suatu orasi ilmiah di depan
civitas academica. Semuanya justru sangat sesuai dengan latar belakang dan
pengalaman Profesor Sumitro dari proses pendidikan beliau sendiri menjjadi doktor
Ekonomi dari Universitas Rotterdam maupun dari pengamatan beliau selama
pendidikan dan berkarya menjadi action intellectual
di berbagai kabinet di pemerintahan Sukarno dan Suharto, di dunia akademi
maupun politik dan birokrasi Indonesia.
Demikian sekedar
catatan saya tentang hal yang ditanyakan Dr. Boyke Setyawan mengenai pernyataan
Profesor Sumitro agar didirikan Fakultas Ekonomi di ITA dalam suatu orasi
ilmiah di depan citias akademika ITA tahun 1993.
Sebagai catatan
terakhir, sekiranya dianggap ada manfaatnya saya bersedia untuk memberi uraian,
mungkin dalam bentuk ceramah umum mengenai sejarah perkembangan pemikiran
ekonomi yang mungkin dapat menjelaskan makna ekonom makro sebagai ilmuwan dan
teknisi.
Sekilas Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo
Sekilas Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar