Sejak SD suka nonton film cowboy. Film
western dengan ilalang dan lolong srigala, juga coyote. Tentu saja dengan kaktus
gurunnya. Ini hanya kisah. Setelah lelah bertempur, adalah skenario perdamaian.
Sebagai starring dalam film tersebut, awalnya tersudut di cadas kering
bebatuan. Dihalangi kaktus, tembak-menembak meletus. Lalu senyap. Malam larut.
Esoknya, starring sudah berada di sebuah
gerbong kereta menuju kota sebelah. Di stasiun antara, kereta berhenti. Petugas
mengisi air. Tampak naik serombongan cowboys. Seorang mendekat kemudian duduk
di sebelah starring. Bercakap-cakap sebentar. Lalu pulang. Scene film beralih. Tampak
Rocky Mountain di kejauhan. Bukan Rocky Gerung (he he he). Berkelebat juga Rio
Grande. Sumber air kehidupan.
Cowboy kembali seperti semula. Sheriff
tetap sibuk. Dar der dor tetap terdengar. Gaung dan gema dari bebatuan sekitar.
Ternyata, perampokan di ranch dekat Rio Grande itu membekas dalam. Sedalam alur
dasar sungai itu. Tak bisa hilang. Tenang di permukaan air, tapi deras bergolak
di dasarnya. Di akar rumputnya.
Adegan beralih lagi. Hingga the end,
starring tegak di pelananya dalam siluet
lembayung. Di ranch-nya, dengan kuda dan senapan, ditimpali lolong srigala.
Begitulah kehendak sutradara film tersebut.
Bagaimana dengen Sutradara
kehidupan dunia? Dia yang Esa yang menulis skenario. Ke depan, Sutradara yang
Mahatahu. Just wait and see. We will see the truth... .... Dan nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Terlalu banyak nikmat-Nya. Napas. Sehat. Tertawa. Terkekeh. Tergelak. Terbersit dalam hati, adakah takdir yang menghendaki? Terlalu kalau tak hirau pada takdir-Nya. Terlalu mudah bagi-Nya 'tuk membolak-balik keadaaan dunia, keadaan makhluk-Nya. Let's see... once upon a time.
We always be with you, Pak Prabowo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar