• L3
  • Email :
  • Search :

8 Juli 2022

Menjadi Cowboy di Kanada, Ranah 3 Warna

Menjadi Cowboy di Kanada, Ranah 3 Warna

Adegan awal film yang diangkat dari novel Ranah 3 Warna ini adalah percakapan dua pemuda di tepi danau. Randai bercita-cita kuliah di ITB. Dia meledek Alif Fikri yang bercita-cita ke Amerika. Bagaimana bisa ke Amerika, kalau daftar UMPTN saja harus ikut ujian persamaan supaya bisa memperoleh ijazah setara SMA. Belum lagi soal-soal UMPTN relatif sulit dan tidak dipelajari intensif di pesantren. Namun Alif bertekad, dia harus kuliah di Bandung.

Ayahnya berpikiran sama, Alif harus kuliah. Pada tahun 1992, pengumuman kelulusan perguruan tinggi negeri (PTN) disebarkan di koran ibukota dan koran lokal. Alif dan ayahnya menunggu bis di Kelok 3 yang membawa koran pada tanggal pengumuman UMPTN. Alif lulus! Setelah minta doa orang tuanya, Alif merantau lagi, kali ini ke Bandung. Alif tinggal di kamar kost Randai. Alif berkenalan dengan seorang gadis yang juga kuliah di Unpad dan mengajar anak-anak TK-SD di masjid dekat kost. Kemampuan membaca Qur’an yang diperolehnya di pesantren menjadi bekal utama.

Masa perkenalan mahasiswa baru pada masa itu selalu ditambah dengan perploncoan (plonco) yang keras. Ada bentrok antara Alif dan teman-temannya melawan senior mereka. Setelah masa plonco berlalu, persahabatan Alif dan teman-temannya makin akrab. Alif aktif menulis di koran, daya tulis yang diperolehnya di pesantren. Koran-koran memuat tulisannya, tentang politik luar negeri, dan Alif memperoleh honorarium. Sekali waktu ada pertukaran mahasiswa Indonesia – Kanada. Setelah melalui ujian tulis dan praktik, seperti kemampuan menari, olahraga, seni bela diri, dan lain-lain, Alif lulus dengan menunjukkan banyak artikelnya di media masa cetak (koran).

Dalam perjalanan ke Kanada, rombongan mahasiswa sempat singgah di Jordania, diterima di kedutaan besar. Waktu itu, perang Palestina melawan Israel juga melibatkan Jordania. Letusan bom dan desing peluru terdengar di mana-mana. Di kedutaan itu Alif bertemu dengan ustadznya waktu di pesantren. Alif dan rombongan sempat ikut mendistribusikan bantuan obat, makanan, pakaian kepada pengungsi Palestina dan bertemu seorang ibu yang kehilangan anaknya. Dalam isaknya, ibu itu menitipkan foto Laila, nama anaknya, yang dibawa ke Kanada sebagai pengungsi. Foto anak itu dibawa oleh Raisa ke Kanada.

Di Kanada mereka disambut oleh pejabat teras Saint-Raymond. Setelah acara penyambutan, setiap mahasiswa ditempatkan di lokasi berbeda dan bidang kerja yang berbeda. Alif ditempatkan di peternakan. Induk-semangnya seorang veteran Perang Dunia II yang menjadi peternak sapi. Meskipun kakinya pincang akibat perang, veteran ini semangat mengelola peternakan. Kini ia dibantu oleh Alif. Jadilah Alif “cowboy”, meskipun tidak seperti cowboy di dalam film Western yang menunggangi kuda, berpacu dengan sapi, dan main tembak-tembakan. Alif bertugas membersihkan kandang sapi, memberinya pakan, memandikan, dan memerah susu.

Ternyata penempatan Alif sebagai “cowboy” tersebut keliru, tertukar dengan mahasiswa lain. Mestinya Alif ditempatkan di bagian penyiaran televisi sesuai dengan kemapuannya dalam menulis dan reportase. Konflik pun terjadi. Alif ingin pulang. Tidak betah. Ditambah lagi oleh kedatangan Randai ke Kanada yang makin dekat dengan Raisa, gadis yang menawan hati Alif. Alif tertawan sejak pertemuan pertama, yaitu ketika payung Raisa diterbangkan angin pada hari berhujan. Pada saat yang sama, temannya mendukung Alif agar menyatakan cintanya kepada Raisa. Alif bimbang. Ragu.

Akhirnya, masa wisuda pun datang. Alif dan teman-temannya lulus. Raisa juga. Ketika Alif dan Raisa bercakap-cakap berdua, muncullah Randai. Alif melihat cincin di jari manis Raisa. Dari siapa cincin itu? *

Spirit film ini adalah belajar dan belajar. Ajakan menimba ilmu kepada pelajar, generasi muda, pemuda, mahasiswa. Tuntutlah ilmu di mana saja. Berbekal beasiswa, Alif memperoleh ilmu hingga ke Kanada, Amerika, Eropa, dll. Spirit yang dijunjung adalah man jadda wajada: yang bersungguh-sungguh akan berhasil dan man shabara zhafira: yang sabar akan beruntung, spirit intelektual yang diperolehnya di pesantren. Film ini berisi spirit dan harapan orang tua kepada anak-anaknya agar maju, terus belajar dan menyebarkan ilmunya. *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar