Oleh
Gede H. Cahyana
Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA), menurut UU no. 18 tahun 2008, adalah tempat untuk
memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia
dan lingkungan. Di sinilah sampah mencapai tahap akhir dalam pengelolaannya,
setelah timbul di sumber sampah, pewadahan, pengumpulan, pemindahan,
peng- angkutan, pengomposan, dan pembuangan.
Sampah yang diurug di TPA ini harus
diisolasi agar tidak mencemari lingkungan. Air lindinya diolah di Instalasi
Pengolahan Air Lindi (IPALin), gas yang terlepas hasil dekomposisi anaerobik selayaknya
dimanfaatkan menjadi energi atau dikonversi menjadi karbondioksida untuk
mengurangi potensi polusinya terhadap udara dan mereduksi kontribusinya pada pemanasan global.
Kondisi
TPA di Indonesia
Faktanya di Indonesia, mayoritas TPA
berupa open dumping, yaitu sampah dibuang bebas tanpa ditangani secara ramah
lingkungan. Akibatnya, timbullah masalah seperti:
1. Penyebaran vektor penyakit.
Sampah menjadi sarang dan sumber
makanan bagi lalat, tikus, kecoa, nyamuk.
2. Pencemaran udara.
Selain metana (CH4) gas yang lain adalah
karbondioksida, hidrogen sulfida dll yang dapat mencemari udara.
3. Merusak estetika.
Sampah yang berserakan memperburuk
pemandangan sekitar dan berbau busuk, asam.
4. Pencemaran air tanah.
Air hujan yang melewati sampah melarutkan beragam zat organiknya sehingga angka BOD/COD-nya menjadi tinggi. Selain zat organik ini, juga berisi logam-logam berat sehingga membahayakan kualitas air tanah, terutama air tanah dangkal.
Air hujan yang melewati sampah melarutkan beragam zat organiknya sehingga angka BOD/COD-nya menjadi tinggi. Selain zat organik ini, juga berisi logam-logam berat sehingga membahayakan kualitas air tanah, terutama air tanah dangkal.
Untuk menghindari kejadian buruk di
atas, maka TPA wajib dikelola secara baik dan benar, mengikuti kaidah baku
pengelolaan TPA sanitary landfill, minimal berupa controlled landfill. Selain aktivitas
penimbunan sampah, di TPA juga selayaknya ada kegiatan seperti 1) pemilahan
sampah, 2) daur ulang sampah, 3) pengomposan, dan 4) pengurugan sisa sampah
proses tersebut.
Di dalam tulisan ini, yang dimaksud
dengan TPA adalah yang berupa sanitary
landfill atau controlled landfill.
Mengacu pada namanya, sanitary landfill
mengandung makna penimbunan sampah yang mengutamakan aspek kesehatan, penyehatan,
aspek sanitasi atau saniter. Oleh sebab itu, tanah penutup lapisan atau sel
sampah menjadi syarat penting dalam metode ini. Tanah penutup dan alat-alat
beratnya menjadi komponen utama dalam pembiayaan TPA. Di dalam UU no. 18/2008
Bab VII pasal 24 ayat (1) dinyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah
wajib membiayai penyelenggaraan pengelolaan sampah. Biaya ini, pada ayat (2)
disebutkan bersumber dari APBN dan APBD.
Jenis
Sanitary Landfill.
Jenis sanitary landfill ini dibedakan atas metode atau cara peletakan
sampah di atas lahan.
1. Metode Lembah.
Diterapkan pada lahan yang berbentuk
cekungan seperti tebing, jurang, atau bekas galian tambang misalnya. Sampah
disebarkan, dipadatkan oleh gilasan buldozer, lalu ditutupi tanah.
2. Metode Trench
Diterapkan pada lahan yang permukaan
air tanah dangkalnya relatif dalam. Lahan dikupas kemudian dilapisi geomembran
dan/atau tanah liat yang rendah permeabilitasnya. Sampah disebarkan lalu
dipadatkan dengan buldozer. Tanah kupasan tadi bisa digunakan sebagai tanah
urug.
3. Metode Area.
Diterapkan pada lahan yang relatif
datar dan permukaan air tanah dangkalnya relatif tinggi. Artinya, jarak dari
permukaan tanah ke permukaan air tanah dangkal tersebut hanya dua – tiga meter.
Sampah dihamparkan di permukaan lahan, dipadatkan dengan cara digilas buldozer
lalu ditutup dengan tanah penutup setiap hari. *
Infonya sangat menarik dan sejalan dengan visi kami. Jangan lupa untuk pengukuran gas metan bisa menggunakan Geotech GA5000 - Landfill gas Analyzer www.tridinamika.com
BalasHapus