Kampanye vs Air & Energi
Oleh Gede H. Cahyana
Sepekan kampanye caleg, termasuk kampanye tak resmi para
capres, nyaris tiada satu caleg pun yang mengangkat tema Hari Air Dunia (HAD), 22 Maret 2014, yaitu Water & Energy. Padahal isu air dan energi ini bisa
“dijual” kepada masyarakat, tetapi wajib ditepati, harus dilaksanakan kalau terpilih.
Jangan seperti lirik sebuah lagu: janji
janji, tinggal janji, bulan madu hanya mimpi…! Mungkin mereka lupa, bisa
jadi juga lantaran tidak tahu ada peringatan World Water Day, 2014. Ironisnya, pada saat yang sama, ajang
kampanye itu pun menjadi tebaran air minum kemasan plastik, kemasan cup, botol, dan menggunakan energi
listrik dari PLN maupun genset untuk tata-suara (sound system) dan
pengeras suaranya (loud speaker). Artinya, betapa dekat para
caleg itu dengan air dan energi selama mereka kampanye, tetapi tidak dijadikan
bahan promosi diri dan partainya.
Tahun 2014 ini, air dan energi diangkat oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa karena dua material ini paling dibutuhkan oleh manusia.
Orang kaya memang dengan mudah memperoleh dua material tersebut tetapi tidak
demikian dengan orang miskin. Jangankan air berkualitas air layak minum, air
yang agak jernih saja sulit diperoleh. Bahkan air baku pun, yaitu air yang
belum diolah, untuk difilter secara sederhana dengan ijuk dan batok kelapa,
susah didapat. Sekrisis-krisisnya air dan energi, bagi kaum kaya tentu bukanlah
soal.
Namun, jumlah kaum miskin jauh berlipat-lipat
dibandingkan dengan kalangan berpunya. Tengoklah rakyat di perdesaan dan
pelosok di pulau-pulau besar dan kecil Indonesia. Betapa Kalimantan yang kaya
batubara, listriknya byar-pet
sementara itu airnya kuning bergambut. Betapa rakyat desa dan kampung di
Sumatera, bergelap-gelap ria, tiada bisa membaca, apalagi belajar menulis atau
kisah nestapa. Di Jawa, di sejumlah kabupaten, di desa pesisir, masyarakat
kesulitan air minum. Airnya asin, berasa garam, atau minimal payau. Memang
sudah ada tindakan dari pemerintah, yaitu dari Kementerian Pekerjaan Umum,
tetapi hasilnya selalu saja monumen. Monumen kegagalan, tidak menghasilkan air
minum yang diharapkan warga, sementara anggaran sudah habis bermiliar rupiah. Onggokan
sejumlah instalasi dengan teknologi membran adalah saksinya. Mahal biayanya,
tapi hanya seumur jagung usia manfaatnya. Selebihnya menjadi barang rongsokan.
Selain dua materi penting dalam hidup manusia, yaitu
air dan energi, ada satu lagi yang tak kalah penting: pangan (food, makanan). Bisa dikatakan, ada tiga
material penting untuk perikehidupan manusia: makanan, energi, dan air,
disingkat MEA. Dalam bahasa Inggris, tiga hal ini disebut: food, energy, water, disingkat FEW. Few dalam bahasa Inggris pun
dapat dimaknai sebagai “sedikit”. Lebih tepatnya, makanan pokok manusia, energi
dan air sudah kritis, berada di ujung tanduk. Diversifikasi makanan pokok sudah
dilaksanakan, bahkan ada program One Day,
No Rice. Di bidang energi, ada program Earth
Hour. Di bidang air minum, ada Dasawarsa Air Minum, yang tahap II-nya
akan berakhir setahun lagi, pada 2015. Ini pun sudah dirangkum dalam MDG’s.
Lantas, mengapa caleg dan juga capres belum masuk ke dalam kampanye Trilogi MEA yang jelas-jelas merupakan kebutuhan dasar manusia ini? Apakah tim pemenangan caleg/capres belum tahu program ini atau sudah tahu tetapi tidak dianggap penting? Masih ada kesempatan beberapa hari ke depan untuk mengambil hati rakyat dan menepati janji-janji saat kampanye. Hanya orang munafiklah yang mengingkari janji-janji kampanyenya.
Lantas, mengapa caleg dan juga capres belum masuk ke dalam kampanye Trilogi MEA yang jelas-jelas merupakan kebutuhan dasar manusia ini? Apakah tim pemenangan caleg/capres belum tahu program ini atau sudah tahu tetapi tidak dianggap penting? Masih ada kesempatan beberapa hari ke depan untuk mengambil hati rakyat dan menepati janji-janji saat kampanye. Hanya orang munafiklah yang mengingkari janji-janji kampanyenya.
Selamat Hari Air Dunia, World Water Day, 22 Maret 2014. *