Surat Untuk Walikota Bandung: Banjir, 2 km = 3 jam
Oleh Gede H. Cahyana
Kepada Yth. Bapak Walikota Bandung
Hujan pada Jumat, 5 Desember 2014 hanyalah awal, belum
puncaknya. Pada medio Januari - Februari 2015 nanti diperkirakan curah puncaknya.
Kalau sekarang saja sudah banjir parah, apatah lagi pada bulan tersebut. Pak
Walikota Bandung, kami hargai semua festival malam-kuliner yang sudah
dilaksanakan. Kami hargai juga taman-taman yang disemai. Juga sejumlah
komposter dan digester sampah miniplant.
Hanya saja, tolong diingat juga daerah genangan di
Gedebage, Cisaranten dan sekitarnya. Di daerah ini, jarak tempuh dua kilometer bisa mencapai tiga jam. Ini rekor baru, catatan buruk tentang pemborosan BBM, waktu
habis percuma, dan tingkatkan stres warga. Padahal di selatan daerah ini ada
sungai besar yang bisa menjadi pematus genangan. Lantas, apa masalahnya? Kami harap, tolong prioritaskan program pemkot dan APBD untuk meniadakan banjir rutin ini. Petanya ada lengkap, tata guna lahan tercatat akurat, kondisi geologi, hidrologi juga tersedia, ilmu dan teknologi juga sudah klasik, lantas, apa masalahnya? Sampahkah? Wargakah? Tentu tidak elok terus-menerus menyalahkan warga dan sampah dan tidak akan tercapai solusi agar Bandung bebas banjir.
Pak Wali, tolong jangan biarkan atribut Parijs van Java
berubah menjadi Parit van Java. Bandung
sekarang seperti kota
parit atau selokan. Hanya dengan hujan ringan saja, tak sampai setengah jam, mayoritas
ruas jalan dan lahan berubah menjadi parit, menjadi genangan, menjadi kolam
dadakan. Parahnya lagi, air hujan yang “suci-bersih” dari atmosfer itu lantas
bercampur dengan air limbah hitam, tahi ternak, tinja dan air kencing, juga
belepotan dengan sampah. Belum lagi minyak, solar, oli, bensin, dan polutan
dari pabrik besar dan skala rumah tangga yang menyebar di tatar Bandung.
Dengan
fakta ini, masih layakkah sebutan Parijs van Java disandang oleh Bandung? Atau, atribut substitusi yang patut
disematkan pada Bandung kini adalah Venezia
van Java? Lagu Hallo-Hallo Bandung pun diubah dengan gubahan baru menjadi “sekarang
sudah menjadi lautan cai (bukan api).
Namun demikian, bagaimanapun juga, Bandung tetap kami cinta. This is the city and I am one of the citizens, tulis Walt
Whitman. Kami setuju.
Save Bandung City, save the
citizens. *
(Foto: dok Antara, 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar