Sekelumit
UU No. 17/2019 tentang SDA
UU No. 17 tahun 2019 tentang SDA adalah
penegasan kembali pasal sosioekologi, yaitu pasal 33 UUD 1945. Ini ditulis di
Bab III Penguasaan Negara dan Hak Rakyat Atas Air. Pada pasal 7 dinyatakan
bahwa SDA tidak dapat dimiliki dan/atau dikuasai oleh perseorangan, kelompok
masyarakat, atau badan usaha. Begitu juga hak rakyat atas air bukan berarti
kepemilikan atas air melainkan hanya untuk memperoleh dan menggunakan sebagian
kuota air sesuai dengan alokasinya.
Inilah supremasi negara atas air yang
digunakan untuk kebutuhan rakyatnya. Rakyat lantas diberi prioritas yang
berkaitan dengan kebutuhan pokok minum dan makan, yaitu di pasal 8 ayat (2),
yaitu a. Kebutuhan pokok sehari-hari; b. Pertanian rakyat; c. Sumber daya air
untuk usaha guna memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari melalui SPAM. Pasal ini
menjadi pengabsahan peran PDAM meskipun di urutan ketiga. Peran swasta
diperbolehkan diurutan kelima, dinyatakan pada ayat (4) huruf b.
Peran PDAM termaktub implisit pada pasal
19 ayat (4) huruf a: BUMN atau BUMD memiliki tugas menyelenggarakan sebagian
fungsi PSDA yaitu pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan. Namun tidak
semata-mata berorientasi untuk mengejar keuntungan (huruf f). Ini bisa
ditafsirkan bahwa PDAM boleh untung asalkan tidak membebani rakyat (pelanggan).
Semua kegiatan pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan membutuhkan biaya yang
selalu dikaitkan dengan tarif air. Tarif inilah yang biasanya lama dibahas oleh
pemerintah daerah dan DPRD.
Tarif pun bergantung pada jenis sumber
air. Air permukaan membutuhkan biaya pengolahan lebih mahal daripada air tanah
(mata air/spring dan air tanah dalam/deep well). Biaya investasi IPAM-nya
juga besar. Begitu juga pemeliharaannya. Ditegaskan pada pasal 22 ayat (1) agar
PDAM lebih mengutamakan pendayagunaan air permukaan daripada air tanah. Artinya
pemerintah daerah berkewajiban memelihara sungai, danau, waduk yang ada di
wilayahnya untuk pemenuhan kebutuhan air, baik kuantitas, kualitas maupun
kontinyuitas. Ujungnya adalah daerah tangkap-resap (catchment area) yang hutannya dipelihara dengan baik dan lestari.
Positifkah dampaknya bagi PDAM? UU SDA
ini menjadikan BUMN atau BUMD (sebut saja PDAM) sebagai “anak emas” negara
dalam memenuhi kebutuhan air rakyatnya. “Monopoli” (dalam tanda kutip).
Logikanya, pastilah untung. Di daerah tertentu memang bisa saja muncul BUM Desa
yang juga mengelola air. Ini bukan kompetitor PDAM melainkan komplementor yang
melengkapi peran PDAM di daerah yang sulit dijangkau oleh sistem transmisi dan
distribusinya.
Namun demikian, masalah utama tetap saja
klasik, yaitu sumber air. Tanpa sumber air, baik air tanah maupun air
permukaan, PDAM tidak memiliki bahan baku untuk diolah. PDAM membutuhkan peran
pemerintah pusat dan daerah dalam bentuk peraturan dan anggaran untuk
pelestarian fungsi lingkungan khususnya wilayah sungai, hutan, kawasan industri
sumber pencemar air dan tata ruang wilayah. Inilah “pekerjaan rumah”
pemerintah. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar