• L3
  • Email :
  • Search :

29 Februari 2020

Sekelumit UU No. 17/2019 tentang SDA

Sekelumit UU No. 17/2019 tentang SDA

UU No. 17 tahun 2019 tentang SDA adalah penegasan kembali pasal sosioekologi, yaitu pasal 33 UUD 1945. Ini ditulis di Bab III Penguasaan Negara dan Hak Rakyat Atas Air. Pada pasal 7 dinyatakan bahwa SDA tidak dapat dimiliki dan/atau dikuasai oleh perseorangan, kelompok masyarakat, atau badan usaha. Begitu juga hak rakyat atas air bukan berarti kepemilikan atas air melainkan hanya untuk memperoleh dan menggunakan sebagian kuota air sesuai dengan alokasinya.

Inilah supremasi negara atas air yang digunakan untuk kebutuhan rakyatnya. Rakyat lantas diberi prioritas yang berkaitan dengan kebutuhan pokok minum dan makan, yaitu di pasal 8 ayat (2), yaitu a. Kebutuhan pokok sehari-hari; b. Pertanian rakyat; c. Sumber daya air untuk usaha guna memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari melalui SPAM. Pasal ini menjadi pengabsahan peran PDAM meskipun di urutan ketiga. Peran swasta diperbolehkan diurutan kelima, dinyatakan pada ayat (4) huruf b.

Peran PDAM termaktub implisit pada pasal 19 ayat (4) huruf a: BUMN atau BUMD memiliki tugas menyelenggarakan sebagian fungsi PSDA yaitu pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan. Namun tidak semata-mata berorientasi untuk mengejar keuntungan (huruf f). Ini bisa ditafsirkan bahwa PDAM boleh untung asalkan tidak membebani rakyat (pelanggan). Semua kegiatan pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan membutuhkan biaya yang selalu dikaitkan dengan tarif air. Tarif inilah yang biasanya lama dibahas oleh pemerintah daerah dan DPRD.

Tarif pun bergantung pada jenis sumber air. Air permukaan membutuhkan biaya pengolahan lebih mahal daripada air tanah (mata air/spring dan air tanah dalam/deep well). Biaya investasi IPAM-nya juga besar. Begitu juga pemeliharaannya. Ditegaskan pada pasal 22 ayat (1) agar PDAM lebih mengutamakan pendayagunaan air permukaan daripada air tanah. Artinya pemerintah daerah berkewajiban memelihara sungai, danau, waduk yang ada di wilayahnya untuk pemenuhan kebutuhan air, baik kuantitas, kualitas maupun kontinyuitas. Ujungnya adalah daerah tangkap-resap (catchment area) yang hutannya dipelihara dengan baik dan lestari.

Positifkah dampaknya bagi PDAM? UU SDA ini menjadikan BUMN atau BUMD (sebut saja PDAM) sebagai “anak emas” negara dalam memenuhi kebutuhan air rakyatnya. “Monopoli” (dalam tanda kutip). Logikanya, pastilah untung. Di daerah tertentu memang bisa saja muncul BUM Desa yang juga mengelola air. Ini bukan kompetitor PDAM melainkan komplementor yang melengkapi peran PDAM di daerah yang sulit dijangkau oleh sistem transmisi dan distribusinya.

Namun demikian, masalah utama tetap saja klasik, yaitu sumber air. Tanpa sumber air, baik air tanah maupun air permukaan, PDAM tidak memiliki bahan baku untuk diolah. PDAM membutuhkan peran pemerintah pusat dan daerah dalam bentuk peraturan dan anggaran untuk pelestarian fungsi lingkungan khususnya wilayah sungai, hutan, kawasan industri sumber pencemar air dan tata ruang wilayah. Inilah “pekerjaan rumah” pemerintah. *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar