• L3
  • Email :
  • Search :

20 Maret 2013

Water Cooperation: Saatnya PDAM Open House


Oleh Gede H. Cahyana

Majelis Umum PBB mendeklarasikan tahun 2013 ini sebagai International Years of Water Cooperation. Di Indonesia peringatan Hari Air Dunia (HAD) pada 22 Maret 2013 ini bertema Water Cooperation: Save Water for Life. Tidak hanya pemerintah, lembaga swasta, LSM bidang lingkungan pun ikut memeriahkan peringatan HAD ini. Berbagai kegiatan digelar seperti teater terbuka, lomba, diskusi, dan seminar. Jurusan di perguruan tinggi pun punya agenda menyambut perayaan ini dengan temu wicara lokal atau diskusi internal institusi.

Sainstek Ke-PDAM-an
Air khususnya air minum di Indonesia tentu tak bisa lepas dari PDAM. Sebagai perusahaan yang meniti air setiap hari, selayaknya ikut bergerak menyambut HAD. Namun gaungnya tak terdengar. Yang mencuat sekarang justru kehilangan air yang mencapai 44% di PAM DKI Jakarta. Setelah banjir datanglah krisis air. Ironis. Lantas, adakah kegiatan HAD di PDAM? Tentu bukan seremonial yang dimaksud; bukan pula seminar di hotel atau gedung mewah yang pesertanya terbatas. Sebab, hanya kalangan yang pekerjaannya “berbasah-basah” dengan airlah yang hadir. Tak menyentuh masyarakat kebanyakan di akar rumput. Yang dimaksud ialah kegiatan demi mencerahkan pelanggan agar makin paham dan peduli air.

Memang ada satu-dua situs web PDAM yang menulis tentang HAD ini. Tetapi kebanyakan PDAM belum berhasrat menyambutnya. Apakah ini lantaran PDAM tak berdaya bergerak nyata di masyarakat? Tak berani membuka diri agar pelanggan “melek” air? Atau, gentar lantaran servisnya belum memuaskan? Dihantui rasa takut kegiatan itu bakal menjadi bumerang bagi PDAM? Kalau yang vakum dalam menyongsong HAD adalah PDAM kecil, bisalah diterima. Membiayai dirinya saja sudah berat. Apalagi harus keluar uang buat aktivitas tebar ilmu dan teknologi air buat masyarakat. Namun sebetulnya, soal uang atau dana bisa didapat dari pemasang iklan pendukung kegiatan. Bukankah PDAM banyak punya rekanan perusahaan? Dengan proposal bagus, dukungan pun mengalirlah. Apalagi HAD bisa membangun brand image PDAM dan pengiklan di mata masyarakat. Hanya saja, PDAM besar pun ternyata diam saja. Di mana idealisme memasyarakatkan PDAM agar tak dihujat terus?

Kalau dicermati, dengan tema Water Cooperation, kerjasama di bidang air, HAD adalah momen tepat bagi PDAM untuk meraih kepercayaan publik. Sebab, begitu banyak keluhan pelanggan atas layanan PDAM. Citranya nyaris selalu buruk di bidang kepegawaian, kondisi instalasi, luas area servis atau layanan, dan manajemen. Ditambah lagi soal utang yang kuat membelit. Catatan cacatnya seabrek di wajah pelanggan. Tiap hari di media cetak dan elektronik, di media sosial ada saja protes soal PDAM. Insan perusahaan keairminuman ini pasti mafhum akan protes-protes itu. Bahkan ada grup Facebook yang membahas tentang -per-PDAM-an dan tagar (#tanda pagar, #hashtag) di Twitter. Begitu pula di blog atau website pribadi maupun lembaga. 

Lantas, mengapa HAD tidak dimanfaatkan untuk merangkul kembali yang telanjur antipati kepada PDAM? Mereka mungkin saja langganan tapi hatinya kesal. Ini buruk bagi aktivitas jual-beli yang kontinyu setiap hari. HAD adalah momen tepat buat “membasuh” dosa PDAM. Kecuali itu, juga memberikan ilmu kepada masyarakat bahwa mengolah air perlu biaya lantas dikaitkan dengan tarif. Dengan demikian, pada saatnya kelak pelanggan sadar perihal tarif airnya. Boleh jadi pelangganlah yang mengusulkan kenaikan tarif karena sadar mengolah air, apalagi yang tercemar berat, butuh biaya mahal.

Open House
Adakah sarana promosi ketika HAD dan promosi rutin berkala yang dapat digagas PDAM? Open house! Tidak banyak PDAM yang melaksanakannya. Membuka diri kepada masyarakat; “menjamu” pelanggan dengan sainstek keairan. Misalnya, bagaimana cara mengolah air? Apa alat-alatnya, apa mesinnya, apa zat kimianya, bagaimana urutan pengolahannya, apa problemnya, berapa biayanya, bagaimana kesulitan operasi-rawatnya? Berapa sumber daya insaninya? Banyak lagi hal lain yang selama ini tak diketahui pelanggan dan potensial menimbulkan salah pengertian. Tak kenal maka tak sayang dan akhirnya, tak peduli. 

Kalau pelanggan berkunjung ke PDAM dan melihat alur prosesnya, wawasan barulah yang didapat. Menjadi tahu, betapa pengolahan air, selain perlu dana, juga perlu alat-alat mekanikal-elektrikal dan zat kimia yang harganya tak bisa dibilang murah. Bisa puluhan miliar rupiah. Ini di luar dugaan mereka. Selama ini banyak yang menyangka murah dan menganggap mudah-mudah saja, semudah minum air dari gelas. Ini positif, bukan? Kenaikan tarif dengan nilai tertentu akan diamini lantaran sadar mengolah air tak seperti yang mereka bayangkan.

Perlihatkanlah kepada pelanggan air sungai yang kotor, lalu masuk ke deretan unit pengolah, ditambah zat kimia, akhirnya jernih di reservoir. Di hadapan pelanggan, ini bukan sulap, bukan sihir. Nyata di depan mata. Sampaikan juga problem distribusi yang kompleks lewat puluhan kilometer panjang pipa dan variasi topografi. Berilah penjelasan, itu terjadi berkat ilmu, teknologi, pegawai, dan uang. Tarif adalah kompensasinya. Sebab, PDAM, dalam hal ini pemerintah belum mampu menggratiskan air. Minimal pelanggan tahu bahwa rekening yang mereka bayarkan adalah ongkos jasa pengolahan air. Makin buruk kualitas air bakunya, makin mahallah biayanya. Tahulah mereka, air baku mesti dijaga bersama.

Kegiatan tersebut dapat dijadikan agenda tahunan pada peringatan HAD. Momen itu bisa dijadikan ajang kumpul pendapat dari beragam kalangan, baik pelanggan, LSM, akademisi, praktisi, pemerintah kab/kota, dan insan PDAM. Pada saat yang sama, semua anggota Dewan Direksi dan anggota Badan Pengawas hendaklah membeberkan fakta dan kondisi riil PDAM. Usahlah takut, ini bukan tabu. Silakan hadirkan juga pejabat lain untuk curah ide, brainstorming. Sah-sah saja, bukan? Dari diskusi, disertai argumentasi, akhirnya diperoleh optimasi solusi. PDAM jangan terlalu pelit mengeluarkan biaya untuk mengemas humasnya. Hubungan masyarakat ini justru menjadi ujung tombak atau mata pedang yang menjadi gerbang masuk pelanggan. 

Open house semata tentu saja takkan cukup. Perlu kegiatan lain seperti acara berkala bulanan. Sekadar contoh, bagi-bagi ilmu ke setiap kelurahan, digilir satu per satu. Semacam penyuluhan. Kalau Puskesmas saja bisa kenapa PDAM tidak? Ini bisa dicoba. Tingggal dikoordinasikan dengan pemkab/kota. Bentuknya bisa ceramah dan tanya-jawab dan/atau paparan audiovisual yang menarik agar masyarakat tertarik. Atau, ujudnya kursus kilat buat aparat desa/kelurahan, sampai RT/RW dan karang taruna. Jangan ketinggalan mengundang pelajar dan santri. Justru merekalah yang harus digarap serius. Pada masa depan, ketika generasi tua turun gelanggang (pensiun, meninggal), kaum muda itulah yang mengembangkan PDAM. Mudah-mudahan prestasinya melebihi seniornya sekarang.

Saya optimis, kegiatan di atas dan ide-ide lain, dapat mendekatkan pelanggan dengan PDAM, saling peduli, percaya dan mengerti posisi masing-masing, sekaligus peluang bagus bagi perkembangan PDAM dan asetnya, yaitu SDM yang mumpuni. Tak berlebihan jika jurusan Teknik Lingkungan dilibatkan, begitu juga asosiasinya, yaitu IATPI (Ikatan Ahli Teknik Penyehatan & Lingkungan Indonesia), dimintai tolong dalam kapasitasnya sebagai kelompok ahli dan asosiasi yang menyebarkan citra Teknik Lingkungan dan turut mengarakterisasikan masyarakat menjadi “melek” air bersih khususnya dan sadar lingkungan pada umumnya.

Mudah-mudahan dengan cara proaktif “menjual” diri itu PDAM bisa dekat di hati pelanggan. Janganlah pelanggan dibiarkan begitu saja, tak dipedulikan. Sebagai hukum alam, kausalitas, sebab-akibat, rasa peduli mampu menambah kuat kepercayaan pelanggan kepada PDAM. Keuntungan tetap saja akan berbalik ke pihak PDAM. Sebagai pembanding dan penyemangat, perusahaan sepatu, tas, kosmetik, makanan-minuman, dan jasa apa saja berupaya keras agar pelanggannya banyak dan langgeng. Digelarlah kegiatan sosial: khitanan massal, makan-minum gratis, show musik, talkshow, lombaTujuannya ada dua: menggaet pelanggan baru, melanggengkan yang lama. Eksistensi pun kuat, terpelihara dan citranya bernas di mata pelanggan. Mampukah PDAM bercitra demikian?

Pamungkas, sesuai dengan spiritnya, yaitu kerjasama (cooperation, kooperasi, koperasi) semoga peran PDAM bisa meluas, bekerjasama dengan berbagai elemen masyarakat dan menghasilkan cetak-biru keakraban (cooperation) pelanggan dengan PDAM. 

PDAM... kamu pasti bisa! *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar