Oleh Gede H. Cahyana
Majelis Umum PBB mendeklarasikan tahun 2013 ini sebagai International Years of Water Cooperation.
Di Indonesia peringatan Hari Air Dunia (HAD) pada 22 Maret 2013 ini bertema Water Cooperation:
Save Water for Life. Tidak hanya pemerintah, lembaga swasta, LSM bidang lingkungan pun ikut memeriahkan peringatan HAD ini. Berbagai kegiatan digelar seperti teater
terbuka, lomba, diskusi, dan seminar. Jurusan di perguruan tinggi pun punya
agenda menyambut perayaan ini dengan temu wicara lokal atau diskusi internal institusi.
Sainstek Ke-PDAM-an
Air khususnya air minum di Indonesia tentu
tak bisa lepas dari PDAM. Sebagai perusahaan yang meniti air setiap hari,
selayaknya ikut bergerak menyambut
HAD. Namun gaungnya tak
terdengar. Yang mencuat
sekarang justru kehilangan air yang mencapai 44% di PAM DKI Jakarta. Setelah banjir datanglah krisis air. Ironis. Lantas, adakah
kegiatan HAD di PDAM?
Tentu bukan seremonial yang dimaksud; bukan pula seminar di hotel atau gedung
mewah yang pesertanya terbatas. Sebab, hanya kalangan yang pekerjaannya
“berbasah-basah” dengan airlah yang hadir. Tak menyentuh masyarakat kebanyakan
di akar rumput. Yang dimaksud ialah kegiatan demi mencerahkan pelanggan agar
makin paham dan peduli air.
Memang ada satu-dua situs web PDAM yang
menulis tentang HAD ini. Tetapi kebanyakan PDAM belum berhasrat menyambutnya. Apakah ini lantaran
PDAM tak berdaya bergerak nyata di masyarakat? Tak berani membuka diri agar
pelanggan “melek” air? Atau, gentar lantaran servisnya belum memuaskan?
Dihantui rasa takut kegiatan itu bakal menjadi bumerang bagi PDAM? Kalau yang vakum
dalam menyongsong HAD adalah PDAM
kecil, bisalah diterima. Membiayai dirinya saja sudah berat. Apalagi harus
keluar uang buat aktivitas tebar ilmu dan teknologi air buat masyarakat. Namun
sebetulnya, soal uang atau dana bisa didapat dari pemasang iklan pendukung
kegiatan. Bukankah PDAM banyak punya rekanan perusahaan? Dengan proposal bagus,
dukungan pun mengalirlah. Apalagi HAD bisa
membangun brand image PDAM dan pengiklan di mata masyarakat. Hanya saja,
PDAM besar pun ternyata diam saja. Di mana idealisme memasyarakatkan PDAM agar
tak dihujat terus?
Kalau dicermati, dengan tema Water Cooperation, kerjasama di bidang air, HAD adalah momen tepat bagi PDAM untuk
meraih kepercayaan publik. Sebab, begitu banyak keluhan pelanggan atas layanan
PDAM. Citranya nyaris
selalu buruk di bidang kepegawaian, kondisi
instalasi, luas area servis
atau layanan, dan manajemen. Ditambah lagi soal utang yang kuat
membelit. Catatan cacatnya seabrek di wajah pelanggan. Tiap hari di media cetak dan elektronik, di media sosial ada saja
protes soal PDAM. Insan perusahaan keairminuman ini pasti mafhum akan
protes-protes itu. Bahkan ada grup Facebook yang membahas tentang -per-PDAM-an dan tagar (#tanda pagar, #hashtag) di Twitter. Begitu pula di blog atau website pribadi maupun lembaga.
Lantas, mengapa HAD tidak dimanfaatkan untuk merangkul
kembali yang telanjur antipati kepada PDAM? Mereka mungkin saja langganan tapi
hatinya kesal. Ini buruk bagi aktivitas jual-beli yang kontinyu setiap hari. HAD adalah momen tepat buat “membasuh”
dosa PDAM. Kecuali itu, juga memberikan ilmu kepada masyarakat bahwa mengolah
air perlu biaya lantas dikaitkan
dengan tarif. Dengan demikian, pada saatnya kelak pelanggan sadar perihal tarif airnya. Boleh jadi pelangganlah
yang mengusulkan kenaikan tarif karena sadar mengolah air, apalagi yang tercemar berat, butuh biaya mahal.
Open House
Adakah sarana
promosi ketika HAD dan promosi
rutin berkala yang dapat digagas PDAM? Open house! Tidak banyak PDAM
yang melaksanakannya. Membuka diri kepada masyarakat; “menjamu” pelanggan
dengan sainstek keairan. Misalnya, bagaimana cara mengolah air? Apa
alat-alatnya, apa mesinnya, apa zat kimianya, bagaimana urutan pengolahannya,
apa problemnya, berapa biayanya, bagaimana kesulitan operasi-rawatnya? Berapa
sumber daya insaninya? Banyak lagi hal lain yang selama ini tak diketahui
pelanggan dan potensial menimbulkan salah pengertian. Tak kenal maka tak sayang
dan akhirnya, tak peduli.
Kalau pelanggan berkunjung ke PDAM dan melihat alur prosesnya, wawasan barulah yang didapat. Menjadi tahu, betapa pengolahan air, selain perlu dana, juga perlu alat-alat mekanikal-elektrikal dan zat kimia yang harganya tak bisa dibilang murah. Bisa puluhan miliar rupiah. Ini di luar dugaan mereka. Selama ini banyak yang menyangka murah dan menganggap mudah-mudah saja, semudah minum air dari gelas. Ini positif, bukan? Kenaikan tarif dengan nilai tertentu akan diamini lantaran sadar mengolah air tak seperti yang mereka bayangkan.
Kalau pelanggan berkunjung ke PDAM dan melihat alur prosesnya, wawasan barulah yang didapat. Menjadi tahu, betapa pengolahan air, selain perlu dana, juga perlu alat-alat mekanikal-elektrikal dan zat kimia yang harganya tak bisa dibilang murah. Bisa puluhan miliar rupiah. Ini di luar dugaan mereka. Selama ini banyak yang menyangka murah dan menganggap mudah-mudah saja, semudah minum air dari gelas. Ini positif, bukan? Kenaikan tarif dengan nilai tertentu akan diamini lantaran sadar mengolah air tak seperti yang mereka bayangkan.
Perlihatkanlah
kepada pelanggan air sungai
yang kotor, lalu masuk ke deretan unit pengolah, ditambah zat kimia, akhirnya jernih di
reservoir. Di hadapan pelanggan, ini bukan sulap, bukan sihir. Nyata di depan
mata. Sampaikan juga problem distribusi yang kompleks lewat puluhan kilometer
panjang pipa dan variasi topografi. Berilah penjelasan, itu terjadi berkat
ilmu, teknologi, pegawai, dan uang. Tarif adalah kompensasinya. Sebab, PDAM,
dalam hal ini pemerintah belum mampu menggratiskan air. Minimal pelanggan tahu
bahwa rekening yang mereka bayarkan adalah ongkos jasa pengolahan air. Makin
buruk kualitas air bakunya, makin mahallah biayanya. Tahulah mereka, air baku
mesti dijaga bersama.
Kegiatan tersebut
dapat dijadikan agenda tahunan pada
peringatan HAD. Momen itu
bisa dijadikan ajang kumpul pendapat dari beragam kalangan, baik pelanggan,
LSM, akademisi, praktisi, pemerintah kab/kota, dan insan PDAM. Pada saat yang
sama, semua anggota Dewan Direksi dan anggota Badan Pengawas hendaklah membeberkan fakta dan kondisi
riil PDAM. Usahlah takut, ini bukan tabu. Silakan hadirkan juga pejabat lain
untuk curah ide, brainstorming. Sah-sah saja, bukan? Dari diskusi,
disertai argumentasi, akhirnya diperoleh optimasi solusi. PDAM jangan terlalu pelit mengeluarkan biaya untuk mengemas humasnya. Hubungan masyarakat ini justru menjadi ujung tombak atau mata pedang yang menjadi gerbang masuk pelanggan.
Open house semata
tentu saja takkan cukup. Perlu kegiatan lain seperti acara berkala bulanan. Sekadar
contoh, bagi-bagi ilmu ke setiap kelurahan, digilir satu per satu. Semacam
penyuluhan. Kalau Puskesmas saja bisa kenapa PDAM tidak? Ini bisa dicoba.
Tingggal dikoordinasikan dengan pemkab/kota. Bentuknya bisa ceramah dan
tanya-jawab dan/atau paparan audiovisual yang menarik agar masyarakat tertarik.
Atau, ujudnya kursus kilat buat aparat desa/kelurahan, sampai RT/RW dan karang
taruna. Jangan ketinggalan mengundang pelajar dan santri. Justru merekalah yang harus digarap serius. Pada masa
depan, ketika generasi tua turun gelanggang (pensiun, meninggal), kaum muda
itulah yang mengembangkan PDAM. Mudah-mudahan prestasinya melebihi seniornya
sekarang.
Saya optimis,
kegiatan di atas dan ide-ide lain, dapat mendekatkan pelanggan dengan PDAM,
saling peduli, percaya dan mengerti posisi masing-masing, sekaligus peluang
bagus bagi perkembangan PDAM dan asetnya, yaitu SDM yang mumpuni. Tak
berlebihan jika jurusan Teknik Lingkungan dilibatkan, begitu juga asosiasinya, yaitu IATPI (Ikatan Ahli Teknik Penyehatan & Lingkungan Indonesia), dimintai tolong dalam kapasitasnya sebagai kelompok ahli dan asosiasi yang menyebarkan citra Teknik Lingkungan dan turut mengarakterisasikan
masyarakat menjadi “melek” air bersih khususnya dan sadar lingkungan pada
umumnya.
Mudah-mudahan
dengan cara proaktif “menjual” diri itu PDAM bisa dekat di hati pelanggan.
Janganlah pelanggan dibiarkan begitu saja, tak dipedulikan. Sebagai hukum alam,
kausalitas, sebab-akibat, rasa peduli mampu menambah kuat kepercayaan pelanggan
kepada PDAM. Keuntungan tetap saja akan berbalik ke pihak PDAM. Sebagai pembanding
dan penyemangat, perusahaan sepatu, tas, kosmetik, makanan-minuman, dan jasa
apa saja berupaya keras agar pelanggannya banyak dan langgeng. Digelarlah
kegiatan sosial: khitanan massal, makan-minum gratis, show musik, talkshow, lomba. Tujuannya ada dua: menggaet pelanggan baru, melanggengkan yang lama. Eksistensi
pun kuat, terpelihara dan citranya bernas di mata pelanggan. Mampukah PDAM
bercitra demikian?
Pamungkas, sesuai dengan spiritnya, yaitu kerjasama
(cooperation, kooperasi, koperasi) semoga peran PDAM bisa meluas, bekerjasama dengan berbagai
elemen masyarakat dan menghasilkan cetak-biru keakraban (cooperation)
pelanggan dengan PDAM.
PDAM... kamu pasti bisa! *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar