Oleh Gede H. Cahyana
Sebagai arsitek, sudah ia buktikan dalam karya desain
di bidang bangunan, rumah, gedung, masjid, museum dan lainnya. Sebagai lulusan urban design, ia pun akrab dengan masalah dan opsi solusi sebuah kota dan
wilayah. Sebagai pegiat sosial, ia larut di berbagai komunitas, termasuk
komunitas bentukannya. Sebagai pemimpi, sudah terbukti pada “kelainan” pola rancangan
arsitekturnya dan meraih sertifikat atau menjuarai seuntai lomba. Sebagai
pemimpin atau public leader, inilah yang akan dijajalnya
dalam pemilihan walikota dan wakil walikota Bandung.
Sebelum lanjut menulis, saya wartakan bahwa saya adalah nonpartisan. Oleh sebab itu, tulisan ini dijaga senetral-netralnya agar yang diketengahkan adalah sosok secara objektif, apa adanya. Tentu saja, dalam netralitas ini, sebagai WNI, saya punya hak pilih seperti WNI lainnya. Sama dengan harapan orang Bandung lainnya, saya pun ingin dipimpin oleh walikota/wakilnya yang memahami spirit kemajuan dan kemaslahatan kota. Maka, ada satu pertanyaan substantif di hati semua warga Bandung: bagaimana sosok walikota yang dibutuhkan Bandung saat ini? Saya ulang lagi, pertanyaannya ialah “bagaimana”, BUKAN “siapa”. Kata “siapa” menuntut jawaban berupa sosok sehingga cenderung partisan dan subjektif. Sedangkan kata “bagaimana” lebih condong pada “karakter” seseorang dan ini tentu saja meliputi semua calon (delapan pasang).
Sebelum lanjut menulis, saya wartakan bahwa saya adalah nonpartisan. Oleh sebab itu, tulisan ini dijaga senetral-netralnya agar yang diketengahkan adalah sosok secara objektif, apa adanya. Tentu saja, dalam netralitas ini, sebagai WNI, saya punya hak pilih seperti WNI lainnya. Sama dengan harapan orang Bandung lainnya, saya pun ingin dipimpin oleh walikota/wakilnya yang memahami spirit kemajuan dan kemaslahatan kota. Maka, ada satu pertanyaan substantif di hati semua warga Bandung: bagaimana sosok walikota yang dibutuhkan Bandung saat ini? Saya ulang lagi, pertanyaannya ialah “bagaimana”, BUKAN “siapa”. Kata “siapa” menuntut jawaban berupa sosok sehingga cenderung partisan dan subjektif. Sedangkan kata “bagaimana” lebih condong pada “karakter” seseorang dan ini tentu saja meliputi semua calon (delapan pasang).
Dengan mengedepankan kata tanya “bagaimana”, diharapkan pasangan
yang terpilih dengan suara terbanyak sebagai walikota/wakil walikota Bandung
mampu menuntaskan pekerjaan rumah yang masih menggayut dan selanjutnya
merealisasikan rencana pembangunan dengan titik fokus pada tiga matra. Berikut
ini dipaparkan dengan singkat tiga matra (Trimatra) penting
yang selayaknya dijadikan prioritas walikota dan wakilnya di Kota Bandung,
siapapun pemenangnya. Malah, eloknya lagi, yang tidak terpilih, tujuh pasang
lainnya, ikut membantu dan terlibat langsung dalam mewujudkan Trimatra ini.
Yang pertama ialah matra lingkungan.
Di dalam matra ini terkandung peningkatan kualitas air, udara, reduksi sampah,
dan optimalisasi tanah (lahan), penataan drainase dan hutan kota. Penguatan
ilmu dan teknologi lingkungan ini diberikan lewat sekolah dalam pelajaran
lingkungan, diikuti oleh praktikum lingkungan dalam berbagai skala menurut
tingkat kelas dan sekolah. Program Mulok Lingkungan Hidup hendaklah diteruskan dan diperbaiki kekurangannya meskipun didera oleh
kehadiran Kurikulum 2013. Dalam program ini, semua siswa hendaklah diberi pemahaman bahwa sampah adalah sumber daya, bukan beban yang harus dibakar di PLTSa. Risiko PLTSa demikian besar, hindarilah.
Yang kedua ialah matra bangunan, baik
bangunan bersejarah, heritage maupun bangunan
baru. Karena Bandung sudah kadung kaya dengan bangunan, baik fungsinya sebagai
hotel, mal, kantor, museum, ruko, dan tugu-tugu peringatan peristiwa tertentu,
maka pemanfaatannya menjadi prioritas. Apapun warisan bangunan yang ada, baik
bernilai sejarah sejak zaman Belanda maupun hasil pembangunan walikota sejak
zaman Orde Baru sampai sekarang tetap dipelihara. Lebih bagus lagi adalah
pemanfaatan ulang, redefinisi penggunaannya. Agar lebih fokus, perlu digagas badan/lembaga yang mengurusi pergedungan ini agar
rencana dan keputusan yang dibuat menjadi tepat dan cepat.
Yang ketiga adalah matra perdagangan.
Pola perdagangan yang meliputi dua karakteristik, yaitu tradisional dan modern (nontradisional)
layak dipertahankan dan upayakan dikembangkan. Keduanya dibutuhkan oleh
masyarakat sesuai dengan segmen ekonomi dan kepentingannya. Bersamaan dengan
itu, bukalah peluang usaha dengan menyediakan lahan untuk semua orang yang
hendak berjualan. Revitalkan lagi titik-titik PKL dengan opsi membuka lokasi
baru sebagai pusat perkulakan di pusat-pusat keramaian dan olah raga. Lokasi
keramaian yang rutin pada hari libur sebaiknya “disulap” menjadi area
perdagangan semua kelas dalam strata sosial-ekonomi masyarakat. Api
cemburu-ekonomi pun bisa diminimalkan dan tatasosial-politik menjadi
kondusif.
Pamungkas, “bagaimana” sosok yang mampu mewujudkan
Trimatra Kota Bandung itu? Dari delapan pasang calon walikota dan wakil
walikota Bandung, tentu semuanya berpeluang. Sebagai pribadi, saya telusuri rekam-jejaknya, maka sosok itu melekat pada Ridwan Kamil, Sang Pemimpi. Julukan ini saya sintesis dari satu di antara
beberapa prinsip hidupnya: “jangan berhenti bermimpi”. Seorang arsitek memang
harus terus bermimpi dalam jaga, bukan dalam tidur. Mimpi ini sudah ia leburkan
dengan ilmu dan teknologi yang melatari pengembangan kota lewat karya
arsitekturnya. Komunitas lingkungannya pun sudah dimapankan dan ia pun sebagai
pelaku bisnis-perdagangan, dalam hal ini adalah biro arsiteknya. Akankah Sang
Pemimpi ini berhasil menjadi Sang Pemimpin di Kota Bandung? *
Yang menang nanti belum tentu yang terbaik, tapi yang disahkan KPU sebagai penerima vote terbanyak.
BalasHapusSaya pribadi juga berharap kang Ridwan Kamil yang menang, karena prestasi, keilmuan serta dedikasi sosialnya.
Siapapun yang menang, semoga memang peduli dengan kotanya sekaligus mampu menangkal gerakan negatif oknum pemerintahan.