SAMPAH: SALAH KAPRAH
Ada koran berbahasa Inggris terbitan Jakarta yang kerapkali menulis kata
trash untuk merujuk pada sampah Bandung. Televisi juga demikian, menggunakan istilah yang sama. Meskipun istilah tersebut begitu populer di media massa, sebetulnya istilah itu kurang tepat. Kecuali itu, ada juga penyiar radio dan pendengarnya yang menyebut
rubbish, misalnya begini: karena di mana-mana tampak gunungan sampah, Bandung kini dijuluki kota sampah atau
rubbish city. Istilah ini pun kurang tepat. Arti leksikal kedua kata tersebut memang sampah, tapi penerapannya tidak demikian.
Hal serupa muncul pula pada acara
Diskusi Terbuka memperingati
Hari Lingkungan Sedunia 5 Juni 2006 di Universitas Kebangsaan yang dihadiri mahasiswa, ormas, warga, ketua RT dan RW. Ada yang bertanya tentang jenis sampah kering dan sampah berbahaya di rumah. Apa itu sampah kering? Apa itu sampah basah? Bagaimana caranya membuat kompos dan tepatkah dibuat di Bandung yang suhunya dingin? Ada banyak lagi pertanyaan lainnya. Dalam tulisan ini takkan dibahas semua pertanyaan itu. Di sini hanya diuraikan perihal sampah basah dan sampah kering dikaitkan dengan istilahnya dalam bahasa Inggris.
Refuse, Solid Waste?
Mengapa kata trash tidak tepat?
Trash adalah istilah untuk sampah kantor berupa kertas, karton, kardus, koran, majalah, dll. Makanya tong sampah di kantor-kantor disebut
trash can, sebuah tong khusus untuk sampah kertas. Namun tidak berarti rumah tangga tak menghasilkan sampah kertas, koran, karton, dll. Jenis ini juga banyak di rumah tangga, bahkan bercampur dengan sampah basah dan sampah berbahaya-beracun (B3). Di sinilah bahayanya, yaitu ketika kertas bekas bertinta dijadikan bungkus goreng pisang, comro, dll. Tinta termasuk B3 yang jika masuk ke perut dapat merugikan kesehatan.
Kalau demikian, apa istilah yang tepat untuk sampah?
Refuse adalah jawabnya. Kata ini bersinonim dengan
solid waste dan dibagi dua menjadi
garbage dan
rubbish. Hanya saja, menurut Frank Flintoff, penulis buku
Management of Solid Wastes in Developing Countries yang diterbitkan oleh WHO, istilah
solid waste sudah menjadi istilah resmi internasional. Selain
solid waste, jenis limbah lainnya adalah limbah gas (gas waste), dan limbah cair (liquid waste). Jadi, kalau tak hendak menyebut
solid waste lantaran terasa panjang, gunakanlah
refuse, bukan
trash. Jika tidak, istilah
trash dapat disalahtafsirkan oleh orang asing yang dalam benaknya sudah terpatri istilah tertentu untuk sampah tertentu. Misalnya, mendengar kata
trash maka yang terbersit di pikirannya adalah sampah kertas. Mendengar
garbage, maka yang dipikirkannya adalah sampah mudah busuk seperti sisa sayur, buah, daging-ikan, dan biasa disebut sampah basah karena kadar airnya tinggi dibandingkan dengan
rubbish.
Rubbish adalah semua sampah di luar kelompok sisa sayur, buah dan daging-ikan tersebut. Jenis ini masih bisa dibagi dua lagi menjadi
combustible (mudah terbakar) dan
noncombustible (sulit/tak terbakar).
Trash adalah porsi
combustible-nya
rubbish sekaligus menjadi bagian terpenting dalam mengolah sampah secara insinerator. Selain sampahnya habis menjadi abu, panasnya (kalornya) juga tinggi sehingga bisa digunakan untuk memanaskan air atau memutar turbin pembangkit listrik. Itu sebabnya, sampah Bandung tak cocok diolah dengan insinerator karena 80%-nya berupa sampah basah. Jika tetap dipaksakan juga, energi pembakarnya lebih banyak digunakan untuk menguapkan kandungan airnya sehingga boros BBM. Yang paling cocok adalah pengomposan apalagi banyak ada sentra kebun sayur dan bunga di sekitar Bandung atau sebagai pelapis lahan tandus.
Bagian kedua dari
rubbish adalah
noncombustible. Ada juga yang menamainya
rubble, semacam berangkal, puing, dan reruntuhan bangunan. Semua puing rumah akibat gempa di Yogya disebut
rubbish atau
rubble. Sampah ini tak bisa diapa-apakan lagi kecuali sebagai pengisi lahan cekung, pelapis jalan tanah atau sebagai pengisi campuran "bata" sekunder. Ada juga yang membagi
noncombustible itu menjadi
demolition, yakni sampah hancuran bangunan berupa puing akibat gempa tersebut dan
construction waste, sampah sisa pembangunan seperti pecahan bata, beton, sisa plesteran, pecahan keramik, sisa pipa, sisa besi, dll.
Padanan Kata
Bagaimana istilahnya dalam bahasa Indonesia? Patut diakui, bahasa kita miskin akan istilah jenis-jenis sampah. (Tapi tak berarti bahasa Inggris tak punya kekurangan. Dalam bahasa Inggris pun ada kata
rice untuk padi, gabah, beras, dan nasi, bukan?) Sejak dulu kata sampah mengacu pada semua jenis sampah, baik rumah tangga, pasar, toko, kantor, pabrik, klinik maupun rumah sakit. Sampah adalah benda padat yang dianggap tak berguna bagi seseorang tapi bisa berguna bagi orang lain. Koran bekas mungkin dianggap sampah oleh seseorang tapi menjadi sumber penghasilan bagi pemulung atau bahan baku bagi pabrik kertas daur ulang. Selanjutnya sampah dibagi menjadi tiga, yaitu sampah domestik, pabrik, dan B3. Yang tergolong B3 juga bisa berasal dari domestik selain dari pabrik, rumah sakit, klinik, dan reaktor nuklir.
Kelompok berikutnya adalah sampah basah, disingkat
sabah, yaitu sampah yang tinggi kadar airnya walaupun tak selalu tampak basah. Daun kering pun akan membusuk setelah sekian hari dan tetap dimasukkan ke dalam kelompok
sabah. Sampah kering, disingkat
saker, adalah semua sampah yang miskin air atau tak mengandung air seperti kertas, karton, plastik, kain, dll.
Saker ini pun dibagi dua lagi menjadi sampah mudah terbakar dan sulit terbakar, serupa dengan pembagian dalam istilah Inggris di atas. Mudah-mudahan pakar bahasa mau mencarikan padanan kata yang tepat untuk sampah kering yang mudah terbakar dan yang tak mudah terbakar tersebut. Serapan dari bahasa daerah pun boleh-boleh saja yang penting berterima.
Mengacu pada dua jenis sampah tersebut, sediakanlah minimal dua tong sampah di tempat-tempat umum. Satu tong ditulisi
trash can, satu lagi
garbage can. Atau, satu tong ditulisi
organik dan yang lainnya
nonorganik. Bisa juga ditempeli kata
sabah untuk sampah basah, dan
saker untuk sampah kering. Idealnya tentu saja tiga tong: satu tong lagi untuk sampah B3 seperti baterei bekas, botol karbol, botol obat, pembasmi nyamuk, disinfektan, deterjen, dll. Setelah kedua atau ketiga tong itu tersedia maka yang paling menentukan keberhasilan manajemen sampah adalah karakter warganya, yaitu kecerdasan emosinya (
emotional quotient, EQ), apakah disiplin memasukkan sampah ke tongnya masing-masing. Justru inilah yang terberat, bukan pemahaman akan ilmu tentang jenis-jenis sampah, bukan IQ-nya, bukan kepintarannya, bukan deretan pangkat dan gelarnya. ***
Gede H. Cahyana