Surat Terbuka Untuk DPRD Kota Bandung
Oleh Gede H. Cahyana
Pada Rabu, 25 Desember 2013, mayoritas anggota Pansus PLTSa DPRD Kota
Bandung menyetujui pembangunan PLTSa atau pembakar (incinerator) sampah. Andaikata terwujud, tahun 2014 akan menjadi tonggak
sejarah, yaitu hadir pembakar sampah terbesar di Indonesia. Semua sampah pasar, rumah tangga,
kantor, sekolah, kebun, pinggir jalan, dan lain-lain akan dibakar di dalam
tungku “raksasa” yang unitnya dinamai Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)
oleh kalangan pemerintah kota.
Karena sampahnya dibakar, maka PLTSa menghasilkan
partikulat debu dan abu, gas-gas pembentuk asam klorida, fluorida, sulfur dioksida,
logam-logam berat seperti merkuri, kadmium, seng, nikel, timbal. Juga karbon
organik volatil pembentuk furan (polychlorinated dibenzofurans, PCDF)
dan dioksin (polychlorinated dibenzo-p-dioxins, PCDD). Semua polutan itu
dengan mudah tersebar ke segala arah lewat udara, melekat di daun, sayur, buah,
sumber air minum, paru hewan ternak lantas beredar ke seluruh dagingnya dan
paru manusia lalu beredar ke pembuluh darahnya.
Parahnya lagi, semua uap logam dan campurannya dapat
mengembun membentuk aerosol partikel submikron yang berbahaya bagi paru. Begitu
pun senyawa lain dalam sampah dan campuran klor, fluor, sulfur, nitrogen dan
lain-lain menghasilkan gas-gas toksik dan korosif. Ketika pembakarannya tak
sempurna, muncullah produk pirolisis karbon monoksida, volatile organic
compound seperti polycyclic aromatic hydrocarbon, dioksin, furan,
jelaga, dan tar. Partikulat abu adalah pencemar yang paling jelas, tampak
secara visual berupa kepulan yang mengandung uap logam berat, dioksin dan furan.
Di permukaan jelaganya pun disarati gas-gas asam klorida, fluorida, sulfat, dll
yang semuanya dipengaruhi desain insinerator, pemanggang, ukuran dan bentuk
ruang pembakarnya.
Karena ukurannya variatif, mulai dari satu mikron (bahkan
kurang dari satu mikron) sampai yang terbesar 75 mikron, ada partikulat yang
mudah masuk ke sistem pernapasan kita. Kira-kira 40% partikel berukuran 1
sampai dengan 2 mikron akan tertahan di bronkioli dan alveoli paru. Yang
ukurannya 0,25 sampai dengan 1 mikron justru mudah ke luar masuk lewat udara
pernapasan. Tapi yang kurang dari 0,25 mikron akan melekat akibat gerak Brown (Brownian
motion). Untuk menyisihkannya, biasanya ditangani dengan kolektor debu
seperti mekanikal separator, wet scrubber, atau fabric filter.
Partikel berukuran 15 s.d 75 mikron secara efektif dipisahkan dengan cyclones
sampai efisiensi 85% dan yang ukurannya lebih kecil dipisahkan dengan fabric
filter atau presipitator elektrostatik. Namun demikian, efisiensinya tidak
bisa sempurna 100% dan yang tak tersisihkan itulah yang potensial membahayakan
kesehatan karena makin lama makin tinggi konsentrasinya di udara kita.
Dari mana asal logam-logam berbahaya itu? Dari sampah
tentu saja: timbal berasal dari sampah cat dan kaleng, merkuri dan kadmium dari
baterei, aluminum foil, alat plambing, lembar seng, garam-garam volatil dst.
Logam dan garam-garam itu mudah menguap karena titik didihnya rendah. Titik
didih kadmium adalah 765 derajat Celcius, merkuri 357 derajat C, arsen 130
derajat C, PbCl (timbal klorida) 950 derajat C, dan HgCl2: 302 derajat C. Semua
spesiasi logam tersebut bergantung pada keberadaan klor, sulfur, karbon,
nitrogen, fluor dan lain-lain selama pembakaran dan pendinginan gasnya. Reaksi
dengan klor menghasilkan metal klorida; merkuri misalnya, akan membentuk
senyawa yang terikat dengan halogen, yaitu merkuri (II) klorida (ini yang
dominan) dan merkuri (I) klorida. Hanya peralatan canggih yang dapat
menghilangkan logam berat volatil seperti merkuri itu.
Ancam Syaraf, Ginjal, Jantung
Dampak PLTSa pada kesehatan meliputi neurological
atau nervous system (syaraf), hepatic system (hati), renal
system (ginjal), hematopoietic atau blood-forming system
(darah). Kadmium misalnya, menyerang pernapasan, ginjal, hipertensi, dan yang
paling ekstrem adalah kerapuhan tulang dan sendi. Merkuri menyerang sistem
syaraf pusat sehingga mengurangi penglihatan, sensori, pendengaran dan
koordinasi tubuh. Timbal dapat mendisfungsi sistem hematologik dan syaraf
pusat, merusak fungsi gastrointestinal, reproductive, endocrine,
cardiovascular, immunologic, dan menurunkan taraf kecerdasan serta
menyebabkan perilaku abnormal pada anak. Polycyclic aromatic compound,
dioksin dan furan merusak paru, perut, ginjal, skrotum, dan liver. Beratnya
lagi, dioksin dan furan dapat melekat pada abu dan air limbah PLTSa. Karena
efek buruknya itulah dioksin dikenal sebagai “the most toxic chemical known
to man”. Dampaknya mampu merusak generasi manusia lewat cacat genetis,
merusak kromosom pembawa informasi keturunan (genetika), pencetus kanker
(karsinogenik) dan mutagenik (pemutasi).
Daya rusak pencemar tersebut dicetuskan oleh senyawa
berklor dari plastik, potongan PVC, kertas, karton dll. Dipastikan 60% asam
klorida berasal dari PVC, 36% berasal dari kertas. Yang lebih reaktif dan
korosif lagi adalah asam fluorida dengan emisi tipikalnya 3 sampai dengan 5 mg
per m3. Begitu pun NOx dan SOx yang dapat berubah menjadi asam kuat: asam
nitrat dan asam sulfat. Semuanya berkontribusi pada hujan asam yang kaya logam
berat, lalu diserap tanaman sayur dan rumput pakan ternak. Efek lainnya ialah
kerusakan bangunan, pagar, mobil, motor, kebun, tanaman, dan hutan, termasuk
korosi logam di PLTSa sehingga perlu biaya perbaikan. Belum lagi iritasi kulit
dan kerusakan sumber air. Luas sekali dampak buruknya, lebih banyak buruknya
ketimbang baiknya. Lebih besar mudaratnya daripada manfaatnya.
Oleh sebab itu, lewat surat ini, pada awal tahun
2014 ini, sebelum pembangunan PLTSa dimulai, disarankan DPRD dan Pemerintah Kota Bandung membatalkan niatnya demi
kesehatan kita dan keturunan setiap warga yang bermukim di cekungan Bandung. Apalagi saat ini, mantan walikota yang diberi masukan oleh kalangan kampus di Bandung untuk memanfaatkan insinerator beberapa bulan setelah longsor TPA Leuwigajah, dalam proses hukum di pengadilan. Lantas, apa yang kaucari, wahai orang-orang yang dipilih rakyat untuk mewakili aspirasi rakyat Bandung? *