• L3
  • Email :
  • Search :

25 Desember 2013

Ikan Nila Bakar Danau Ranau, Lampung Barat

Ikan Nila Bakar Danau Ranau, Lampung Barat
Oleh Gede H. Cahyana


Hitam pekat kopi itu. Kopi asli Liwa, Lampung Barat. Sambil memandang bebukitan di seberang danau, jemari kaki terasa dingin disentuh air Danau Ranau. Saung di tepian, diiringi lantunan vokal penyanyi karaoke, “serak-serak kering”, suasana sore itu menjadi temaram. Gerimis masih menemani, tak lekang oleh waktu. Lalapan sudah terhidang, sambalnya juga, tinggal ikan Nila yang belum. Sedang dibakar.

Berangkat dari Liwa, setelah memberikan training of trainer se-Provinsi Lampung dan Bengkulu, dengan mobil sewaan, kami melata di jalanan aspal berkelak-kelok. Melihat warga setempat, teringat aku pada masa kecilku di Bali. Suasananya serupa benar. Suasana awal tahun 1970-an. Murid SD berlari-lari di tepi jalan tanpa alas kaki. Tas kain yang lumayan belel diselempangkan di bahunya, segenggam kue kering di tangan kanan dan rambutnya berkibar ditiup angin. Jalan menurun dan mendaki. Sehatlah anak-anak itu, semoga. Mudah-mudahan mereka pun minimal berhasil menjadi sarjana, pada suatu saaat kelak. Lintasan pikiranku menerawang ke kondisi nusantara ini. Tanah air nan kaya, tambang dan hutan melimpah, tapi salah urus. Akibatnya, pelosok daerah, seperti di Lampung Barat ini, daerah subur nan gembur oleh pertanian, penduduknya banyak yang melarat. Pepaya berserakan di tepi jalan, kopi beronggok-onggok, bongkahan wortel nan indah bunganya, tapi lamban diserap pasar.


Ranau, danau terluas kedua setelah Danau Toba, dimiliki oleh dua provinsi, yaitu Sumatera Selatan dan Lampung. Eksotisme danau ini dibalut kabut dan semilir angin dingin, bebas polusi dan kaya oksigen hasil fotosintesis hutan Gunung Seminung. Paru-paru yang suntuk oleh polutan kota dapat rehat sejenak di danau vulkanik ini. Bermain atau sekadar jalan-jalan di sekitar dermaga Lumbok atau Lombok, menatap kebeningan permukaan danau seluas kurang-lebih 126 km persegi. Berkaitan dengan Lumbok ini, kali pertama kudengar, aku gak percaya ada Lombok di Lampung. Ternyata, setelah sampai di lokasi, betul jua adanya. Tepatnya sih Lumbok, “pake huruf u, bukan o”.

Tak terasa, pesanan ikan nila bakar sudah tiba. Masing-masing dapat seekor. Tanpa ba bi bu, setelah berdoa singkat, diserbulah ia. Suara kecap dan erangan pedas berpacu dalam melodi pelantun lagu di karaoke sebelah. Meskipun suaranya pas-pasan, sama seperti suaraku, tetap perlu dalam keheningan danau. Anak-anak masih tampak di dekat tambak, ditemani ibunya yang menggendong batita. Riak-riak lembut setia menemani kami sampai kembali ke Liwa menjelang malam. *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar