People Power, Setuju Bangeetzz
Oleh Gede H. Cahyana
People power, harfiahnya, kata per
kata adalah daya, kekuatan rakyat. Indonesia tahun 1998 pernah merasakan kekuatan
dahsyat itu. Begitu juga Filipina. Namun kini di negeri nyiur melambai ini,
bangkit lagi frase tersebut. Pihak koalisi PDIP bersikeras akan mengajak
pemilihnya untuk merongrong kekuatan politik yang dianggap oleh PDIP sebagai
pembuat makar dan merusak jalan pemerintahan Jokowi-JK. Tak lain, yang menjadi sasaran
tembak bukanlah tembok liberal, komunis, sekuler di negara Pancasila ini,
melainkan koalisi Merah Putih (KMP).
Atas dasar apa PDIP begitu
provokatif terhadap KMP? Apakah lantaran gagal menjadi ketua di DPR? Kenapa
begitu kuat syahwat menjadi penguasa total, totaliter di Indonesia, negeri yang
kebanyakan rakyat masih perlu pendidikan dan peningkatan kesejahteraan?
Alangkah hancur negeri ini apabila DPR juga dikuasai oleh PDIP. Lantas MPR juga
dikuasai oleh PDIP. Begitu juga KPK, tunduk pada koalisi PDI, minimal berpihak
kepada PDIP. Ini faktanya. Lantas panglima TNI, Polri, Kejaksaan, MA, MK ikut
dan patuh kepada PDIP. Kalau ini yang terjadi, Indonesia kembali ke zaman barbar. The Barbarians.
Oleh sebab itu, saya setuju bagetz
pada people power, yaitu mengerahkan
kekuatan rakyat untuk menghancurkan sifat egois, KMP-fobia, dan menggantinya dengan membangun
sekolah, kebun, pasar, dan reboisasi. Kerahkan kekuatan rakyat untuk mengolah
sampah, membuat kompos, meluaskan pertanian, dan menghalau kapal pukat harimau.
Gunakan people power untuk
memperbanyak beasiswa di tingkat pendidikan dasar dan menengah, juga pendidikan
tinggi. People power yang utama
adalah revolusi mental para abdi negara, termasuk anggota dewan dari semua
partai, khususnya PDIP. Jangan terulang lagi anggota dewan yang memijat-mijat
Ceu Popong dan menciumnya, jangan lagi menjadi “kumpulan anak-anak TK tanpa
sopan santun naik ke meja”. Mental seperti
inilah yang mendesak direvolusi. (Catatan: sebetulnya saya tidak yakin pada
istilah revolusi. Lebih tepat adalah evolusi. Tapi, silakan saja, apapun
istilahnya, minumnya adalah the tubruk …. Hhm segerrr).
Begini ringkasnya. People power boleh-boleh saja, tetapi
ingat, people power yang ada di KMP juga tak kalah banyak dan mereka kebanyakan
dari kalangan terdidik apik. Kita paham, voting itu tidak membedakan manusia,
apakah ia doktor politik atau preman pasar dan germo pelacuran. Sama saja, suaranya
satu untuk masing-masing. Namun demikian, kekuatan Golput juga tidak sedikit.
Mereka bisa bergerak ke PDIP juga bisa ke KMP. Apakah koalisi PDIP, khususnya
PKB yang banyak ada kyai dan pemilik ratusan pesantren itu akan serta merta
rela menjadi “pembunuh” kaum muslim yang lain lewat people power? Lupakah PKB
pada wejangan Gus Dur tentang kerakyatan dan kesetaraan dalam hidup berbangsa,
bernegara? Kalau lupa dan memang sudah tidak peduli lagi, berarti PKB yang
sekarang ini bukanlah PKB yang dimiliki oleh warga NU. Ia sudah tercerabut dari
ke-NU-annya.
Sekali lagi, saya setuju bangetz
pada people power, yaitu memobilisasi kekuatan rakyat untuk memajukan
pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi di Indonesia. Setuju kekuatan
rakyat untuk menghukum koruptor. Orang yang bersalah harus dihukum, dan hukuman
ini akan dapat mengurangi tanggung jawabnya yang abadi di akhirat kelak. Hukuman
justru adalah kasih sayang kepada terhukum. Kalau salah, maka mintalah segera
dihukum di dunia agar berkurang atau bebas hukuman di akhirat yang abadi itu.
Lebih baik di hukum di dunia sekian puluh tahun dan bebas di akhirat daripada
bebas di dunia tetapi dihukum berat di akhirat. Pemahaman inilah yang disebut revolusi
atau evolusi mental. Mental rela dihukum kalau berbuat salah, baik sengaja
maupun tidak. Inilah revolusi yang sesungguhnya, sebuah revolusi atau people
power di bidang moral.
Kalau hal tersebut yang dimaksud oleh koalisi PDIP, semua pasti
mendukung. Maka, saya setuju peple power versi yang satu ini. Power to the people for their welfare of the welfarestate. Ok? I love you all in humanity, and thanks. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar