• L3
  • Email :
  • Search :

15 Oktober 2014

PNS Boleh Poligami di Lombok Timur

PNS Boleh Poligami di Lombok Timur
Oleh Gede H. Cahyana


Peraturan Bupati Lombok Timur yang membolehkan PNS setempat berpoligami asalkan membayar 1 juta rupiah langsung menghebohkan dunia pernikahan di Indonesia. Kalau dilandaskan pada hukum Islam sebetulnya tanpa membayar pun boleh-boleh saja seseorang berpoligami dan sah-sah saja. Bahkan, tanpa seizin istri atau istri-istri sebelumnya juga tetap boleh dan sah. Namun demikian, dari aspek kemanusiaan, tabula rasa, menghargai istri (para istri) yang lebih awal dan demi tercapainya tujuan pernikahan, maka sebaiknya ada izin atau pemberitahuan sebelumnya.

Ini kisah nyata. Namanya Dewi (nama disamarkan), ia datang dengan mata sembab. Sudah lama wanita berjilbab ini tak bertemu aku. Dulu, kurang lebih delapan bulan lalu, dia pernah bertanya perihal poligami. Waktu itu aku tak tahu sebabnya dia bertanya begitu. Mungkin sekadar ingin tahu saja dan aku tak menaruh curiga. Dia tampak bahagia. Suaminya secara ekonomi tidak bermasalah, selain gaji rutin juga mengerjakan projek-projek. Tapi feeling-ku buruk. Suaminya ternyata sudah beristri lagi tanpa pemberitahuan terlebih dulu. Dia merasa dihempaskan. Yang membuat aku terhenyak, akibat kekukuhannya bertahan pada pendapatnya itu, dia harus rela dicerai suaminya yang sudah menikahinya selama tujuh tahun dan punya empat anak.

Dari kasus tersebut aku sampai pada kesimpulan bahwa tak ada seorang wanita pun yang mau dipoligami. Sebelumnya aku sudah tahu betapa berat seorang wanita jika merelakan suaminya berpoligami. Namun demikian, aku pun tahu ada banyak pria berpoligami, bahkan sampai empat, tetapi tampak oke-oke saja. Minimal ini yang tampak dari luar, amatan dari jauh saja. Tak usah kusebutkan siapa mereka. Aku yakin sudah banyak yang tahu. Mereka ada yang berprofesi sebagai, dalang, artis, dosen, pengusaha, politisi, dan mubaligh dan banyak lagi yang lain.

Menurutku, di hati kecilnya, di relung kalbunya, seorang wanita pastilah ingin menguasai suaminya tanpa harus berbagi dengan wanita lain. Jangankan berbagi dengan tiga wanita lainnya, dengan satu wanita saja dia tak rela, syahdan deras mengalir frase ikhlas dimadu dari mulutnya. Sebersit rasa waswas pasti muncul di hatinya. Kuyakin itu. Apalagi kutahu dari buku-buku kisah rasul (sirah nabawiyah), bahwa Aisyah, istri termuda dan satu-satunya yang perawan ketika dinikahinya, sesekali protes. Aisyah mencemburui Khadijah yang telah lama meninggal, istri pertama Muhammad SAW. Bayangkan, terhadap orang yang sudah almarhumah saja Aisyah begitu cemburu.

Begini kisahnya. Suatu kali Aisyah dibakar api cemburu yang menderu-deru. Sampai-sampai ia tega berkata,” Khadijah lagi... Khadijah lagi... Seperti di dunia ini tak ada wanita selain Khadijah!” Tajam kalimat itu, menghujam dalam ke hati lelaki. Menyimak itu, Muhammad lantas meninggalkan Aisyah. Tak lama kemudian beliau kembali lagi dan beliau melihat Ibu Aisyah, Ummu Rumman, sedang di sampingnya seraya berkata,” Wahai Rasulullah, ada apakah engkau dengan Aisyah? Aisyah masih sangat muda. Selayaknyalah engkau memakluminya.”

Apa yang diperbuat beliau? Marahkah? Beliau ternyata tidak meninggalkannya. Muhammad malah memegang dagu Aisyah seraya berkata,” Bukankah engkau yang berkata seakan-akan di dunia ini tak ada lagi wanita selain Khadijah?”

“Buat apa engkau mengingat perempuan tua renta dan ujung mulutnya sudah merah, padahal Allah sudah menggantinya dengan yang lebih baik bagimu?” rajuk Aisyah.

“Demi Allah, Dia tak pernah mengganti dengan yang lebih baik daripada Khadijah. Ia beriman kepadaku ketika semua orang mendustakanku. Dia ulurkan hartanya saat orang lain menahannya. Dia memberiku anak sedangkan yang lainnya tidak,” jawab Muhammad. Bagaimana kalau Khadijah masih hidup dan punya madu seperti Aisyah, apa yang bakal terjadi? Entahlah. Terhadap madu-madunya yang lain pun, seperti Shafiah dan Ummu Salamah, Aisyah pun menaruh rasa cemburu.

Begitulah fakta ketakrelaan wanita dimadu, seorang wanita yang menjadi istri nabi, yang tingkat keimanannya jauh di atas wanita zaman sekarang. Jika istri nabi saja cemburu satu sama lain, apatah lagi wanita yang dimadu pada zaman sekarang. Pastilah api cemburunya jauh lebih panas lagi. Yang perlu ditiru andaikata pria berhasrat poligami adalah kemampuannya menangani istri-istrinya. Sebagai manusia, Muhammad begitu piawai menangani semua istrinya. Maka muncul pertanyaan, adakah pria sekarang yang punya kemampuan seperti nabi? Takkan ada lelaki sekarang yang mampu seadil Muhammad. Aku bulat seratus persen meyakini hal ini. Yakin seyaqin-yaqinnya.

Bagi manusia biasa, lelaki zaman sekarang, jangankan sembilan istri, empat istri saja sudah rumit. Hanya lelaki “luar biasa” yang mampu adil atas semua istrinya. Boleh jadi, sekali lagi, boleh jadi lelaki demikian memang ada, tetapi sangat-amat sedikit jumlahnya. Datanya memang tak kuperoleh. Kurasa data jenis ini sangat sulit diperoleh. Aku tahu, ada orang-orang terkenal dan kaya harta yang memiliki istri lebih dari satu. Namun, aku tak berani menilainya, karena aku tak tahu betul kehidupan rumah tangganya. Dari luar, dari jauh, kulihat mereka akur-akur saja dan sering tampil di televisi atau ketika acara tabligh di sejumlah daerah.

Setahuku, wanita pun memiliki nafsu setara dengan lelaki. Hanya saja, wanita tak mau menunjukkan rasa tertariknya itu secara ekspresif dan eksplisit. Malu-malu... tapi mau. Lihatlah kasus Juleha dan Nabi Yusuf. Siapa yang hendak memperkosa? Siapa yang dilanda birahi tak terkendali? Yusuf bukannya tak berbirahi ketika itu. Dia juga tertarik, tapi bisa menahan dirinya. Tapi wanita cantik bernama Juleha itu malah tak tertahankan hasrat hatinya. Demi “kehormatan” permaisuri, Yusuf justru dijebloskan ke penjara. Juga, lihatlah betapa wanita-wanita “seteru” Juleha sampai teriris jejarinya lantaran terpukau melihat ketampanan Yusuf. Mereka tertarik pada pemuda Yusuf dan, dalam bentang hatinya, masing-masing ingin memilikinya, menjadikannya suami yang penuh gairah. Deburan hatinya itu tak bisa disembunyikan dan kisahnya abadi dalam Al Quran.

Bisa dibayangkan, berderet-deret wanita cantik dari kalangan bangsawan takluk tak berdaya melihat kegantengan Yusuf. Mereka begitu “tersihir” oleh keelokan paras pemuda yang pernah dibuang ke sumur tua oleh saudaranya itu. Andaikata, ini hanyalah andaikata saja, Yusuf hendak memperistri semua wanita itu, tentulah semua wanita itu mau-mau saja. Ini hanyalah dugaanku saja. Mereka akan saling bersaing merebut api cinta Yusuf sambil saling cemburu! Andaikata itu terjadi, ini sekadar andaikata saja, maka poligami lebih dari empat wanita pastilah sudah terjadi, dilakoni oleh nabi Yusuf.

Namun Al Qur’an tidak demikian. Barulah pada masa Muhammad menjadi nabi, Al Qur’an membolehkan kaum muslimin memperistri empat wanita dalam satu waktu. Namun tetap harus diingat, bahwa orang-orang masa lalu seperti raja sangat banyak istrinya. Orang-orang biasa pun berbilang istrinya. Justru kedatangan Islam lewat Muhammad untuk mengurangi jumlah istri. Hanya empat yang diizinkan, itu pun dengan wanti-wanti harus berlaku adil. Adil. Adil. Adil secara jasmaniah, minimalnya.

Perihal poligami tersebut, telah pula panjang dikupas oleh beragam kalangan. Yang paling sering kudengar, khususnya yang kontra adalah dari kalangan yang menyebut dirinya “pejuang perempuan”. Aku tak paham, dari mana saja dasar hukum dan pola pikir yang disadapnya itu. Sebab, pada saat yang sama kulihat mereka justru memorak-morandakan nilai-nilai seorang perempuan. Aku lihat mereka berdiri di atas ranting rapuh, tak kuat menyangga pendapatnya sehingga terkesan membabi buta, serampangan. Acuannya selalu saja ke dunia Barat, dunia yang terbukti rapuh dan gagal dalam melawan arus freesex, gay, lesbian, bisex, transgender dan hancur akibat HIV/AIDS. Betul-betul aneh ada wanita Indonesia yang tergila-gila mengambil pola hidup orang yang terbukti gagal menata rumah tangganya. Mereka justru mengambil pola hidup orang yang doyan seks bebas asalkan aman dengan memakai kondom misalnya.

Malah kudengar, ada wanita dari kalangan “pejuang perempuan” itu yang lebih rela suaminya “membeli sate saja” daripada harus memelihara kambing. Sebagai “pejuang” dia tentu malu suaminya berpoligami. Ini bisa merubuhkan reputasinya sebagai “pejuang” perempuan. Lebih senang suaminya “jajan” saja daripada harus dimadu. Alasannya macam-macam, salah satunya adalah soal harta waris, agar semua warisan suami jatuh ke tangannya. Jadi, alasannya tak jauh dari sisi ekonomi. Barangkali, kalau suaminya sudah meninggal, dia bisa mendapat warisan banyak dan bisa mudah memilih lelaki yang gagah nan tampan sekeinginannya. Ini, memang pernah kulihat di film buatan sineas Indonesia tahun 1990-an.

Lantas, bagaimana pandangan bule pada poligami? Sebab, laris sekali orang bule ini di kalangan artis Indonesia. Asal bule, maka jadilah! Tapi yang ini berbeda. Berikut ini kukutipkan seorang bule yang sangat dikagumi banyak orang, baik laki maupun perempuan. Begini katanya, “Muhammad mengurangi jumlah wanita yang boleh dikawini oleh seorang pria. Sebelum ia muncul, poligami itu tak terbatas. Orang-orang kaya terbiasa mengawini sejumlah besar perempuan. Jadi Muhammad membatasi poligami.” Inilah kalimat tegas dari Napoleon Bonaparte dalam Bonaparte etl’Islam oleh Cherfils, Paris.

Ada juga tulisan James A. Michener. Penulis barat telah mendasarkan tuduhan mereka yang penuh nafsu terutama pada masalah kewanitaan. Namun sebelum Muhammad, kaum lelaki dianjurkan supaya mengawini wanita-wanita yang tak terbatas jumlahnya. Muhammad memberikan batasan kepada mereka hingga empat saja. Qur’an terang-terangan mengatakan bahwa suami yang tidak sanggup berlaku seadil-adilnya di antara dua istri atau lebih, harus mengawini satu orang perempuan saja. (James A. Michener, Islam, The Misunderstood Religion, dimuat dalam Reader’s Digest, di USA pada Mei 1955 halaman 70)

Seorang pakar studi-studi Islam, seorang orientalis bernama Prof. H. A. R. Gibb berkata bahwa pembaruan Muhammad telah meninggikan status kaum wanita pada umumnya, sudah diakui dunia. “Hukum Al Qur’an tentang wanita lebih adil dan liberal. Islam sudah sejak dulu menghargainya.... Adalah suatu ketololan kalau orang mengatakan bahwa dalam Islam wanita itu dianggap tak berjiwa. (Annie Besant dalam The Life and Teaching of Muhammad).

Dari secuplik opini orang-orang bule itu, bisalah ditarik simpulan bahwa poligami memang alami ada di bumi. Hanya saja, jika lelaki tak mampu bertindak adil, maka jangan coba-coba bermain api. Bisa habis terbakar nanti. Nafsu haruslah dikekang, dikendalikan. Jika tidak, dia akan seperti kuda liar yang berlari kencang, menghamburkan debu terbang, membuat sumpek dan kabur suasana. Melihat jelas pun menjadi sulit jadinya. Meraba-raba saja yang bisa dilakukannya.

PNS atau bukan, silakan poligami dengan cara yang baik, kalau disuruh bayar ya harus bayar. Ekonomi harus kuat, begitu juga ruhani. Jika tidak mampu seperti itu, maka silakan monogami saja agar lebih selamat dan lebih mudah menjalani hidup berkeluarga. *

Hak Istri dalam Poligami


Tidak ada komentar:

Posting Komentar