• L3
  • Email :
  • Search :

26 September 2014

Esensi Sila ke-4 Pancasila Tegak Kembali: Pilkada via DPRD

Esensi Sila ke-4 Pancasila Tegak Kembali: Pilkada via DPRD
Oleh Gede H. Cahyana


Sila keempat Pancasila adalah sila yang terpanjang kalimatnya. “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Spirit sila ini pula yang panjang dibahas di dewan. Sebab, esensi sila keempat inilah yang menjadi pilar utama hidup berdemokrasi di Indonesia. Demokrasi Pancasila, bukan demokrasi a la liberal dengan sifat fundamentalis. Bahkan, mbahnya demokrasi, katanya Amerika Serikat, tidaklah sebebas bebasnya seperti di nusantara ini. 

Berikut adalah butir-butir sila keempat menurut TAP No. I/MPR/2003 yang patut dibaca dan direnungkan, apa substansi yang menjadi racikan utamanya. 

1.  Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
2.    Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4.    Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
6.  Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
7.    Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
8.    Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
9.   Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
10.Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
(Sumber: Wikipedia)

Dinamika politik dalam pembahasan RUU Pilkada ini sempat memanas. Fraksi Partai Demokrat akhirnya walkout dan tegar dalam pendiriannya, tidak mau “dipinang” dalam lobby politik oleh PDIP seperti permintaan untuk menaikkan BBM. Peran SBY sebagai orang yang “dilecehkan” oleh Megawati mengemuka pada dua hal di atas. Sepuluh syarat usulan FPD tentu tidak bisa masuk lagi karena sudah tidak ada lagi waktu dan forum pembahasannya.

Meskipun butir nomor empat, yaitu musyawarah untuk mencapai mufakat tidak berhasil, lantaran sejak awal, jauh sebelum pemilihan presiden, rancangan ini sudah menuai pro-kontra. Sejumlah anggota DPR dari PDIP dan Hanura sempat menuju meja ketua dan wakil ketua DPR untuk protes atas rencana voting. Acungan jari dan tudingan dengan suara keras mengarah ke Priyo Budi S. Hasil akhir, sudah diketahui. Posisi suara dalam voting dini hari, 26 September 2014 adalah 135 orang mendukung pilkada langsung dan 226 orang mendukung pilkada perwakilan rakyat, lewat DPRD.

Yang menarik, suara Partai Golkar ternyata tidak bulat. Bengkok sedikit karena ada 11 orang yang setuju Pilkada Langsung. Sisanya, 73 orang setuju Pilkada Perwakilan di DPRD. Yang juga terpecah adalah suara FPD. Meskipun kebanyakan “abstain”, tetapi ada 6 orang yang setuju Pilkada Langsung. Inikah politik “dua kaki” di partai yang “dibidani” oleh Pak SBY? Saya rasa tidak. Itu hanya interest personal sejumlah kecil anggota dewan dari FPD.

Apapun itu, semuanya adalah keputusan atas nama wakil rakyat. So…, semoga hasilnya positif pada tahun-tahun mendatang. Good luck

Tidak ada komentar:

Posting Komentar