Esensi Sila ke-4 Pancasila Tegak Kembali: Pilkada via DPRD
Oleh Gede H. Cahyana
Sila keempat Pancasila adalah sila yang terpanjang kalimatnya. “Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Spirit sila ini pula yang panjang dibahas di dewan. Sebab, esensi sila keempat inilah yang menjadi pilar utama hidup berdemokrasi di Indonesia. Demokrasi Pancasila, bukan demokrasi a la liberal dengan sifat fundamentalis. Bahkan, mbahnya demokrasi, katanya Amerika Serikat, tidaklah sebebas bebasnya seperti di nusantara ini.
Berikut adalah butir-butir sila keempat menurut TAP No. I/MPR/2003 yang patut dibaca dan direnungkan, apa substansi yang menjadi racikan utamanya.
Berikut adalah butir-butir sila keempat menurut TAP No. I/MPR/2003 yang patut dibaca dan direnungkan, apa substansi yang menjadi racikan utamanya.
1. Sebagai warga negara dan
warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan
kewajiban yang sama.
2. Tidak boleh memaksakan
kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah
dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4. Musyawarah untuk
mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5. Menghormati dan
menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
6. Dengan iktikad baik dan
rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
7. Di dalam musyawarah
diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
8. Musyawarah dilakukan
dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
9. Keputusan yang diambil harus
dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan
mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
10.Memberikan kepercayaan
kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
(Sumber: Wikipedia)
Dinamika politik dalam pembahasan RUU
Pilkada ini sempat memanas. Fraksi Partai Demokrat akhirnya walkout dan tegar
dalam pendiriannya, tidak mau “dipinang” dalam lobby politik oleh PDIP seperti
permintaan untuk menaikkan BBM. Peran SBY sebagai orang yang “dilecehkan” oleh
Megawati mengemuka pada dua hal di atas. Sepuluh syarat usulan FPD tentu tidak
bisa masuk lagi karena sudah tidak ada lagi waktu dan forum pembahasannya.
Meskipun butir nomor empat, yaitu
musyawarah untuk mencapai mufakat tidak berhasil, lantaran sejak awal, jauh
sebelum pemilihan presiden, rancangan ini sudah menuai pro-kontra. Sejumlah
anggota DPR dari PDIP dan Hanura sempat menuju meja ketua dan wakil ketua DPR
untuk protes atas rencana voting. Acungan jari dan tudingan dengan suara keras
mengarah ke Priyo Budi S. Hasil akhir, sudah diketahui. Posisi suara dalam
voting dini hari, 26 September 2014 adalah 135 orang mendukung pilkada langsung
dan 226 orang mendukung pilkada perwakilan rakyat, lewat DPRD.
Yang menarik,
suara Partai Golkar ternyata tidak bulat. Bengkok sedikit karena ada 11 orang
yang setuju Pilkada Langsung. Sisanya, 73 orang setuju Pilkada Perwakilan di
DPRD. Yang juga terpecah adalah suara FPD. Meskipun kebanyakan “abstain”, tetapi
ada 6 orang yang setuju Pilkada Langsung. Inikah politik “dua kaki” di partai
yang “dibidani” oleh Pak SBY? Saya rasa tidak. Itu hanya interest personal sejumlah kecil anggota dewan dari FPD.
Apapun itu, semuanya adalah keputusan atas nama wakil rakyat. So…, semoga hasilnya positif pada tahun-tahun mendatang. Good luck.
Apapun itu, semuanya adalah keputusan atas nama wakil rakyat. So…, semoga hasilnya positif pada tahun-tahun mendatang. Good luck.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar