• L3
  • Email :
  • Search :

3 Desember 2012

Gilimanuk, Pintu Eksotisme Bali

Gilimanuk, Pintu Eksotisme Bali
Oleh Gede H. Cahyana


Kalau ingin melihat nuansa Hindhu Bali klasik yang sesungguhnya, maka masuklah lewat Gilimanuk. Jika lewat airport Ngurah Rai, fenomena itu akan langsung sirna. Ini ditegaskan oleh Gordon D. Jensen dan Luh Ketut Suryani di dalam buku The Balinese People; a reinvestigation of character, judul edisi Indonesianya: Orang Bali, Penelitian Ulang Tentang Karakter. Jika baru kali pertama ke Bali dan yang dilihatnya adalah Kota Denpasar, maka kesannya berubah. Tersirat Bali tak berbeda dengan kota-kota lainnya yang mayoritas penduduknya beragama Islam, bukan Hindhu. Malah, karena banyak bule berjalan-jalan di antara Tuban dan Kuta, bisa saja ada orang yang merasa itu seperti di Amerika atau Australia.

Itu sebabnya, masuklah lewat Gilimanuk. Lewat pelabuhan di ujung Barat Bali ini, paparan alam, laut, hutan, adat dan kejadian alamiah di banjar dan desa adat dapat langsung dilihat. Setelah melewati pemeriksaan pabean dengan memperlihatkan KTP, kita bisa menyusuri jalan hotmix sepanjang jalan Bali Barat. Debur ombak pantai Selatan dan sawah tepi laut, juga permukiman penduduk ada yang hanya satu atau dua meter dari batas air pantai. Di garis horizon, tampaklah sejumlah perahu nelayan diombang-ambing gelombang bagai kapal kertas di atas air kolam. Sampai di Kecamatan Pekutatan, beloklah ke kiri dan teruskan naik pelan-pelan ke Utara, ke arah Pupuan. Pupuan adalah kecamatan yang masuk wilayah Kabupaten Tabanan dan menjadi sentra kopi di Bali. Dari kecamatan berhawa dingin ini teruslah ke Utara, lalu menuruni bukit menuju Seririt, sebuah kecamatan yang pernah luluh lantak rata dengan tanah akibat gempa Bumi tahun 1976. Tapi janganlah masuk ke Seririt, beloklah ke arah Barat dan terus menuju Pulaki dan akhirnya tiba lagi di Gilimanuk.

Kalau itu yang dilakukan, bisa dikatakan kita sudah mengitari bagian luar Taman Nasional Bali Barat yang khas dengan burung Jalak Putihnya. Taman tersebut meliputi dua kabupaten, yaitu Jembrana dan Buleleng bagian Barat seluas 80.000 ha dan dipasak oleh Gunung Patas, Musi dan Merbuk. Taman Nasional Bali Barat ini pun meliputi Pulau Menjangan yang memiliki kekayaan alam bawah laut dan menjadi ajang scuba diving yang tak kalah indahnya dengan kawasan taman laut yang lain. Siraman sinar matahari sangat terik, pepohonan palem bisa dijadikan tempat berteduh. Labuhan Lalang menjadi lokasi pemberangkatan dengan boat yang  membutuhkan waktu kurang lebih setengah jam. Ikan cantik beragam warna berseliweran di bawah air yang tampak biru tua kehijauan di sela terumbu karang. Menjangan (deer) yang tersisa di nusa ini bahkan dapat minum air yang payau, bahkan asin, dengan kemampuan adaptasinya terhadap lingkungan.  

Sekali lagi, kalau ke Bali lewat Pelud Ngurah Rai, maka tiupan angin segar ditingkah palem, mangrove yang melepas oksigen untuk kesegaran paru-paru tidak akan diperoleh. Hanya hiruk-pikuk, kemacetan lalu-lintas dan penuh dengan orang lalu-lalang yang langsung menghadang perjalanan, mata dipapar oleh warung, toko, mall, restoran, hotel, dll. Di Taman Nasional Bali Barat ini juga ada peninggalan kisah kasih klasik Romeo-Juliet versi Bali. Kisah ini terjadi di Teluk Trima, dekat Pulau Menjangan. Cinta tak terlerai yang dibawa mati ini bermula dari seorang pemuda tampan berbudi baik, namanya Jayaprana, bekerja menjadi abdi dalem kerajaan Prabu Kalianget. Sampai tibalah saatnya sang “Romeo” ini menikahi seorang gadis rupawan bernama Layonsari sang “Juliet” si kembang desa. Rupanya kebahagiaan ini tak berlangsung lama karena ternyata Sang Prabu tertarik dan jatuh cinta kepada Layonsari.

Untuk mencapai hasrat hatinya itu, raja menyuruh Jayaprana pergi ke Bali Barat untuk membantu peperangan yang sedang berlangsung di sana. Ia dikawal seorang patih bernama Sawunggaling. Tentu ini hanyalah tipu muslihat saja karena sesampainya di tujuan, Jayaprana malah dibunuh. Mendengar kematian suaminya, dengan serta merta Layon-Juliet-Sari pun ikut bunuh diri. Kuburan Jayaprana ini masih dapat dijumpai sekarang di Teluk Trima dan menjadi salah satu tempat yang sakral di Bali. *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar