• L3
  • Email :
  • Search :

24 Oktober 2012

Tinja Selebritas Lebih Mencemari daripada Orang Biasa

Tinja Selebritas Lebih Mencemari daripada Orang Biasa
Oleh Gede H. Cahyana

Mawar, bayangkanlah harum bunga ini, kalau ingin membaca tulisan ini lebih lanjut. Semerbak mewangi kuntum kenanga di sisi puri, suci melati aroma terapi, metode relaksasi napas yang dilakoni selebritas. Lantas, bayangkan pula “harum” daleman perutnya. Tulisan ini hendaklah ditafsirkan sebagai sainstifik semata, tiada aroma penghinaan, apalagi penistaan karakter selebritas. Bukan, bukan itu maksud tulisan ini. Spirit tulisan ini adalah berbagi ilmu dengan khalayak pembaca, seperti tujuan pembuatan blog ini.

Faktanya, kerapkali ditayangkan di televisi, betapa pemain sinetron dan penyanyi sering merayakan pesta (celebrate, party) ulang tahun, pernikahan, tahun baru, dll dengan beragam makanan dan minuman. Tampak wah dan mewah. Di perutnya (tepatnya di lambung), baik yang langsing-singset maupun gendut berlipat, terjadi “pengunyahan” makanan secara peristaltis. Setelah saripatinya diserap untuk tubuh, maka sisanya masuk ke usus besar, menunggu saatnya dibuang di peturasan. Ampas yang dibuang inilah yang biasa disebut feses atau tinja. Istilah umumnya, “kotoran” dan istilah kasarnya, tai atau tahi.

Menurut hasil penelitian Japan International Corporation Agency (JICA) dan Dep. PU, diperoleh data bahwa kalangan kaya (selebritas) merilis air limbah dengan BOD 43,9 gram/orang/hari. Kelas menengah 31,7 gram/orang/hari, kelas ekonomi bawah (low income) 26,8 gram/orang/hari. Saya belum percaya 100% pada hasil penelitian ini. Apalagi ada kesan, angka ini adalah hasil generalisasi dan cenderung hasil dugaan logika saja, didasarkan pada tinggi-rendahnya penghasilan (gaji) seseorang. Namun kita gunakan saja data tersebut sekadar sebagai alat penjelas tentang kaitan antara selebritas dan pencemaran yang ditimbulkannya.

Prinsipnya, makin variatif jenis makanan yang dimakan (dalam pesta), makin variatif juga jenis zat organik yang hadir di dalam tinjanya. Hanya saja, tidak mungkin mengukur secara kualitatif dan kuantitatif semua jenis zat organik yang terkandung di dalam tinja. Itu sebabnya, digunakan analisis kolektif dengan mengasumsikan bahwa zat organik itu berkomposisi CHON, CHONS, atau CHONSP. Ada yang menulis lebih spesifik lagi, yaitu C18H19O9N. Dengan rumus kimia ini, dapatlah dihitung kebutuhan oksigennya (OD: Oxygen Demand), disebut sebagai Theoretical Oxygen Demand (ThOD) yaitu kebutuhan oksigen teoretis untuk mengoksidasi zat organik itu.

Angka BOD yang ditulis JICA-PU di atas tentu diperoleh dengan uji laboratorium sejumlah sampel, bukan kalkulasi matematis. Selain BOD (Biochemical Oxygen Demand atau Biological Oxygen Demand), ada juga parameter lain seperti COD (Chemical Oxygen Demand). Rasio BOD/COD ini menyatakan tingkat biodegradabilitas air limbah, yaitu keterolahan air limbah secara biologi. Makin besar rasionya, makin mudah diolah secara biologi dengan memanfaatkan mikroba. Umumnya semua tinja, tak bergantung pada asalnya apakah dari orang kaya atau miskin, sifatnya biodegradable. Inilah sebabnya, septic tank orang kaya dan orang miskin tak berbeda secara fungsional. Septic tank di kantor boleh saja menampung tinja dari direktur dan tinja dari tukang kebun. Tak masalah.

Tinja orang kaya yang tidak suka pesta (celebrate) tentu berbeda angka BOD, COD-nya dengan yang senang pesta. Jenis makanan dan minuman sangat mempengaruhi besar kecilnya angka BOD, COD. Yang doyan pesta pasti tinjanya lebih mencemari lingkungan daripada yang sekadar makan ala kadarnya. Namun yang makan ala kadarnya, misalnya nasi dan pete atau jengkol berbeda juga aromanya dengan yang makan nasi, tempe, dan sayur saja. Berapa BOD, COD-nya tentu harus dicek di lab. Malah sesekali, orang yang ekonomi lemah tetapi makan makanan pesta seperti kaum selebritas, dapat mengubah karakteristik tinjanya menjadi serupa dengan tinja selebritas.

Ditilik dari sudut kekuatan pencemar, tinja selebritas umumnya lebih besar polusinya terhadap lingkungan daripada orang biasa yang makanan dan minumannya juga biasa-biasa saja. Logislah, pajak lingkungan bagi selebritas harus lebih besar daripada orang biasa, apalagi orang yang miskin yang sering tidak makan. Namun positifnya, tinja pun dapat dijadikan pupuk. Makanan selebritas kaya akan protein dan lemak yang menjadi sumber nutrien bagi tanaman. Daging dan ikan, juga susu dan produk nabati yang dimakan selebritas menjadi stimulan bagi perkebunan, tentu saja setelah bakteri patogennya dibasmi lewat pengolahan di septic tank. *


Foto: sagalana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar