Menuju
Sanitasi 4.0
Oleh
Gede H. Cahyana
Associate
Professor Teknik Lingkungan Universitas Kebangsaan
Koran Pikiran Rakyat, 28 Desember 2019
Berita
di Pikiran Rakyat edisi 19 Desember 2019 menjadi eye catcher bagi siapa saja. Tidak harus kalangan yang bertugas di
bidang water and sanitation, yaitu
air minum, air limbah, dan persampahan, orang awam pun berkernyit dahinya.
Persentase orang yang BABS (Buang Air Besar Sembarang) di Kota Bandung mencapai
37%. Bisa dikatakan, pembangunan sanitasi di Kota Bandung belum berhasil. Kapan
Kota Bandung mampu mencapai Akses Universal 100-0-100?
Universal Akses
Ide rasional water
and sanitation adalah keterpaduan infrastruktur dasar permukiman dengan
program prioritas nasional agar tercapai target Akses Universal (100 - 0 - 100)
air minum, kawasan kumuh, dan sanitasi. Dalam program
ini, angka 100 yang pertama adalah akses air minum terpenuhi untuk masyarakat
dengan capaian 100 persen. Angka 0 artinya tidak ada lagi kawasan kumuh. Angka
100 yang kedua adalah sanitasi lingkungan terpenuhi dengan maksimal. Artinya,
upaya pemerintah untuk mencapai
universal akses tahun 2019 adalah 100% akses air minum, 0% kawasan kumuh, dan
100% akses sanitasi layak. Pertanyaannya, berhasilkah?
Dalam empat tahun terakhir, Kementerian PUPR dan
Kesehatan sudah bergerak. Dinas Cipta Karya dan Kesehatan juga melaksanakan
program sanitasi. Kekuatan kelembagaan sudah beraksi dengan pendekatan Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat (STBM) sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI
nomor 3 tahun 2014 tentang STBM. STBM ialah pendekatan pembangunan sanitasi
yang mengedepankan upaya pemberdayaan masyarakat dan perubahan perilaku. Pendekatan
ini bertujuan mewujudkan perilaku masyarakat yang higenis dan saniter secara
mandiri untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
Namun, melihat hasil yang dikabarkan oleh Pikiran
Rakyat tersebut, targetnya masih jauh. Ini terjadi karena hanya melibatkan
sebagian kecil komunitas masyarakat. Kalangan “think tank” di perguruan tinggi belum disertakan. Padahal program
ini bisa masuk ke semua ranah Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu Pendidikan dan
Pengajaran, Penelitian dosen dan mahasiswa, serta Pengabdian kepada Masyarakat.
Ego sektoral masih kuat. Dinas - dinas merencanakan dan melaksanakan programnya
masing-masing sehingga tumpang-tindih.
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
Akses
menuju sanitasi bermutu tentu melewati jalan terjal sebab objek yang
ditanganinya adalah limbah manusia. Tinja dan urin. Meskipun dua benda ini
dihasilkan dari tubuhnya, banyak orang “buang muka” setelah membuang hajatnya
di toilet. Akan tetapi limbah ini harus dikelola bersama dengan program Akses Universal.
Peningkatan akses terhadap air minum yang berkualitas perlu diikuti dengan
perilaku yang higienis untuk mencapai tujuan kesehatan melalui pelaksanaan STBM. Dalam kerangka pembangunan
kesehatan yang bersifat preventif, peningkatan kualitas layanan yang terpenting
adalah sektor air minum dan sanitasi.
Sanitasi
adalah mengumpulkan dan membuang kotoran dan limbah cair masyarakat secara
sehat sehingga tidak membahayakan kesehatan individu dan masyarakat. Sanitasi
juga meliputi sistem drainase, persampahan, daur ulang dan pengelolaan limbah
cair rumah tangga, industri dan limbah padat berbahaya dan beracun (B3). Sanitasi
yang optimal akan mencegah penyakit infeksi yang menyebar lewat tinja, urin,
makanan dan minuman. Begitulah yang tertera di dalam peraturan pemerintah dan
buku teks tentang sanitasi. Luas cakupannya. Tidak mungkin dilaksanakan oleh
satu dua dinas pemerintah. Tidak efisien, tidak efektif pada sasaran.
Akhir
tahun (sekaligus awal tahun) menjadi saat yang tepat bagi Pemkot Bandung untuk
mengevaluasi kegiatan sanitasi selama 12 bulan terakhir. Aksi apa sajakah yang
dilaksanakan untuk menghentikan orang buang air besar sembarangan? MCK umumkah?
Adakah air bersih selama 24 jam sehari? Sudahkah masyarakat cuci tangan dengan
sabun? Adakah sabun di setiap MCK dan sekolah-sekolah? Sudahkah masyarakat
memperoleh air minum dan makanan sehat? Bagaimana dengan keluarga tidak mampu
dan gelandangan pengemis? Sudahkah program Kang Pisman melahirkan duta-duta
sampah sehingga efektif dalam pengelolaan sampah kota? Berapa persen masyarakat
Kota Bandung yang memiliki septic tank,
berapa persen yang menyalurkan air limbahnya ke IPAL Bojongsoang?
Lima
poin di atas perlu dijawab sebagai evaluasi pelaksanaan sanitasi di Kota
Bandung pada tahun 2019 dan digunakan sebagai acuan untuk mengurangi BAB
Sembarang pada tahun 2020. Pelaksanaan tahun 2020 harus lebih praktis agar mengena
ke sasaran, yaitu 37% populasi Kota Bandung. Masyarakat diberdayakan dengan
melibatkan kalangan perguruan tinggi, yaitu dosen dan mahasiswa. Civitas
academica ini ikut membantu penyebaran program strategis pemerintah. Apalagi
mahasiswa banyak yang berasal dari luar Bandung. Mereka bisa menyebarkan ide
dan kegiatan sanitasi ke kabupatennya, minimal kepada keluarganya di kampung.
Dampaknya tidak hanya lokal Bandung tetapi menjadi regional Jawa Barat.
Artinya, gubernur pun sebetulnya bisa ikut berperan dalam mengurangi problem
sanitasi di Jawa Barat. Tidak hanya tugas bupati dan walikota.
Sejumlah
agenda strategis itu misalnya menciptakan lingkungan sehat yang berakses air
bersih. PDAM ikut diberdayakan. Menambah sarana sanitasi melalui peningkatan
kesadaran mayarakat tentang konsekuensi BAB sembarang. Apalagi biasanya
masyarakat berat mengeluarkan uang untuk kegiatan komunal yang dianggap kurang
bermanfaat bagi diri dan keluarganya. Di sinilah peran akademisi dalam
memberikan penyuluhan. Sebab, resistensi masyarakat terhadap akademisi,
terutama mahasiswa, lebih rendah daripada kepada aparatur dinas pemerintah.
Berdayakan mahasiswa. Jadikan mereka duta sanitasi lingkungan. Sekaligus
sebagai agen untuk mengembangkan kepemimpinan di masyarakat. Memicu perubahan
perilaku masyarakat dan mengembangkan sistem penghargaan kepada masyarakat yang peduli sanitasi.
Sanitasi 4.0
Istilah
sanitasi mungkin masih janggal bagi masyarakat. Apalagi diembel-embeli 4.0. Ini
tidak latah. Tapi betul-betul untuk meluaskan pengetahuan dan ilmu masyarakat.
Caranya dengan memanfaatkan media sosial Facebook,
WA, blog, website, Instagram. Akan
dengan mudah program pemerintah tersebar dengan biaya murah dan cepat. Malah
bisa gratis. Mahasiswa pasti senang sharing
foto kegiatannya. Inilah Sanitasi 4.0 itu. Apalagi Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan sekarang antusias di bidang internet. GoSan: Go Sanitation. Tinggal menunggu aksi pemerintah kota menuju solusi
sanitasi 2020.
Mahasiswa
dan masyarakat pasti mendukung. Mereka akan berupaya membuat solusi sendiri
kalau dampaknya dirasakan positif. Tidak akan ada lagi kendala investasi dalam
pelaksanaan STBM di bidang air minum dan sanitasi. Malah mahasiswa bisa
memberikan advokasi untuk masyarakat miskin kota sekaligus meningkatkan
pendidikan berperilaku sehat. Dibantu oleh mahasiswa, tahun 2020 bisa dijadikan
tumpuan untuk meloncat yang lebih tinggi sehingga catatan sanitasi pada akhir
tahun 2020 nanti jauh lebih baik daripada tahun 2019.
Sekalimat kata mutiara: sanitasi itu seperti menenun, harus sabar dalam jangka panjang. Sekali selesai, indah selamanya. Apabila habitasi sikap dan perilaku masyarakat sudah kuat, maka hidup dengan sanitasi sehat sudah menjadi kebutuhan utama. *