• L3
  • Email :
  • Search :

22 Februari 2007

Change or Die! Yunus Timotheus

Change or Die! Yunus Timotheus


Untuk kali kedua, master pertama positive thinking di Indonesia, yaitu Yunus Timotheus mengadakan Roadshow to Campus. Pada Rabu, 21 Februari 2007, tepat pada Hari Bahasa Ibu Internasional, narasumber di radio K-lite FM itu memotivasi mahasiswa Universitas Kebangsaan untuk berubah (change).

Dalam paparannya, pemilik Sekolah Berpikir Positif Idaman (SBPI) Bandung ini mengajak peserta untuk change! Berubah. Berbeda. Pindah. Kalau ingin bermasa depan cerah (Madera), bukan masa depan suram (Madesu), maka pindahlah. Change-lah, seperti judul buku karya Renald Kasali. Dalam hemat saya, spirit ini sama dengan hijrah. Hijrah hakikatnya adalah pindah. Bisa pindah secara fisik, bisa juga pindah secara pikiran. Bahkan bisa juga pindah secara k(q)albu (hati).

Yang pasti, suka tak suka, mau tak mau, perubahan pasti terjadi. Tiada yang tetap di dunia kecuali perubahan. Manusia berubah dari kecil menjadi besar, berubah dari muda menjadi tua. Setiap detik pun waktu berubah. Siapa saja yang tidak optimal memanfaatkan waktunya sesungguhnya dia ditindas oleh waktu, dijajah waktu. Rugilah orang-orang yang diperbudak waktu tanpa bisa memanfaatkan waktunya sehemat mungkin.

Masalahnya, kata pengasuh positive thinking di koran Radar Bandung ini, siapkah kita pada perubahan yang terus terjadi? Tak ada kesuksesan tanpa perubahan. Sukses berarti perubahan dari gagal menjadi berhasil atau dari sukses menjadi lebih sukses lagi. Dan ini berawal dari pikiran. Pikiran, kata Socrates, adalah nenek moyang perbuatan. Perbuatan adalah aksi atau action yang setiap saat kita lakukan. Dengan redaksi yang berbeda, The Godfather Positive Thinking Norman V. Peale berkata, ”You are as you think and you say.” Pikiran harus positif terus, tegas narasumber di televisi PJTV Bandung itu.

Bahkan gagal pun, ujar Thomas Alva Edison, bisa dianggap sukses. Paling tidak, sukses mengetahui cara untuk menjadi gagal. Malah ada yang kontroversial seperti ditulis oleh Robert T. Kiyosaki di dalam buku The Cashflow Quadrant di halaman 97. Dia mengutip kata-kata Ayah Kayanya dengan subjudul “Sukses adalah guru yang jelek”. Intinya, Ayah Kaya mengajak Kiyosaki (dan juga kita) untuk tidak takut gagal, bahkan berkali-kali gagal. Yang penting teruslah bangkit dan mencoba lagi. Mencoba lagi!

Sukses dan gagal adalah guru. Bisa guru yang jelek tetapi bisa juga guru yang baik. Bergantung pada kita, apakah mampu belajar dari pengalaman sukses dan gagal itu. Pengalaman adalah guru terbaik sekaligus guru terburuk. Tinggal kitalah yang harus bisa menjadi lebah, mengambil yang manfaat. Ada juga ungkapan bijak bestari seperti ini: menjadi angsalah agar mampu memilih susu tumpah yang sudah bercampur lumpur.

Di paparan lainnya, pemilik cita-cita untuk mendirikan SBPI di seluruh kabupaten dan kota di Indonesia ini membuat analogi, yaitu GIGO: garbage in, garbage out. Sampah yang masuk, sampah juga yang keluar. Dengan cara yang sama ada NINO dan PIPO. Negative in, negative out. Positive in, positive out. Apa yang masuk, itulah yang keluar. Pikiran pasti menentukan tindakan dan tindakan akan menentukan kebiasaan. Kebiasaan menentukan karakter (tabiat) dan karakter menentukan masa depan (nasib).

Akhir kata, kalau ingin punya masa depan yang positif, maka mulailah dengan memiliki pikiran yang positif. Cobalah berlatih berpikir positif setiap saat. Apapun yang menimpa kita, cobalah dilihat dari sisi positifnya, tanpa meninggalkan evaluasi atas kemungkinan buruk yang boleh jadi terjadi. Sekaranglah kesempatan kita untuk berubah. It’s a chance. Chance to change. Now or never! And... never... never... never give up, teriak Winston Churchill.*

Disarikan dari Roadshow to Campus. Positive Thinking Goes to Campus, oleh Yunus Timotheus di Universitas Kebangsaan Bandung, 21 Februari 2007.

Gede H. Cahyana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar