“Saya nyesel. Nyesel banget beli rumah di sana. Dibohongin. Developer-nya bilang air sumurnya bagus. Tapi nyatanya bohong. Padahal dalamnya sudah 25 meteran. Airnya amis dan kuning. Siapa yang nggak kesal.” Demikian gerutu seorang ibu.
Mendengar itu saya tetap diam, terus menyimak, manggut-manggut sambil bergumam ooo... ooo. Keluh kesahnya panjang, agak lama kami ngobrol. Masalahnya tak lain daripada mutu atau kualitas airnya. Sebetulnya dia hendak menjual rumahnya tapi belum laku juga karena semua calon pembelinya menanyakan kondisi airnya. Begitu tahu airnya jelek, mereka langsung pergi. Apalagi tak ada tanda-tanda air ledeng PDAM bakal masuk ke perumahan itu.
Pada waktu lain, di sebuah pameran lingkungan, saya sempat meladeni pengunjung yang mengadu soal air. Bersama anaknya, ibu paruh baya ini bertanya, “Kenapa ya, air sumur saya kuning? Sudah disaring pakai kain, tapi tetap saja kuning. Pernah jernih sebentar tapi kuning lagi dan bau. Lantai pun jadi kuning. Alas dan dinding ember juga kuning-coklat. Bahaya nggak, ya? Gimana cara meng- hilangkannya?”
Dua kasus di atas adalah sampel dari sekian banyak hal serupa. Tak hanya dua ibu itu yang punya masalah air, tapi puluhan bahkan ribuan keluarga yang tinggal berdekatan dengan mereka pasti bermasalah airnya. Di lain daerah pun bisa saja terjadi, bahkan mungkin lebih parah. Kalau demikian, haruskah mereka pindah? Tak harus memang, sebab masalah yang sama boleh jadi muncul juga di daerah lain. Yang bisa dilakukan adalah mengolah airnya.
Air perlu diolah karena kualitas air bakunya berbeda dengan kualitas air minum yang sudah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 907/Menkes/SK/VII/2002, pada 29 Juli 2002. Perbedaan inilah yang harus diolah sampai ke taraf konsentrasi yang sesuai dengan surat keputusan tersebut. Aturan tersebut dibuat demi kesehatan manusia dan dibagi menjadi empat, yaitu kualitas bakteriologis (saya menyebutnya bakteriologi), kimiawi (saya menyebutnya kimia), radioaktivitas, dan fisik (saya menyebutnya fisika). Kualitas fisika antara lain kekeruhan dan warna. Kualitas bakteriologi berkaitan dengan mikroba. Radioaktivitas berkaitan dengan sinar alfa dan beta. Kualitas kimia misalnya besi, mangan, kesadahan (kalsium dan magnesium).
Dari sekian banyak parameter kualitas kimia dalam baku mutu tersebut yang sering menjadi masalah adalah kalsium, magnesium, besi dan mangan. Sebelum berlanjut ke bahasan besi dan mangan, kita lihat dulu jenis-jenis logam yang bisa larut dalam air. Artinya, masih banyak lagi logam yang bisa larut dalam air sehingga dalam baku mutu air minum itu ditabelkan secara khusus. Logam-logam tersebut ada yang bermanfaat, ada juga yang berbahaya. Yang berbahaya disebut logam toksik, yang lainnya disebut non-toksik. Semua logam itu berasal dari endapan sungai dan danau yang mengalami disolusi atau pelarutan kembali dari endapannya. Bisa juga berasal dari air limbah domestik, industri dan pertanian yang masuk ke sungai dan danau itu.
Yang termasuk logam non-toksik ialah kalsium (Ca), magnesium (Mg), besi (Fe), mangan (Mn), natrium atau sodium (Na), aluminum (Al), tembaga (Cu), dan seng (Zn). Natrium banyak dijumpai dalam air, berasal dari material tanah yang hancur dan bersifat reaktif. Garam-garam natrium sangat larut dalam air. Jika kadarnya sangat tinggi menyebabkab rasa asin-pahit yang membahayakan pasien jantung dan ginjal. Natrium bersifat korosif pada permukaan logam dan toksik pada tanaman jika kadarnya tinggi. Yang perlu diwaspadai adalah Cu dan Zn. Kedua logam ini jika hadir bersama-sama akan bersifat sinergis atau saling-dukung sehingga menjadi toksik.
Logam toksik ialah mineral yang sudah beracun pada kadar rendah sehingga membahayakan manusia dan organisme lainnya. Misalnya, arsen (As), barium (Ba), cadmium (Cd), chromium (krom, Cr), timbal (plumbum, Pb), mercury (hydragyrum, air raksa, Hg), dan argentum (silver, perak, Ag). Logam tersebut bisa terkumpul di tubuh organisme dalam suatu rantai makanan, yaitu di tingkat trofik (makan) tertinggi (contohnya manusia).
Besi dan Mangan.
Dua mineral ini dibahas khusus karena paling sering menimbulkan masalah di rumah tangga dan PDAM. Besi dan mangan dalam air secara alami selalu bersama-sama, menimbulkan masalah yang sama dan metode pengolahannya juga sama. Keduanya menyebabkan noda, bercak, bintik pada kloset, wastafel, porselen dan pakaian. Keluhan dua orang ibu di atas adalah akibat mineral ini.
Keduanya juga menghasilkan bau dan rasa yang khas pada air minum. Lebih banyak bermasalah dari sisi estetikanya saja, belum ditemukan masalah kesehatan kalau berlebih kadarnya. WHO mengizinkan kadar maksimum besi 0,3 mg/l dan Mn = 0,1 mg/l. Angka ini lantas diadopsi oleh pemerintah kita dan ditampilkan dalam keputusan Menteri Kesehatan di atas dengan judul Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.
Bagaimana membayangkan besi di dalam air? Berupa batang besi? Tentu saja tidak. Besi di dalam air adalah besi terlarut yang wujudnya berupa senyawa klorida (FeCl2), bikarbonat Fe(HCO3)2 atau sulfat (FeSO4). Kehadiran oksigen terlarut dalam air dapat mengoksidasi besi (II) menjadi besi (III), lalu bereaksi dengan ion hidroksida (OH-) membentuk senyawa tak-larut Fe(OH)3. Itu sebabnya, ion besi (II) hanya ditemukan di air yang tak beroksigen seperti air tanah, air di dasar danau, atau sungai yang septik (nihil oksigen). Pada bilangan oksidasi yang tinggi terbentuk presipitat Fe2O3, besi (III) oksida atau karat berwarna coklat kemerahan dan MnO2 atau mangan (IV) oksida berwarna coklat-hitam.
Demikianlah hukum alamnya. Oksigen terlarut dalam air (dissolved oxygen) mampu mengoksidasi besi dan mangan menjadi bentuk tak-larut, yaitu besi (III) dan mangan (IV). Apabila kondisi airnya menjadi anaerob (reduksi) kembali, maka besi dan mangan itu akan terlarut kembali. Oleh karena itu, air tanah sangat banyak mengandung mineral ini. Dasar sungai dan danau biasanya berkondisi anaerob sehingga endapannya ada yang melepaskan besi dan mangan ke air yang ikut memperbesar konsentrasinya. Itu sebabnya, di air permukaan yang teraerasi masih bisa ditemukan besi dan mangan dalam jumlah banyak karena laju konversi besi dan mangan terlarut menjadi tak-larut lebih lambat daripada laju pembentukannya atau karena ada masukan dari sumber lain.
Bagaimana cara mengolahnya? Prinsip dasarnya adalah oksidasi. Besi dan mangan direaksikan dengan oksigen yang larut di dalam air. Oksigen berasal dari udara sehingga proses ini sering disebut aerasi (aeration; air = udara). Tak kurang dari 20,95% volume udara adalah oksigen. Selain untuk bernapas manusia dan hewan termasuk hewan air (ikan), oksigen juga mampu melepaskan elektron terluar besi dan mangan sehingga berubah menjadi bentuk tak larut atau presipitat.
Air mancur adalah contoh proses aerasi yang bagus. Makin kecil butiran airnya makin mudah besi dan mangan teroksidasi. Tapi faktanya, mangan lebih sulit diolah daripada besi apalagi kalau pH-nya rendah. Agar teroksidasi, bisa ditambahi katalisator atau oksidator kupri sulfat (CuSO4) atau kalium permanganat (KMnO4). Hasil oksidasinya berupa MnO2 juga dapat berfungsi sebagai katalis oksidasi mangan (II).
Begitulah di lapangan. Untuk memisahkan besi dan mangan sering ditambahkan oksidator permanganat, klor, atau ozon (O3). Oksidator itu biasanya dibubuhkan sebelum proses pengolahan agar punya waktu kontak yang cukup dengan ion besi dan mangan. Namun kekurangannya, presipitat besi dan mangan setelah dioksidasi atau penambahan oksidator hanya sedikit yang dapat dipisahkan dengan proses koagulasi, flokulasi dan sedimentasi. Ini terjadi karena ukurannya sangat kecil, berupa koloid, sehingga perlu filter untuk memisahkannya.
Greensand.
Disebut juga glauconite, berbentuk butiran dan kehijauan. Besi dan mangan dapat dipisahkan dengan media ini. Mangan yang diadsorbsi berfungsi sebagai katalis pada oksidasi besi (II) dan Mn (II). Mekanisme pemisahannya adalah gabungan antara adsorbsi (penyerapan) dan oksidasi. Media ini dapat diregenerasi dengan KMnO4. Regeneran (zat yang meregenerasi) memisahkan besi dan mangan yang diserap dan dioksidasi sehingga greensand kembali mampu memisahkan besi-mangan. Selain dapat memisahkan besi dan mangan, media ini juga dapat menghilangkan H2S dan fenol tetapi tak dapat memisahkan kalsium dan magnesium.
Greensand biasanya ditempatkan pada filter bertekanan (pressure filter) yang dioperasikan downflow (aliran ke bawah). Jika kontaminan yang akan dipisahkan adalah besi atau sulfida, maka KMnO4 dan oksidator yang lainnya dibubuhkan secara kontinu pada influen (air masuk, masukan) filter greensand. Proses ini tak perlu sering dicuci-balik (backwash). Jika air bakunya banyak mengandung mangan, perlulah backwashing secara reguler. Lapisan MnO2 pada greensand akan bertambah terus karena sebagian Mn(II) akan dioksidasi dan melekat pada greensand.
Penyumbatan (plugging, clogging) greensand dapat dicegah dengan memasang unit filter pasir cepat (rapid sand filter) sebelum filter greensand dan pembubuhan KMnO4 sebelum filter pasir cepat. Air dengan kadar besi (II) 18 mg/l dapat dengan mudah diolah menggunakan filter greensand dan menghasilkan air dengan kadar besi kurang dari 0,1 mg/l dan mangan kurang dari 0,01 mg/l. Rendah sekali, bukan?***
Gede H. Cahyana, peneliti di Enviro Intelligence Center, sebuah pusat studi lingkungan Universitas Kebangsaan Bandung.
thanks pak infonya,
BalasHapuscuamn secara alami, adakah cara supaya iar yang kuning tadi bisa bersih?
luar biasa pak, kajiannya dalam :)
BalasHapusterimakasih