Ex Undis Sol, Motto Salah Kota Bandung
ReadMore »
Oleh Gede H. Cahyana
Inilah sejarah salah kaprah motto Kota Bandung yang
berlangsung nyaris setengah
abad (1906 s.d 1952). Setelah diresmikan
menjadi Gemeente van Bandoeng tahun
1906, pemerintah Hindia Belanda lantas membuat simbol dan motto untuk kota pegunungan
ini. Ternyata motto yang ditulis di
bagian bawah (pita) lambang kota itu tidak sesuai dengan makna yang dimaksud
oleh Walikota Bandung waktu itu, Meneer B. Coops dan “Dewan Kota” (Gemeente Raad van Bandoeng). Mereka
bermaksud menggagas tema untuk lambang dan motto kota berupa jejak geologis
tatar Bandung. Jejak geologis dari kejadian alam itu berupa kemunculan lahan
(tanah) dataran tinggi Bandung yang kukuh dari bawah gelombang “Situ Hiang”
(4.000 s.d 3.000 tahun yang lalu) atau gelombang lautan pada zaman Miosen (25 s.d 14 juta tahun yang lalu).
Atas dasar sejarah purbakala itulah lantas di pita lambang
kota ditulis kata-kata EX UNDIS SOL, dengan
huruf kapital semua. Dalam bahasa Belanda artinya: Uit de golven de zon (mentari muncul di atas gelombang). Tentu saja
istilah ini dipertanyakan oleh sejumlah kalangan, satu di antaranya ialah Meneer
J. E. Jasper. Ia menulis artikel di koran “Java
Bode” untuk menyambut peringatan Jubileum
Gemeente Bandoeng (1906 – 1931). Motto ini juga pernah dikoreksi oleh Prof.
Dr. Godee Molsbergen yang bekerja di Arsip Negara di Batavia, tetapi Burgemeester Gemeente van Bandoeng tidak
mau menggubrisnya lantaran malu dan gengsi.
Seperti ditulis di atas, makna sesungguhnya yang ingin
diangkat adalah jejak sejarah tatar Bandung, yaitu “Lahan (tanah) kukuh muncul dari gelombang”. Haryoto Kunto,
kuncen Bandung pada masanya menulis bahwa “Lahan kukuh” adalah tanah padat yang
dalam bahasa Latin disebut “solum”. Ex artinya muncul, asal, atau ke luar,
dan “undis” artinya gelombang. Dengan
demikian, motto itu seharusnya berbunyi: EX
UNDIS SOLUM, bukan EX UNDIS SOL. Sol artinya matahari, solar
dalam bahasa Inggris. Masih menurut Kunto, lantaran keliru kata SOL inilah
Bandung akhirnya berubah menjadi makin panas karena matahari sangat terik
menikam ketika siang. Tentu ini hanyalah "guyonan" karena sebetulnya ada berbagai sebab yang mengakibatkan Bandung di gunung ini menjadi panas membakar.
Setelah kita merdeka, muncullah surat dari Kementerian Dalam
Negeri tanggal 30 Mei 1950 No. Pr. 10/7/16 tentang petunjuk lambang, simbol,
motto daerah otonom. Berdasarkan surat ini lantas dibentuk panitia perumus dan
pembuat rencana lambang dan bendera Kota Bandung. Selama sembilan bulan mereka
bekerja, dihasilkanlah sebuah lambang dengan motto; Gemah Ripah Wibawa Mukti yang kemudian disahkan dengan Peraturan
Daerah Kota Bandung no. 53 tahun 1953. Motto ini berlaku sampai sekarang.
Sudah panjang usia Kota Bandung, semoga pejabatnya mampu mewujudkan
motto itu untuk warganya. Semoga Gemah
Ripah, makin makmur, aparatur kota makin Wibawa, bersih dan bebas KKN, sehingga warganya menjadi Mukti, yaitu sejahtera lahir batin. Kalau
John Lennon punya P.S. I Love You, maka aku pun punya: Bandung, I love you!