Bakteri (Yunani/Greek: batang) nyata-nyata masih punya sisi baik yang perlu kita ketengahkan. Kecuali dampak negatifnya, banyak pula positifnya. Bisa dikatakan, semua makhluk pasti ada gunanya hanya saja kita belum tahu apa gunanya. Secara sekelumit di bawah ini saya tulis manfaat bakteri bagi kita, hewan, dan tumbuhan. Juga bagi tanah tempat kita berpijak.
Saya mulai dari ulasan ini. Dulu, pada seminar tentang pengembangan kota ada pernyataan yang menggugah kesadaran hadirin. Hamparan tanah ini, katanya, lama-lama makin sempit saja. Tapi kavling untuk orang mati malah meluas. Banyak kuburan! Kalau semua makam itu disemen, dikeramik atau dinisan, sedikitlah lahan buat orang hidup. Padahal bumi ini untuk orang hidup dan bukan untuk mayat. Menohok ujaran itu.
Pada kali lain, dalam seminar lingkungan hidup ada ungkapan begini: kini sampah makin banyak dan membukit-bukit gundukannya. Tak hanya di tempat pembuangan sampah tapi juga di rumah, jalan dan di semua tempat. Di mana-mana. Kotoran manusia, tahi hewan, dan sisa tanaman bertumpuk-tumpuk di segala penjuru angin. Sungai, danau, waduk, dan laut kian dangkal. Penuh sampah, bangkai, dan serpihan perahu dan kapal karam. Lalu, di mana kita tinggal nanti?
Dalam batas-batas tertentu dua sindiran di atas ada benarnya meskipun terkesan dilebih-lebihkan. Bombastis. Sekalipun demikian, mari kita ambil sisi positifnya, yaitu kita harus peduli lingkungan, juga peduli kota agar panorama dimaksud tidak pernah mewujud. Kenyataannya memang tidaklah sedahsyat ilustrasi itu. Saya optimis tanah bumi ini dapat dihuni hingga kiamat tiba. Apa pasal?
Si “mikrobiomesin” ajaib
Sebelum kita sampai pada jawaban pertanyaan di atas, ada paparan seperti ini. Di dunia industri, mesin dibuat untuk mengubah bahan baku menjadi benda yang nilai ekonominya lebih tinggi dan makin bermanfaat bagi manusia. Mesin, misalnya mesin mobil, bisa mengubah bahan bakar minyak menjadi energi gerak yang luar biasa. Bisa digunakan untuk transportasi dan kegiatan ekonomi lainnya.
Hal yang sama terjadi pada mesin-mesin kapal, pesawat, dan mesin produksi. Namun, cikal-bakal mesin-mesin itu belum terlalu lama ditemukan. Baru muncul pada abad pertengahan, pada masa revolusi industri. Sekarang, dengan perkembangan ilmu dan teknologi, mutu mesin-mesin tadi semakin bagus karena terus-menerus dimutakhirkan.
Tersebut adalah mesin-mesin buatan manusia. Lain karya manusia tentu lain lagi mahakarya Sang Kreator. Sejak awal, katakanlah sejak zaman dinosaurus atau lebih awal lagi, Sang Pencipta sudah menciptakan mesin hidup, yaitu biomesin yang bisa mengubah hewan raksasa itu jadi zat lain. Bangkainya yang superbesar mudah diurai sampai tinggal tulang-belulangnya saja. Tanah di sekitarnya lantas subur dan bermanfaat bagi tumbuhan. Inilah daya luar biasa dari biomesin. Spektakuler.
Karena kemampuannya itu dan wujudnya yang kecil, tepatnya mikro, biomesin ini bisa diserupakan atau dianalogikan dengan mikrokomputer. Sebutan biokomputer pun pas untuknya. Sebagai wadahnya adalah dinding sel yang kuat, kaku, dan kukuh yang melindungi central processing unit (CPU) berupa sitoplasma. Seperti halnya fungsi CPU, sitoplasma berisi perangkat seperti protein, karbohidrat, dan lipida yang fungsinya memfasilitasi berbagai-bagai transformasi atau perubahan kimia. Di sini terjadi perubahan suatu energi menjadi energi lain, pengu-raian molekul besar menjadi molekul kecil, pembentukan molekul besar dari molekul kecil, dan lain-lain. Semuanya dinamai metabolisme, baik itu pembentukan (biosintesis) yang mengerahkan 2.000-an reaksi kimia maupun penguraian (biodegradasi). Itulah bakteri!
Laksana mesin pintar, ia mengolah bahan baku berupa jasad makhluk hidup lalu mencetak (print out) hasilnya lewat dinding sel menjadi materi lain yang bermanfaat bagi makhluk lain. Karena aktivitasnya inilah bumi tidak akan pernah disesaki sisa-sisa jasad hidup sehingga sindiran atau sinyalemen di awal bab ini takkan terjadi. Syaratnya cuma satu, jangan dinisan. Baqi, contohnya. Kuburan jamaah haji ini sejak dulu tetap mampu menampung jasad orang yang wafat saat ibadah haji. Tiada nisan di Baqi. Sebagai tanda, tanahnya ditinggikan sedikit lalu dalam kurun bulanan saja jasad itu habis diurai oleh bakteri menjadi tanah.
Tanah! Banyak bakteri di tanah. Bakteri jugalah penghancur tubuh kita di dalam tanah. Tanah atau turab adalah materi esensial tubuh kita, bahan baku manusia. Begitu pun sumber makanan kita, hewan dan tumbuhan, tak bisa lepas dari tanah. Insan tak terpisahkan dari tanah dan kembali menjadi tanah atas kerja bakteri. Dalam jurnal Islamic Thought and Scientific Creativity (1992), di bawah judul Islamic Principles of Environment and Development, Abdul H. Othman dan Abdul R. Doi menulis bahwa tak kurang dari 461 kali Allah menyebut tanah dan yang berkaitan dengannya dalam Qur’an.
Begitulah, besar benar hikmah dan ilmu dibalik penciptaan bakteri guna kelestarian fungsi bumi ini. Makhluk renik seperti itu saja, atas sunnatullah, taat bertugas dalam melanggengkan fungsi bumi hingga Hari Akhir tiba. Dialah si kecil yang besar faedahnya. Lantas kita bagaimana?
Sudahkah kita: penguasa, pengusaha, pekerja, pendidik, pendakwah, penceramah, dan semua orang bermanfaat bagi lingkungan? Atau, minimal tidak merusak lingkungan semata-mata atas nama ekonomi, kesejahteraan dan lapangan kerja?
Keajaiban reproduksi
Ada analogi menarik dalam proses reproduksi bakteri. Analogi ini masih berkaitan dengan mobil. Dalam industri mobil butuh waktu lama untuk membuat satu mesin. Tiap-tiap komponennya malah harus dibuat dulu secara terpisah sebelum akhirnya dirakit menjadi mesin. Proses ini paling cepat butuh tempo harian. Cepat-lambatnya pun bergantung pada kerumitan mesin. Belum lagi harus dipasangi body, jok, roda, knalpot, gardan dan banyak lagi yang lain termasuk pengecatan. Terakhir, masih harus diisi bahan bakar agar bisa hidup dan jalan.
Beda dengan mobil, “pembuatan” bakteri amat cepat. Singkat. Dalam hitungan menit atau jam saja sudah lahir bakteri baru. Interval waktu ini disebut waktu generasi (generation time). Bisa juga disebut waktu ganda (doubling time) sebab satu bakteri dewasa mampu membelah diri menjadi dua bakteri baru. Masing-masing akan tumbuh dan besar lantas membelah diri lagi menjadi mesin baru yang juga canggih. Proses pembelahan diri menjadi dua atau binary fision ini adalah salah satu keajaiban bakteri. Suatu fenomena di luar nalar manusia. Bisa distudi tapi tak dapat menjawab mengapa kejadiannya harus begitu. Inilah contoh pelangi reproduksi dari sekian banyak makhluk-Nya.
Bagaimana proses itu berlangsung? Pembuatan biomesin atau sebut saja “anak” bakteri dimulai dari proses pertumbuhan atau perkembangan. Pada masa pertumbuhan terjadi peningkatan masa sel, dari kecil menjadi dewasa. Kemudian, selama pembelahan sel semua komponen struktur selnya menjadi dua kali sel awal (double). Dua bakteri yang nyaris identik atau benar-benar sama dengan induknya akan hadir. Dalam kasus khusus ada “anak” bakteri yang daya “pikirnya” (kemampuannya) melebihi kemampuan “orang tuanya”. Misalnya pada kasus resistensi atau ketahanan terhadap racun. Ini erat kaitannya dengan bagian dalam mesinnya, yakni enzim. Zat protein ini mampu mengatalisasi reaksi kimia di dalam sel.
Duplikasi (replikasi) tersebut berkaitan dengan inti sel (nukleus). Dalam inti sel ada informasi sifat keturunan (kode genetis) yang tersimpan di dalam molekul hereditas, DNA (deoxyribonucleic acid). Di luar inti sel ada cairan sitoplasma berupa suspensi-koloid yang 80% terdiri atas air dan 20% materi kering. Begitu tulis Metcalf & Eddy (1991), pakar Teknik Lingkungan, di dalam buku teks Wastewater Engineering: Treatment, Disposal, and Reuse. Materi kering itu, lanjutnya, 90% berupa zat organik dan 10% inorganik. Apa kesimpulan kita?
Air adalah bahan utama makhluk hidup. Ini pun bukti firman Allah bahwa semua makhluk hidup diciptakan dari air (surat al-Anbiyya: 30). Menurut Othman dan Doi lagi, 63 kali Allah menyebutkan kata air dan yang ada kaitannya dengan air seperti hujan, di dalam Qur’an.
Maka, dari komposisi fraksi organiknya itu kita dapat memperkirakan rumus empiris bakteri, yakni C5H7O2N. Dari formula ini, 53% berat fraksi organiknya adalah karbon. Kecuali itu masih ada rumus lain yang berisi fosfor: C60H87O23N12P. Boleh jadi masih ada formula lain lagi bergantung pada asumsi unsur yang ada dalam sel bakteri. Yang biasa ada ialah C, H, O, N, S, dan P. Masing-masing adalah simbol untuk karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur (belerang) dan phosphor (fosfor). Empat unsur pertama adalah komponen utama zat organik.
Adapun tubuh kita, selain air yang jumlahnya 70% dari berat tubuh juga disusun oleh zat organik seperti karbohidrat, protein, dan lemak. Lantaran kesamaan inilah bakteri mampu “menyantap” habis tubuh kita hingga rangka atau tengkorak saja yang tersisa. Tulang belulang.
Kalau begitu, ada satu pertanyaan. Samakah kita dengan bakteri, si jasad satu sel itu? Faktanya, kita pun sel tunggal (single cell) ketika sperma dan sel telur (ovum) menyemai menjadi zigot (zygote) di dalam rahim ibu kita.
Peternakan bakteri
Tidak di tanah saja, di usus besar kita pun ada bakteri. Kita akrab dengan bakteri. Makanya dalam kondisi tertentu, seperti dikupas di atas, penyakit tifus, kolera, disentri dapat menyerang kita. Bahkan kolera, dulu, diisukan sebagai kutukan dewa karena korbannya banyak. Cepat mewabah. Inilah dampak keawaman manusia akan mikrobiologi dan hidupnya dipenuhi takhyul dan berhala.
Terlepas dari sisi buruknya itu sekarang justru banyak ada “peternakan” bakteri. Betul-betul mirip dengan peternakan sapi, kambing, atau unggas. Ini lumrah. Dari rumah tangga hingga industri. Malah makin menjadi-jadi di industri khususnya di sektor pengolahan air limbah. Sebab, biaya operasi dan rawatnya relatif lebih murah dibandingkan dengan pengolahan kimia. Begitu pula di sektor air limbah rumah tangga.
Kenapa bakteri bisa mengolah air limbah? Lagi-lagi kemampuannya ini kembali ke mesin di dalam sitoplasmanya. Dibantu oleh enzim, baik ekstraseluler maupun intraseluler, semua polutan organik dalam air limbah bisa diolahnya. Polutan itu masuk lewat dinding sel lalu diproses di dalam biomesin. Hasilnya, selain energi, pertumbuhan sel dan reproduksi, juga zat lain yang bukan pencemar.
Tidak limbah cair saja, limbah padat dan limbah gas seperti SO2 pun bisa diolah oleh bakteri. Semua limbah organik, beracun maupun tidak, dapat diolah dengan kadar tertentu. Semua teknologi itu disebut bioreaktor: reaktor yang memanfaatkan aktivitas dan daya makhluk hidup semacam bakteri.
Contoh bioreaktor yang dekat dengan kita ialah tangki septik. Hampir semua rumah, kantor, dan mal di kota-kota besar memiliki bak yang biasanya ada di belakang bangunan ini atau di tempat yang tidak terlihat. Maklumlah, bau. Pengolah tinja ini adalah generasi pertama proses anaerob. Generasi kedua baru berkembang pada awal 1970-an di Amerika Serikat dan Belanda. Menurut sejarah, Cina sudah lama menerapkan konsep ini. Begitu pun India, negara-negara di Timur Tengah dan Afrika Utara. Dan sekarang melebar ke semua negara. Mondial.
Tak cuma itu. Bakteri anaerob dalam tangki septik, sanitary landfill sampah dan reaktor anaerob air limbah mampu menghasilkan gas metana yang bisa dijadikan energi alternatif, energi listrik. Bisa belasan megawatt dihasilkannya.
Sahabat petani
Jasad renik kosmopolitan ini, kata Brock, ada di mana-mana: di tanah, di air dan udara. Dari daerah dingin bertemperatur di bawah 0oC hingga tempat panas bersuhu lebih dari 100oC. Secara geografis ia kosmopolitan, secara fungsi pun begitu. Di bidang pertanian dan perkebunan contohnya. Sebelum ada pupuk buatan: TSP, urea, KCl dan lain-lain, untuk menyuburkan tanah digunakan pupuk organik atau kompos. Mudah saja pembuatannya. Bahan bakunya sampah nonplastik. Dengan bantuan bakteri sampah organik itu berubah menjadi kompos.
Begitu pula tanaman leguminose atau polong-polongan, hidupnya dibantu oleh bakteri yang ada di akar-akarnya. Bakteri ini mampu memanfaatkan gas nitrogen di udara dengan cara fiksasi sehingga dapat mengurangi kebutuhan pupuknya. Sebuah kerjasama yang saling menguntungkan, simbiosis mutualisme. Lagi-lagi kita disodori cara kerjasama yang saling menguntungkan, setidak-tidaknya tidak merugikan lain pihak. Ini perlu ditiru.
Pencernaan hewan ternak seperti domba dan sapi pun dibantu oleh bakteri. Di dalam perut hewan ini ada bakteri yang ikut “mengunyah” rumput yang dimamahnya. Ini terjadi di dalam organ rumen yang kaya beragam spesies bakteri. Bakteri pun menolong siklus unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman seperti siklus karbon, nitrogen, dan sulfur. Bakterilah yang mengubah unsur tersebut menjadi bentuk yang bisa “dimakan” oleh tanaman.
Demikianlah. Manfaat bakteri seperti tidak ada habis-habisnya. Temuan baru terus bermunculan dan kian membuka mata kita bahwa masih banyak yang belum kita ketahui. Pada perkembangan selanjutnya ada gagasan mengutak-atik DNA dengan instrumen canggih kemudian muncullah bioteknologi. Kini ada bermacam-macam partisi bioteknologi. Semoga saja semuanya bermanfaat bagi kita.
Ternyata, selain alam raya atau makrokosmos yang sempat dikagumi Nabi Ibrahim, yaitu matahari, bulan, dan bintang, kita pun bisa mengakui keagungan Allah dari sisi alam renik, yaitu mikrokosmos.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar