• L3
  • Email :
  • Search :

3 Mei 2006

Bagir Manan

Berita yang menarik perhatian saya pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2006 adalah terpilihnya Prof. Dr. Bagir Manan sebagai ketua Mahkamah Agung. Ini kali kedua mantan rektor Unisba (Universitas Islam Bandung) itu memegang tampuk ketua MA. Yang menarik, dari 48 hak pilih Hakim Agung ada 44 orang yang memilih Bagir Manan, 2 orang memilih Gunanto Suryono dan 1 orang Paulus Lotulung. Ada 1 suara abstain alias memilih untuk tidak memilih siapa-siapa.

Saya tak mengenal Pak Bagir secara pribadi. Tapi waktu menjadi rektor Unisba saya tahu sejumlah informasi tentangnya. Sebagai rektor, ia disegani lantaran rendah hati dan perhatian pada dosen dan karyawannya. Ia memimpin dengan hatinya. Ini kata dosen-dosen yang mengajar di Unisba. Ketika terpilih sebagai ketua MA pun banyak orang yang setuju dan berharap banyak kepadanya. Sebab, selama ini MA diyakini sebagai ladang jual beli perkara yang melibatkan aparat hukum mulai dari jaksa, hakim, polisi, pengacara, pegawai administrasi dan orang yang berperkara. Ibaratnya, Pak Bagir masuk ke sarang penyamun. Akankah ia terseret arus-induk (mainstream) di sana? Sejawatnya bertanya diam-diam.

Maka, ketika meletus kasus suap oleh Probosutedjo, tak ayal lagi nama Bagir Manan dikait-kaitkan. Saya sempat kaget dan tak percaya. Hati kecil saya mengatakan Pak Bagir tak mungkin seperti itu. Media masa gencar memberitakannya dan bahkan ‘memvonis’ atau semacam ‘pembunuhan karakter’ atasnya. Beragam berita muncul sambil meyakini keterlibatannya dan tak mungkin ia tak tahu apa yang dilakukan bawahannya. Hati saya tetap pada pendapat awal, yaitu Pak Bagir tidak seperti itu. Akhirnya muncul juga komentarnya di media massa dan telah dilakukan penyidikan bahwa ia tak terlibat. Tak terlibat. Koleganya lega.

Kembali ke soal pemungutan suara di MA. Berkaitan dengan pemilihan ketua MA itu, saya yakin Guru Besar Universitas Padjadjaran Bandung ini pasti pernah mendengar hadis: jangan kau berikan jabatan kepada orang yang menginginkannya. Kalau ada yang ingin menjadi pejabat, jangan berikan jabatan itu kepadanya. Nanti kacau jadinya. Apalagi berupa jabatan publik, pasti akan kemaruk harta dan tahta. KKN pasti membelitnya dan sulit diusut karena semua orang sengaja dilibatkannya. Faktanya terlalu banyak di lapangan. Ada saja kasusnya yang terungkap setiap hari. Yang tidak atau belum terungkap pasti lebih banyak lagi.

Lalu bagaimana dengan Pak Bagir?

Melihat hasil pemungutan suara itu, yakinlah saya bahwa satu suara yang abstain itu adalah suara Pak Bagir Manan. Beliau tak hendak memilih dirinya, tak pula memilih orang lain yang tidak dipercayai karakternya.

Ia abstain!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar