• L3
  • Email :
  • Search :

1 Mei 2006

BBM Susut? BB Seaweed!

Wacana pembatasan BBM bagi kendaraan di atas 2.000 cc terus bergulir. Nusantara kekeringan. Kering BBM. Krisis BBM. Jadi....? Energi baru jawabnya. Minimal berupa energi alternatif yang dapat diterapkan untuk sektor tertentu meskipun tak terlalu luas terapannya. Yang penting, dapat mereduksi konsumsi energi lainnya. Semacam komplementer.

Dulu, kita memang anggota OPEC dalam arti betul-betul eksportir. Dulu itu, pada dekade 1970-an, kita boom minyak yang digunakan untuk memutar roda dan menyalakan Pelita Orde Baru. Hanya saja, selama Orde Baru itu kita dininabobokan oleh energi murah sehingga tak ada keinginan untuk hidup hemat. Orang dengan mudah memboroskan energi, tanpa menyadari atau pura-pura tak sadar bahwa suatu saat energi akan habis. Semua kampanye hemat energi tak ada hasilnya seperti tampak di kantor-kantor pemerintah. Di kantor pemerintah, bukan di perusahaan swasta! Sejumlah orang juga hidup jor-joran dengan memasang lampu berwatt besar di sekujur selasar dan sudut rumahnya. Hidup egois itu mencerminkan tak peduli pada orang lain yang belum dapat listrik.

Adakah alternatif yang bisa ditempuh?

BB Seaweed
Energi biomassa, bahan bakar tertua dalam sejarah budaya manusia, adalah zat organik yang dapat dikonversi secara langsung maupun tak langsung menjadi bahan bakar. Di negara sedang berkembang, sekitar 50% kebutuhan energi totalnya diperoleh dari kayu bakar (biomassa) sedangkan di negara maju seperti kelompok G7 hanya 1%. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki potensi bioenergi selain kayu bakar antara lain limbah ternak, limbah domestik dan algae.

Algae adalah flora paling sederhana. Algae laut biasanya disebut seaweed. Algae berbeda dengan tanaman ‘tinggi’ karena tidak memiliki akar, batang dan daun. Menurut Trainor, algae adalah tanaman yang mampu berfotosintesis karena memiliki klorofil dan struktur reproduktif yang sederhana. Adalah Theophrastus, seorang naturalis Yunani yang pertama kali mendeskripsikan tanaman laut tersebut pada abad ke-3 SM.

Klasifikasi algae tak kurang dari 15 klas tapi hanya tiga yang jumlahnya cukup banyak di alam dan memiliki nilai komersial yaitu Chlorophyceae, Phaeophyceae dan Rhodophyceae. Chlorophyceae atau algae hijau ada sekitar 5.000 spesies dan hanya sekitar 20% hidup di laut. Phaeophyceae atau algae coklat berjumlah 1.500 spesies yang banyak ada di daerah beriklim sedang. Rhodophyceae atau algae merah habitat utamanya di laut tropis dan subtropis, ada sekitar 4.000 spesies dan hanya 2% yang di air tawar. Algae hijau dapat dimakan. Algae coklat dan semua algae merah penting dalam ekonomi karena menghasilkan agar, carrageenan, alginic acid dan diatomite. Cina dianggap sebagai pionir dalam pemanfaatan algae yang digunakan untuk obat-obatan dan juga produksi kertas.

Bagi masyarakat pesisir, algae dapat dijadikan sumber energi alternatif. Pengolahan anaerob dapat menghasilkan gas metana/CH4 yang dapat digunakan sebagai bahan bakar (combustible gas). Sebagai contoh, menurut Tarwadi dan Chauhan adalah Sargassum tenerrimum yang memiliki rasio C:N = 23:1 mengindikasikan sangat baik sebagai sumber biogas. Selain metana, sludge/lumpur rumput laut yang diolah secara anaerob juga dapat dijadikan pupuk. Pada temperatur ambien, dengan reaktor batch diperoleh 49 liter biogas per kg bubuk rumput laut. Sedangkan pada reaktor semikontinu diperoleh biogas antara 470 - 500 l/kg bubuk. Dibandingkan dengan metana murni yang nilai energinya (fuel value) 5.320 kcal/m3, petrol gas 3.600 kcal/m3, kotoran sapi/cowdung hanya 2.660 kcal/m3 maka seaweed menghasilkan 4.900 kcal/m3.

BBM susut.... hematlah BBM agar generasi tujuh turunan tak harus ke museum hanya untuk melihat bagaimana bentuk, bau dan sifat minyak tanah, bensin, dan solar.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar