• L3
  • Email :
  • Search :

18 Mei 2006

TPS... oh TPS...

Bukan Tempat Pemungutan Suara. Sebab, pemilu telah berlalu. Sebutannya, entah siapa yang memulai, adalah Tempat Pembuangan Sementara. Salah satu TPS yang parah berada di Kiara Condong, dekat jembatan layang yang melewati rel kereta api. Luasnya sekitar 30 m2. Tingginya bervariasi, mulai dari satu meter sampai empat meter. Isinya macam-macam. Yang terbanyak adalah sisa bahan sayur seperti kol, kubis, dan buncis. Kacang-kacangan juga banyak. Disusul oleh mangga, jeruk, alpukat, dan timun. Semuanya membusuk dengan aroma khas. Sudah lima pekan mereka ditumpuk di dekat pasar itu.

Dari 200 TPS di Bandung, yang disebut di atas itu belum seberapa. Cobalah datang ke Jl. Pagarsih sampai Astanaanyar. Panoramanya amburadul, aromanya sumpek busuk asam berbaur berkejaran. Kadang-kadang tercium asam dulu, pada saat yang lain tercium pesing diseling hawa pengap panas. Ketika hujan, air meluap sampai jauh, membenam jalan dan trotoir. Tiga mobil sedan mogok meruwetkan suasana, bising guntur dan raungan knalpot menderu-deru. Penjaja payung lari kian ke mari, tukang bakso menarik gerobaknya ke emper toko, di sela-sela pejalan kaki dan pengendara motor yang berteduh.

Tak ayal lagi, TPS seratus persen sumber penyakit. Busukan sampah mengundang lalat yang lantas bertelur dan berbiak di sana. Tikus-tikus rumah, juga tikus-tikus selokan dan celurut berpesta setiap saat, siang dan malam. Nyamuk bertelur di genangan air dalam pecahan botol dan kaleng atau plastik minuman. Ular? Boleh jadi ada ular kalau TPS itu letaknya dekat sawah atau tegalan. Anjing liar mengais-ngais sisa nasi bungkus. Semua binatang itu membuang kotorannya di sana, bercampur dengan buangan manusia. Seratus persen, penyakit dapat muncul dari TPS. Diare, demam berdarah, dipagut ular, pes, rabies, dan sakit saluran pernapasan. Aroma busuk mengandung beragam zat organik yang membahayakan paru-paru.

Kalau demikian, TPS itu masalah siapa? Disebut masalah rakyat, tentu boleh-boleh saja. Rakyat atau kita memang selalu menghasilkan sampah. Ada yang banyak, ada yang sedikit. Tanggung jawab rakyat memang ada dalam setiap timbulan sampahnya. Bayangkan saja, timbulan sampah per hari di kota Bandung mencapai 7.000 m3. Jika disusun di atas tanah seluas 200 m2, maka tingginya 35 meter, setara dengan gedung berlantai 9. Dalam satu bulan menjadi 1.050 m atau gedung 270 lantai. Pencakar langit tertinggi di dunia. Artinya, jika mau, Bandung sudah memecahkan rekor dunia dalam hal hotel sampah. Tapi kenapa MURI tak jua memasukkan rekor ini? Ini hal penting yang mesti disampaikan kepada anak-cucu orang Indonesia masa datang untuk dijadikan pelajaran. Bukan untuk ditiru. Dengan harapan, generasi akan datang bisa jauh lebih baik lagi dalam mengelola sampahnya.

TPS... oh TPS...

Tempat Pembuangan Sementara, Tempat Penitipan Sementara, Tempat Pengeraman Sementara, Tempat Pengolahan Sementara, Tempat Penampungan Sementara, Tempat Pameran Sementara... ... ?*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar