Peter Si Penulis Nakal
Oleh Gede H. Cahyana
Awalnya hanya coba-coba. Daripada nganggur setelah lulus menjadi sarjana, iseng-iseng dia sebarkan pamflet fotokopian. Isinya tentang bisnis jasa. Bermodal mesin tik tua, dibukalah jasa pengetikan. Kliennya kebanyakan mahasiswa yang tak sempat atau malas mengetik. Bulan berganti tahun, tahun terus menua, dia tetap setia berbisnis jasa tik itu. Berselang enam tahun, usahanya berkembang. Dia ingin meluaskan usahanya dengan cara membeli komputer. Mesin tiknya dijual sebagai penambah modal. Langsung dua komputer yang dibelinya plus satu printer. Kini dia sebagai pekerja-lepas (self-employed) sekaligus business owner kecil-kecilan versi Kiyosaki. Dia sudah mampu menggaji seorang pegawai!
Dewi fortuna rupanya berpihak kepadanya. Kliennya banyak dan terus bertambah. Insting bisnis pun rajin menyembul dari pikiran kreatifnya. Kini hadir satu gebrakan baru di bidang kecendekiaan, yaitu jasa konsultasi. Konsultan. Dan tidak main-main, konsultan tata-tulislah yang digelarnya. Waktu berlalu, dia makin piawai menulis. Dari hari ke hari hanya menulis dan menulis. Terasahlah kemampuannya. Jasa terbanyak yang dilayaninya adalah konsultasi pembuatan laporan mahasiswa. Setelah itu mulailah dia menapaki dunia skripsi. Skripsi! Ini tidak main-main. Tata tulis jenis ini sering membuat stres mahasiswa. Mayoritas kliennya di sektor sosial, dari jurusan ekonomi, akuntansi, manajemen, dan humas.
Hanya saja, tiga tahun setelah bisnis konsultannya mekar, mulailah dia berbisnis jual-beli skripsi. Berbagai skripsi dari berbagai jurusan di berbagai perguruan tinggi telah dimilikinya. Ada yang berupa hardcopy, juga ada berupa softcopy dan siap diduplikasi berapa pun dan siap dikirim. Ada yang dikirim lewat pos, juga ada yang lewat internet. Peminatnya dari seluruh pelosok negeri, dari berbagai kota di Indonesia. Bahkan di P. Jawa, peminatnya sudah merambah ke kota-kota kecil yang memang ada perguruan tinggi di sana.
Kini, Peter, si penulis sekaligus pemilik bisnis itu, menjadi bos di perusahaannya yang fokus di bidang jual-beli skripsi, tesis dan disertasi. Namun yang paling patut disayangkan, dia mulai menuliskan skripsi dengan imbalan uang jutaan. Ada kekaburan makna antara membantu dan membuatkan. Dia kerahkan sejumlah sarjana dan magister paruh waktu untuk menuliskan order dari kliennya yang semuanya mahasiswa S1 dan S2. Sesekali juga ada yang S3, tapi lebih banyak ingin diajari statistiknya saja. Luar biasa kemampuan Peter dalam daya-tulisnya dan dalam mengelola pegawainya. Dia pebisnis penulis tulen.
Jika demikian, bolehkah Peter disebut pebisnis yang bermoral? Tidakkah dia mempermudah orang lain dalam penulisan Tugas Akhirnya? Atau, adakah Peter menjadi salah seorang penulis nakal yang mewabah di Indonesia? Ternyata menulis tak hanya soal kemampuan menuangkan ide, tapi juga harus dipagari oleh rambu moral agar tidak keluar dari tata-sosial dan kepatutan. Patutkah dia berperilaku demikian, menjual kepiawaian menulis dan analisisnya dalam skripsi, tesis dan bahkan disertasi? Analoginya, seorang murid yang pintar lalu membagi-bagikan jawaban ulangannya kepada teman-temannya dengan imbalan bakso, sate, atau selembar uang kertas bergambar I Gusti Ngurah Rai. Patutkah?
Semoga Peter Si Penulis Nakal belajar lagi dari kisah Peter Si Kelinci Nakal yang kapok mencuri selada dan lobak di kebun Pak McGregor. *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar